Bekasi Kota Investasi, Waspada Abrasi


Oleh: Astri Ummu Zahwa, SS

Musim penghujan kembali mewarnai hari-hari sebagian besar wilayah tanah air. Tak terkecuali wilayah Kabupaten Bekasi. Akan tetapi hujan kali ini mengakibatkan banjir rob yang merendam dua desa di dua Kecamatan. Yaitu Desa Samudra Jaya di Kecamatan Tarumajaya dan Desa Hurip Jaya di Kecamatan Babelan. Curah hujan yang tinggi dan naiknya air laut serta gelombang pasang di pesisir pantai utara pulau Jawa disinyalir menjadi penyebabnya. Selain berdampak pada rumah warga, genangan juga berdampak pada fasilitas umum maupun 100 hektar tambak dan menghanyutkan semua bibit udang dan ikan milik para petani tambak. (Okezone.com, 4/12/2021)
Banjir rob juga terjadi akibat kawasan hutan mangrove di sepanjang Pantai Muara Gembong, Bekasi rusak parah. Kawasan hutan mangrove Muara gembong ini merupakan bagian rangkaian ekosistem mangrove di pesisir utara Teluk Jakarta, dari Tanjung Pasir di Tangerang Banten, hingga ke Ujung karawang. Hutan Mangrove mempunyai peranan sangat penting mencegah pengikisan pantai oleh gelombang air laut dan ekosistem mangrove juga produsen utama sektor perikanan (www.mongabay.co.id). Sejatinya jika hutan mangrove di sekitar pantai tidak rusak akibat sifat rakus dan tangan jahil manusia, abrasi bisa dicegah. Karena banjir rob yang disebabkan kencangnya gelombang air laut bisa tertahan oleh hutan mangrove tersebut. 


Banjir Agenda Rutin
Nyaris setiap memasuki musim penghujan, banjir dan longsor siap mengancam berbagai wilayah Indonesia. Alasan klise yang disebutkan adalah karena curah hujan yang tinggi serta rusaknya daya dukung ekologis di daerah-daerah dataran tinggi. Misalnya akibat wilayah hutan teralih fungsi, atau banjir rob yang tak terkendali akibat hutan bakau terkikis reklamasi. Akan tetapi ironisnya, kejadian ini terus berulang tanpa upaya serius untuk memperbaiki kesalahan mendasar menyangkut paradigma pembangunan yang dikaitkan dengan keseimbangan ekologi. Maka wajar jika bencana terus meluas dan sering terjadi. 
Pemerintah seharusnya serius mengevaluasi dan juga memperbaiki kebijakan tata ruang di wilayahnya. Salah satunya perencanaan pembangunan yang terbukti mendegradasi lingkungan sebagai salah satu penyebab banjir. Pembangunan berparadigma sekuler kapitalistik selama ini hanya mengindahkan kepentingan para pemilik modal yang hanya berorientasi keuntungan materi. Inilah mengapa meningkatnya kasus bencana banjir sejalan dengan meningkatnya intensitas pembangunan di kawasan dataran tinggi atau wilayah penyangga air. Banjir juga sejalan dengan alih fungsi lahan sawah yang banyak terjadi. Baik untuk proyek perumahan, maupun pengembangan kawasan bisnis para kapitalis. Disamping itu, manajemen mitigasi bencana pun masih belum terbina dengan baik sehingga dampak bencana sulit diminimalisasi.  


Taat Syariat Atasi Banjir
Jika dilihat, sebagian besar penyebab banjir adalah karena faktor manusia. Dalam hal ini terkait kebijakan penguasa mengenai pemanfaatan lahan dan perencanaan pembangunan dikaitkan pengelolaan tata ruang kawasan. Penerapan sistem kapitalis yang diadopsi penguasa negeri ini telah menjadikan keuntungan materi sebagai faktor utama dan hal-hal lain diluar keuntungan materi menjadi terabaikan. Kolaborasi antara penguasa dan pengusaha dalam menetapkan kebijakan pun membuat para pemilik modal santai melakukan perusakan lingkungan atas nama investasi demi mengejar pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi.
Hal ini sungguh sangat bertolak belakang dengan Islam. Dalam Islam, manusia diperintahkan untuk menjaga dan mengelola alam dan menjadikannya sebagai salah satu tujuan penciptaan. Maka sebagai hamba Allah, menjaga alam merupakan kewajiban yang akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Allah SWT berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS, ArRuum:41) 

Juga dalam QS. Al A’raaf ayat 56, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.
Dalam ayat tersebut manusia diperintahkan untuk mengelola bumi dengan baik dan tidak merusaknya. Islam juga mengajarkan bagaimana memperlakukan dengan baik alam dan lingkungan menurut syariat Islam. Dalam hal ini porsi besar dalam penjagaannya dilakukan oleh penguasa atau negara. Karena fungsi negara sebagai pengatur, pelindung, sekaligus penegak aturan Islam yang sejatinya diturunkan untuk menjaga keseimbangan alam sehingga terwujud rahmat bagi semua.
Islam juga mengatur soal kepemilikan, mana yang boleh dimiliki individu, mana yang merupakan milik umum dan negara. Sehingga para kapitalis dan penguasa rakus tidak dapat seenaknya merusak lahan-lahan milik umum demi keuntungan sesaat. Jika melanggar, ada sanksi tegas yang siap menjerat para pelakunya. Islam mendorong para penguasa agar melakukan pembangunan semata-mata bertujuan mewujudkan kemaslahatan umat dan menjaga pelestarian alam serta lingkungan. Termasuk dalam tata kelola wilayah, pembangunan ekonomi, sumber daya manusia, dan kebijakan lainnya. Dengan penerapan aturan Islam secara kaffah segala bencana dapat terhindarkan dan dipastikan hidup menjadi lebih berkah serta diridhoi Allah SWT. Sudah saatnya kita segera kembali taat menjalankan syariat Islam sebelum datang bencana yang lebih dahsyat.

Wallahu a’lam bishshawab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar