Oleh: Hafizaturrahmah
Beberapa waktu lalu WHO (World Health Organization) kembali memperingatkan seluruh Negara bahwa telah muncul virus dengan varian baru yang bernama Omicron. Pertama kali ditemukan di daerah Afrika. Dikatakan bahwa virus ini lebih berbahaya dari varian-varian sebelumya. Tentu saja setiap Negara akan memberlakukan pengetatan kembali dan lebih waspada terhadap pergerakan si virus omicron ini, termasuk Pemerintah Indonesia.
Indonesia akan segera menindaklanjuti masalah ini. Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa akan memberlakukan kebijakan larangan masuk bagi Warga Negara Asing (WNA) dari 11 Negara. Diantaranya adalah Afrika Selatan, Botswana, Hongkong, Angola, Zambia, Zimbabwe, Malawi, Mozambik, Namibia, Eswatini, dan Lesotho. Tiga dari sebelas Negara ini telah terkonfirmasi menjadi Negara transmisi virus Omicron dan delapan sisanya karena letak geografis yang berdekatan dan berpeluang sudah menjadi wilayah transmisi virus Omicron (travel.kompas.com, 1/12/2021).
Yang menjadi pertanyaan adalah virus ini semakin hari semakin luas penyebarannya. Tidak ada yang tahu siapa saja yang telah terjangkit. Namun, mengapa pemerintah tidak segera menambah daftar Negara yang dilarang masuk ke Indonesia? Mengapa hanya pada 11 negara saja?
Termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat, mengapa mereka masih leluasa mengirimkan warganya ke Indonesia. Bahkan tenaga kerja asing (TKA) dari Tiongkok membanjiri Indonesia. Sudah menjadi rahasia umum kalau Indonesia menjadi Negara pembebek kedua Negara tersebut. Bahkan akan ciut nyalinya jika berhadapan dengan mereka.
Entah memiliki hubungan bilateral maupun multilateral, baik punya utang ataupun tidak, seharusnya Indonesia bisa melarang setiap warga Negara asing yang masuk ke negeri ini. Hal tersebut demi mencegah penyebaran virus Omicron yang katanya lebih ganas dan cepat penyebarannya. Artinya, Indonesia harus tegas kepada setiap negara agar tidak masuk ke negeri ini.
Dahulu ketika masa kepemimpinan Islam terdapat juga wabah yang mirip dengan Covid-19. Penyakit itu mematikan dan menyebar sehingga banyak warga yang meninggal termasuk para sahabat yang berada di wilayah terdampak. Masa-masa sulit itu terjadi padaa zaman Khalifah Umar bin Khattab ra. Penyakit tersebut bernama tha'un, dan terjadi di sepanjang negeri Syam.
Mengetahui penyakit ini berbahaya dan telah menjadi wabah, Khalifah Umar bin Khattab segera menutup akses keluar masuk negeri Syam. Dengan usahanya tersebut, walaupun berat dan sulit beliau tetap berikhtiar dan berdoa kepada Allah untuk dikuatkan menghadapinya.
Tidak lama kemudian beliau berhasil menghentikan penyakit tersebut karena beliau melakukan pemisahan antara warga yang sakit dan warga yang sehat. Beliau memerintahkan kepada orang-orang yang sehat agar mengungsi ke dataran yang lebih tinggi, sehingga beliau bisa fokus menyembuhkan orang yang sakit.
Dari kisah penanganan wabah Khalifah Umar bin Khattab, seharusnya pemerintah Indonesia bisa mengambil pelajaran bahwa ketika orang sehat bercampur dengan orang sakit akan menimbulkan penyebaran yang melesat. Begitu juga dengan kebijakan pemerintah yang seharusnya membatasi warga asing untuk masuk ke dalam negeri.
Jikalau kebijakannya masih pilah-pilih dan tidak konsisten, bukan tidak mungkin pemerintah akan semakin dicap sebagai pihak yang tidak sungguh-sungguh dalam penanganan wabah.
Wallahu a’lam bish showab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar