Potret Buruknya Kapitalis dalam Memberikan Hak Guru


Oleh : Windha Yanti. S (Aktivis dan Pemerhati Sosial)

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Irwan Fecho mengkritik pengangkatan proses guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang harus melalui seleksi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia berpandangan proses pengangkatan guru honorer menjadi PPPK seharusnya dilakukan berdasarkan masa pengabdian seseorang sebagai guru. Menurutnya, guru yang telah cukup masa mengabdinya seharusnya tidak mengikuti proses seleksi lagi karena akan mengalami kesulitan bersaing dengan guru yang masih muda masa pengabdiannya. (sumber : SINDONEWS.COM)

Demikianlah potret buram kapitalis dalam memberikan hak hak guru, tidak rasional dalam pengambilan kebijakan. Pasalnya pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau (PPPK) harus melalui proses sleksi terlebih dahulu di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Padahal jelas ini akan membuat guru yang masa pengabdiannya lebih lama akan kalah saing dengan guru yang baru.

Seperti yang terjadi pada seorang guru usia lanjut, beliau telah mengabdi sebagai guru pengajar honorer selama puluhan tahun, namun beliau masih harus mengikuti proses seleksi yang tak mudah, jangankan untuk menjawab soal yang begitu panjang dalam layar komputer dengan tulisan yang sangat kecil. Berjalan menuju ruanganpun sudah terlunta lunta, ketika masuk ruangan hanya bisa menangis, karena telah pupus harapan mereka yang menginginkan penghidupan lebih layak. (sumber : https://m.youtube.com/watch?v=LdcbEjeDfpY#menu)

Seharusnya para guru yang telah mengabdi sepuluh tahun lebih tak perlu lagi mengikuti seleksi untuk mendapatkan gaji yang lebih layak. Ketulusan mereka mendidik generasi bangsa selama puluhan tahun lebih layak diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau (PPPK) tanpa ada seleksi apapun. Inilah potret buruk sistem hari ini, guru tak lagi dianggap sebagai pahlawan, guru tak lagi dihargai cucur keringatnya. Sehingga pemangku kebijakan terlihat tak serius dalam memberikan hak hak guru.

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang menjadikan guru sebagai tombaknya peradaban,  guru adalah sosok yang sangat dihargai dan diperhitungkan kerjanya, karena lewat tangan tangan guru lahir generasi cemerlang yang akan meneruskan peradaban dunia. Dan lewat tangan tangan guru kebodohan dihapuskan dalam suatu negri. Sehingga sudah sepantasnya guru diberikan perhatian lebih dan penghidupan yang layak, agar mereka bisa fokus dalam mengajar tanpa harus memikirkan lagi kecukupan keluarganya.

Seperti dimasa kholifah umar bin Khatab, guru pangajar anak anak di gaji sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25gram emas; 1gram emas per 31 mei 2021 = Rp. 969.000 x 15 = 14.536.000 inilah gaji yang diberikan oleh sang kholifah Umar bin Khatab pada guru dimasanya. Sungguh sangat fantastis bukan dibandingkan dengan gaji guru hari ini. Begitulah Islam memuliyakan guru, karena memang tak ada aturan seindah dan semuliya Islam. Karena Islam turun dari Dzat yang Maha Mengetahui baik buruknya manusia.

Maka pentingnya sebuah institusi agar bisa diterapkannya aturan Islam di negeri tercinta, agar kesejahteraan bisa menaungi negri kita  yang kini gersang bagai bumi tak bertuan, haus dari kepemimpinan yang adil dan bijaksana. 

Wallahu'alam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar