PERLUKAH KESETARAAN GENDER UNTUK MUSLIMAH ?


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Indonesia terpilih sebagai negara pertama di Asia yang menjadi tuan rumah International Association Of Women Police (IAWP) Training Conference yang diselenggarakan di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membuka acara tersebut membahas mengenai kesetaraan gender di kalangan kepolisian. Selama ini ada stereotip institusi kepolisian hanya dianggap sebagai pekerjaan kaum pria, namun Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri)  telah memberikan ruang kepada Polisi Wanita (Polwan) untuk mendapatkan kesetaraan gender. Polwan saat ini telah diberikan kesempatan yang sama dalam hal rekrutmen, pendidikan, pelatihan dan jabatan yang setara dengan polisi laki-laki. (www.inews.id,07/11/2021).

Kesetaraan gender, isu yang tak pernah habis dibahas. Membawa angin segar bagi nasib perempuan yang seakan dibatasi oleh kultur patriaki. Ide kesetaraan gender sebenarnya lahir dari adanya diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan di berbagai belahan dunia pada masa lampau dalam sejarah masyarakat barat. Hal inilah yang menyebabkan perempuan barat menuntut keadilan dan kesetaraan. Perempuan barat mencari kebebasan dan kemandirian, bebas dari dominasi laki-laki, mandiri dalam menentukan sikap dan mengelola hak milik baik kekayaan maupun diri (tubuh) mereka sendiri.

Ide kesetaraan gender juga aktif di propagandakan ke seluruh dunia, termasuk ke negara-negara dengan mayoritas penduduk muslim. Hukum Islam mengenai menutup aurat diopinikan sebagai bentuk pengekangan kebebasan perempuan. Muslimah dianggap mengalami diskriminasi dan kekerasan karena dipaksa memakai pakaian yang boleh jadi tak disukai. Begitu juga dengan kepemimpinan dalam keluarga yang mengharuskan istri meminta izin kepada suami ketika misalnya bepergian. Kaum feminis penghembus kesetaraan gender menganggap bahwa tugas domestik adalah tugas tak penting yang merendahkan perempuan.  Sebagian masyarakat muslim menganggap ide ini sejalan dengan spirit Islam. Bahkan ada yang dengan bangga menyebut diri sebagai feminis muslim. Padahal jika mau teliti, ada perbedaan yang nyata antara spirit feminisme yang mengusung kesetaraan gender dan syariat Islam dari sisi manapun. 

Firman Allah, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al Hujurat:13). Dari ayat tersebut telah jelas bahwa Allah tak membedakan laki-laki dan perempuan. Kemuliaan di sisi Allah adalah milik laki-laki dan perempuan. Tak ada pembedaan gender, yang Allah lihat hanya kadar takwa yang dimiliki seseorang. 

Islam memandang laki-laki dan perempuan secara proporsional. Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengatur kehidupan dengan adil dan seimbang. Adakalanya Allah memberikan beban yang sama antara laki-laki dan perempuan dengan memandangnya sebagai manusia (insan) namun adakalanya Allah memberikan beban yang berbeda antara laki-laki dan perempuan karena adanya kekhususan sifat dan tabiat yang melekat pada laki-laki dan perempuan.

Perbedaan sesuai dengan sifat dan tabiat tersebut tentu bukanlah suatu bentuk diskriminasi seperti yang digaungkan kaum feminis. Perbedaan yang ada justru dapat saling mengisi dan melengkapi sehingga baik laki-laki maupun perempuan memiliki kedudukan dan tanggung jawab yang sama dan tak saling iri satu sama lain. Firman Allah, “Dan janganlah kamu iri hati  dengan apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kalian lebih banyak dari sebagian yang lain (karena) bagi laki-laki ada bagian yang mereka usahakan dan bagi perempuan (pun) ada bagian  dari apa yang mereka usahakan.” (QS. An Nisa:32). 

Laki-laki dan perempuan dalam Islam dipandang memiliki akal dan potensi yang sama sehingga hukum yang dibebankanpun sama, misalnya wajib beriman kepada apa yang wajib diimani, beribadah, berdakwah, menuntut ilmu, diperbolehkan bekerja, mengembangkan harta dan lain sebagainya. Perempuan yang memiliki alat reproduksi sehingga memiliki kemampuan untuk haid, hamil, melahirkan, menyusui tentu sangat berbeda dengan laki-laki secara fisik. Begitu juga perempuan yang memiliki peran khusus sebagai istri dan ibu tentu berbeda dengan laki-laki yang berperan sebagai kepala keluarga dengan segala hak dan kewajibannya masing-masing. Perbedaan tersebut bukanlah suatu pengistimewaan laki-laki atau justru diskriminasi terhadap perempuan melainkan justru menunjukkan keadilan dalam Islam. 

Perempuan muslim telah mendapatkan keadilan jauh sebelum perempuan barat menuntut kesetaraan gender. Hak dan kewajiban muslimah sudah jelas karena Islam telah mengaturnya dengan sangat rinci semata-mata bertujuan untuk melindungi dan menjaga kehormatan perempuan itu sendiri. Tak ada pengekangan seperti yang digaungkan kaum feminis. Dalam Islam tak ada larangan perempuan keluar rumah baik itu untuk aktivitas sosial berinteraksi dengan masyarakat bahkan untuk bekerja selama sesuai dengan syariat Islam dan tidak melalaikan kewajiban utama sebagai istri dan ibu. 

Muslimah tak butuh kesetaraan gender karena Islam memang tak mengenalnya. Tuntunan dalam Islam sudah lengkap. Isu-isu masalah perempuan yang tak kunjung usai akan menemui solusinya ketika syariat Islam dilaksanakan secara menyeluruh (kaffah) bahkan dapat menghantarkan bukan hanya perempuan dalam kemuliaan namun semua makhluk-Nya. Muslim harus yakin dan bangga memperjuangkan penerapan syariat Islam dan bukan ikut arus propaganda kaum barat sehingga ridho Allah Subhanallahu Wa Ta’ala akan kita dapat.

Wallahu a’lam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar