Krisis Iklim dan Kerusakan Lingkungan, Butuh Solusi Islam


Oleh: Maria Ulfa

Bismillah. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (TQS. Ar-Ruum: 41).

Fenomena Climate Change atau perubahan iklim secara drastis dan kerusakan lingkungan yang mengiringinya bukanlah kejadian baru. Bumi kita telah terdiagnosa gejala sakitnya sejak tahun 1980-an, seiring dengan semakin canggihnya perkembangan Revolusi Industri.

Kemajuan teknologi merupakan bukti bahwa akal manusia sangat luar biasa kreatif dan inovatif. Ia bisa menghasilkan karya-karya yang mempermudah pekerjaan manusia. Namun, demikian setinggi apapun tingkat kemampuan akal manusia tetap saja ia memiliki keterbatasan, dan bisa saja tunduk mengikuti hawa nafsu yang merusak jika tanpa panduan dari penciptanya. 

Seharusnya hawa nafsu ditundukkan dengan akal yang memiliki pemahaman Islam, bukan sebaliknya. Bukan akal yang tunduk kepada hawa nafsu sehingga menghasilkan tindakan-tindakan yang merusak. Manusia hidup, jika tanpa tuntunan yang benar, akan sulit memahami dan sulit membedakan antara kebutuhan (hajat hidup) dengan keinginan (keinginan naluriah). Dari hal ini saja, masalah besar bisa timbul. Seperti saat ini, di mana hal yang bersifat keinginan naluriah justru diproduksi dalam jumlah yang berlebihan. Bahkan yang awalnya menjadi kebutuhan, kini jumlahnya juga tak dibatasi. Misal, orang kaya dalam hal makanan sehari-hari bisa saja berlebih-lebihan, bahkan makanan yang seharusnya masih bisa dimakan malah dibuang, tidak dihabiskan. Padahal, di sudut tempat lain masih banyak orang-orang kelaparan. Contoh lain, penggunaan kendaraan berbahan bakar seperti mobil, motor dll yang tidak dibatasi. Semua dibebaskan. Satu keluarga kaya, bisa memiliki dan menggunakan lebih dari satu mobil dan motor. Padahal, bahan bakar kendaraan tersebut adalah penyumbang emisi karbon. Termasuk penggunaan AC, kulkas dan sebagainya yang jarang atau bahkan tidak dimiliki oleh kalangan bawah.

Namun, antara si kaya dan si miskin hidup di atas bumi yang sama dan menghirup udara yang sama. Artinya, si miskin menjadi korban dari emisi karbon yang kebanyakan diproduksi oleh si kaya.

Belum lagi para penguasa yang bersahabat dekat dengan pengusaha, yang tak mampu menghentikan eksploitasi yang dilakukan oleh korporasi atas nama pembangunan. Deforestasi tak terhindarkan, demi memberikan lahan bagi korporasi untuk menjalankan bisnisnya. Hutan ditebangi dan beralih lahan. Ini juga merupakan sumber pelepasan emisi karbon yang besar. Yang merusak udara, cuaca dan lingkungan. Namun, tabiat manusia yang serakah telah merajalela, apa yang mereka sebut sebagai pembangungan namun di balik itu ternyata yang terjadi adalah perusakan, tetap dijalankan. 


Yang diupayakan Manusia Modern dalam Mengatasi Climate Change

Pada tahun 1990-an sejumlah negara yang selanjutnya dikenal sebagai peserta United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC atau jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan perundingan dengan klaim demi mengatasi climate change dan kerusakan lingkungan yang terjadi. Pertemuan para petinggi negara tersebut dikenal juga dengan COP (Conference of the Parties). Konferensi ini berlanjut menjadi konferensi tahunan yang diadakan sebagai pertemuan formal bagi peserta UNFCCC.

Pertemuan COP pertama diadakan di Berlin, Jerman pada bulan Maret 1995. Dari tahun sekian hingga tahun 2021 tentu bukanlah jangka waktu yang pendek. COP tahun ini yakni COP26 pun telah diselenggarakan pada tanggal 31 Oktober-12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. COP26 merupakan gelaran konferensi yang ke-26, di mana sebelumnya dijadwalkan pada akhir 2020 lalu, tetapi harus diundur karena merebaknya pandemi.

Pada pertemuan tersebut, para pemimpin negara menyampaikan pidatonya terkait kebijakan mereka  dalam upaya pengendalian krisis iklim di negaranya masing-masing atau dapat disebut juga sebagai kebijakan global. 

Lebih dari 100 pemimpin dunia berjanji untuk menghentikan deforestasi dan degradasi lahan hutan. Janji tersebut tertuang dalam Deklarasi Para Pemimpin Glasgow tentang Hutan dan Penggunaan Lahan sebagai hasil pembicaraan iklim COP26 di Glasgow, Senin (1/11). cnnindonesia.com


Bukan Menghasilkan Solusi yang Jelas Justru Memunculkan Perdebatan Data

Dalam konferensi tersebut presiden Jokowi menyampaikan pidatonya yang dikritisi oleh aktivis lingkungan Greenpeace. Pemerintah mengklaim telah sukses menurunkan deforestasi sementara LSM mengkritik dengan mengajukan data sebaliknya, yaitu adanya peningkatan deforestasi. 

Pemerintah terus menyuguhkan kepada publik sejumlah data untuk menguatkan klaim keberhasilan deforestasi. LSM yang berpandangan berbeda dianggap menyerang pemerintah. Bahkan Leonard Simanjuntak dan Kiki Taufik, yang mengkritisi pernyataan presiden Jokowi malah dilaporkan ke polisi dengan dugaan menyebarkan berita hoax dan pencemaran nama baik. 

Jauh di lubuk hati terdalam, sebetulnya rakyat tidak butuh otak-atik data dan klaim keberhasilan. Rakyat butuh hasil nyata berupa kebijakan yang utuh menyeluruh memastikan penyelamatan alam dan perbaikan kehidupan mereka.


Climate Change dan Kerusakan Lingkungan butuh Solusi Islam

Akar penyebab krisis lingkungan adalah 'Ideologi dan Sistem Kapitalis' yang materialistis dan mendominasi politik, ekonomi, dan sosial semua negara saat ini. Sistem yang terobsesi pada profit ini telah menciptakan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan pada banyak negara hanya demi mengamankan pendapatan dan keuntungan ekonomi, mengalahkan semua nilai kemanusiaan dan kebutuhan manusia, termasuk perlindungan lingkungan. Penyalahgunaan lingkungan yang berulang dan munculnya sejumlah masalah lingkungan hanyalah buah dari sistem ini; dan krisis yang kita saksikan tidak lain adalah warisan ideologi ini.

Sebaliknya, sistem Islam berbeda secara radikal dengan Kapitalisme. Nilai inti Islam adalah distribusi kekayaan, bukan hanya produksi. Tugasnya adalah memastikan bahwa setiap orang – bukan hanya segelintir orang – mendapatkan kebutuhan dasar hidup, seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian dalam jumlah yang cukup.

Allah (swt) menegaskan bahwa kekayaan tidak boleh beredar di antara segelintir orang dalam firman-Nya:
[كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ]
“…supaya harta (kekayaan) itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu...” [QS Al-Hasyr: 7]
[ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ]
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” [QS Al-Hajj: 28].

Pedoman dari Allah Yang Maha Mengetahui:
[وَكُلُواْ وَٱشۡرَبُواْ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ]
“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” [QS. Al-A’raf 7: 31]

وَٱلۡأَرۡضَ مَدَدۡنَٰهَا وَأَلۡقَيۡنَا فِيهَا رَوَٰسِيَ وَأَنۢبَتۡنَا فِيهَا مِن كُلِّ شَيۡءٖ مَّوۡزُونٖ * وَجَعَلۡنَا لَكُمۡ فِيهَا مَعَٰيِشَ وَمَن  لَّسۡتُمۡ لَهُۥ بِرَٰزِقِينَ * وَإِن مِّن شَيۡءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَآئِنُهُۥ وَمَا نُنَزِّلُهُۥٓ إِلَّا بِقَدَرٖ مَّعۡلُومٖ
“Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya. Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya; dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” [QS. Al-Hijr 15: 19-21].

وَلاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاَحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَتَ اللّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” [QS. Al-A’raf 7: 56].

Tidak peduli seberapa banyak kita mengubah kebijakan untuk "melindungi" lingkungan, selama sistem kapitalis masih utuh berlaku, maka tidak akan ada perubahan nyata yang akan terjadi. Karena Kapitalismelah yang menjadi akar dari banyak masalah yang dihadapi umat manusia. Hal ini seharusnya tidak mengejutkan bagi umat Islam karena kita telah diperingatkan tentang hal ini berulang kali dalam Al-Qur'an.

Ketika kita mengikuti apa pun selain Islam yang merupakan pedoman hidup dari Sang Pencipta kita, maka malapetakalah yang akan selalu dihadapi umat manusia. Demokrasi dan kapitalisme saling terkait erat, menjadi fondasi sebagian besar masyarakat Kapitalis sekuler, yakni pemisahan agama dari urusan kehidupan – yang meyakini bahwa manusia harus menentukan baik dan buruk berdasarkan keinginan mereka. Kenyataannya, justru menjauhi firman Allah (swt) inilah yang menyebabkan kerusakan dalam setiap aspek kehidupan, termasuk lingkungan.

Apa yang terjadi ketika kita berpaling dari risalah yang dibawa oleh Nabi kita Muhammad (saw) kepada kita?

وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا وَيُهۡلِكَ ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ
“Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” [QS. Al-Baqarah 2:205].

Pedoman dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ
“"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (indah). Dan sesungguhnya Allah telah menguasakannya kepadamu (sebagai khalifah). Kemudian Allah memperhatikan apa yang kamu kerjakan (di dunia itu).”. (Sahih Muslim)

Rasulullah (saw) bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ
“Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau menanam tanaman, lalu tanaman tersebut dimakan oleh burung atau manusia atau hewan, melainkan hal itu bernilai sedekah baginya.”. (Sahih al-Bukhari Muslim)

Abu Hurairah (ra) meriwayatkan bahwa orang-orang pernah bertanya kepada Rasulullah (saw) tentang pahala berbuat baik kepada hewan.Beliau menjawab,
«فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ»
“Setiap menyayangi makhluk hidup adalah berpahala.”. (Sahih al-Bukhari)

Luangkanlah waktu untuk merenungkan relevansi pesan-pesan penting dari Islam ini untuk dunia tempat kita hidup saat ini, dan sadarilah tanggung jawab berat yang diemban oleh umat Islam untuk menyelesaikan begitu banyak masalah umat manusia dan mengembalikan keadilan agung Islam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar