Oleh: Anggraeni Rahman
Di masa pandemi banyak orang yg kehilangan pekerjaan. Jangankan memenuhi kebutuhan hidup untuk sesuap nasi pun harus mengais rezeki ke sana kemari.
Kondisi seperti ini seharusnya menjadi perhatian penuh bagi pemerintah. Pemerintah wajib bertindak serius, mengingat dampak pandemi sangat menciptakan banyak perut-perut yang menahan lapar.
Namun, siapa yang akan menyangka. BPJS Watch menemukan Kementrian Sosial menghapus data 9 juta warga miskin. Tentu dipertanyakan apakah penghapusan data tersebut memang real terentaskannya kemiskinan, ataukah penghapusan beban semata?
Sungguh kondisi yang sangat ironis. Lain cerita rakyat yang terkapar lapar, lain pula cerita para pemimpin dan pejabat di masa pandemi. Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) mencatat sebanyak 70,3 % harta kekayaan setahun terakhir (cnnindonesia.com)
Deputi pencegahan dan monitoring KPK, Pahala Naigolan mengutarakan laporan kenaikan itu tercatat setelah pihaknya melakukan analisis terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara( LHKPN) pada periode 2018-2020.
"Kita amati juga selam pandemi setahun terakhir ini,secara umum penyelenggara negara 70,3% hartanya bertambah" kata Pahala dalam webinar LHKPN di Kanal YouTube KPK, Selasa (7/9/2021)
Para pemimpin dan pejabat menutup telinga mendengar jeritan rakyat. Sistem Kapitalisme dengan asas sekuler ini memang telah berhasil membentuk penguasa nir prestasi dan nir empati.
Maka, pemandangan yang lumrah saat rakyat sengsara sedangkan pejabat kaya raya.
Di dalam Islam harta yang kita dapat akan dimintai pertanggungjawaban, apalagi seorang pemimpin yang seharusnya bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya
Para pemimpin yang takut kepada Allah tidak akan menumpuk hartanya karena paham sekali bagaimana pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Nampaknya penguasa dan pejabat lupa jika harta itu ujian, bukan kebanggaan, Rasulallah SAW bersabda: "Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggung jawaban) tentang umurnya kemana dan habiskan untuk apa, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya dari mana dia peroleh dan kemana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa di gunakannya" (HR Tirmidzi)
Wallahu'alam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar