PEREMPUAN MENJADI SASARAN PELAKU UMKM


Oleh : Sri Setyowati (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Pada side event KTT G20 yang membahas soal UMKM dan bisnis milik perempuan yang diadakan pada hari Sabtu (30/10/2021) di La Nuvola, Roma, Italia,  Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa negara-negara G20 harus terus mendorong penguatan peran UMKM dan perempuan melalui sejumlah aksi nyata.

Presiden Jokowi juga  menyebut bahwa keberpihakan G-20 harus nyata bagi digitalisasi UMKM dan perempuan. Dukungan tersebut berupa pembangunan infrastruktur digital dan kerja sama teknologi, perluasan konektivitas digital secara inklusif, serta peningkatkan literasi digital pelaku UMKM.

Memberdayakan UMKM dan perempuan adalah kebijakan sentral dalam percepatan pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) di Indonesia. (antaranews.com, 30/10/2021)

Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementrian Kominfo,  Septriana Tangkary mengatakan bahwa para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung perekonomian bangsa. Ada 64 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi hingga 60 persen pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Dari jumlah itu, pelaku sektor UMKM didominasi oleh perempuan. Kontribusi perempuan untuk perekonomian Indonesia, terutama pada UMKM adalah sebesar 64,5 persen.
 
Septriana juga  menyampaikan akan pentingnya peran teknologi digital dalam pemberdayaan perempuan pelaku UMKM. Sehingga mereka dapat mengembangkan usahanya lebih baik lagi.
 
Hal ini dilakukan agar pekerjaan yang dilakukan lebih fleksibel, dapat mempromosikan kesetaraan gender, mendukung perempuan makin berdaya, lebih berpartisipasi dalam segala bidang, dan perubahan perilaku masyarakat berbasis digital.
 
Septriana juga mengungkapkan sangat terbuka luas potensi ekonomi digital Indonesia. Pada 2020, kontribusi ekonomi digital mencapai Rp 619 triliun, sehingga dapat menjadi akselerator membangkitkan ekonomi Indonesia. (republika.com, 16/10/2021)

Demikianlah pandangan Barat atas pemberdayaan ekonomi perempuan, yang hanya dilandaskan pada aspek ekonomi semata. Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai tonggak  kesejahteraan dan mengabaikan perannya sebagai ibu generasi. Pemberdayaan perempuan membuat perempuan dipaksa menjadi mandiri dalam hal keuangan,  negara mengabaikan nasib warga negaranya sendiri. Perempuan terpaksa menjadi tulang punggung,  karena negara tidak mengurusinya, yang pada akhirnya negara juga mengabaikan nasib generasi penerus yang akan lahir dari perempuan.

Pemberdayaan ekonomi perempuan dalam UMKM dan kesetaraan gender juga membuat perempuan untuk terjun dalam dunia kerja sebagaimana kaum laki-laki. Kesetaraan gender memaksa perempuan untuk disamakan dengan laki-laki dan menunaikan tanggung jawab laki-laki. Kesetaraan gender juga  yang memaksa perempuan untuk melupakan kodratnya sebagai perempuan. 

Kemiskinan selalu  menjadi problem yang dihadapi perempuan dalam sistem kapitalisme. Kondisi ini makin parah ketika terjadi pandemi Covid-19. Banyak perempuan kehilangan nafkah karena suaminya di-PHK, usahanya tutup atau meninggal menjadi korban pandemi. Akibatnya, sebagian para istri ikut mencari nafkah untuk mempertahankan ekonomi keluarga.

Dalam sistem kapitalisme, segala sesuatu diukur dengan materi, siapa pun dianggap sebagai sumber daya ekonomi yang harus bisa mendatangkan manfaat secara materi. Demikian pula perempuan, ia dipandang sebagai bagian dari sumber daya ekonomi.

Keterlibatan perempuan dalam dunia usaha dan dunia kerja dianggap sebagai jawaban dari persoalan kemiskinan perempuan. Karena itu upaya pemberdayaan perempuan diarahkan untuk membuat mereka bisa bekerja, memiliki usaha, dan menghasilkan uang.

Hal ini akan berpengaruh terhadap perannya sebagai pendidik anak-anaknya dan pengatur rumah tangga, sehingga ia kehilangan kesempatan untuk mengasuh dan merawat anak-anak dengan baik, sehingga mengakibatkan kemunduran kualitas generasi karena salah didik.Tentu saja hal ini akan berdampak pada ketahanan rumah tangga karena kesalah pahaman antara suami istri, dimana istri terlalu fokus bekerja.

Dalam Islam, suami ditetapkan  sebagai pemimpin rumah tangga yang wajib memimpin, melindungi, dan memberi nafkah kepada anggota keluarganya. Sedangkan istri berperan  sebagai ibu dan pengurus rumah tangga yang  bertanggung jawab mengatur rumahnya di bawah kepemimpinan suami. (Nizham Ijtima’i fi al-Islam, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani).

Allah SWT telah berfirman : 
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An Nisa : 34)

Karena itu tidak semestinya perempuan sebagai istri menjadi tulang punggung keluarga, dan menjadikan perempuan sebagai penggerak utama ekonomi.

Negara memiliki berbagai macam kekayaan alam seperti hutan, tambang, laut, yang semua itu merupakan pendapat negara jika dikelola dengan benar. Namun, negara begitu gampang menyerahkan pengelolaan SDA tersebut kepada asing dan swasta, seperti tambang emas Freeport di Papua, batubara di Kalimantan, serta diwilayah lain.

Bila negara bisa mengelola SDA tersebut dengan benar, maka perempuan tidak akan menjadi penggerak ekonomi karena kebutuhan mereka akan tercukupi dari suaminya dan negara.

Dalam Islam, pengelolaan SDA adalah tanggung jawab negara. Berdasarkan sabda Nabi SAW, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Artinya, seluruh SDA adalah milik rakyat. Negara tidak boleh menjual ataupun menyerahkannya kepada pihak asing atau swasta. Hak pengelolaannya jatuh pada negara, hasilnya harus dikembalikan pada rakyat dalam berbagai bentuk, seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, fasilitas umum, dll.

Islam mengatur pendapatan dan pemasukan negara berasal dari pengelolaan SDA, jizyah, kharaj, ganimah, fa'i, harta yang tidak ada pemiliknya, dll., bukan dari pajak maupun utang. Semua pemasukan itu dapat dipakai negara untuk memenuhi kebutuhan negara sehingga perempuan tidak lagi terpaksa bekerja demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Begitulah Islam dalam menempatkan segala sesuatu sesuai dengan  fungsinya, tidak hanya memandang sebagai materi, tetapi menerapkan semua masalah sesuai dengan  pandangan syariat.

Wallahu a'lam bi ash showab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar