Oleh: Astriani Lydia, SS
Miris, begitulah kata yang keluar ketika melihat nasib para buruh. Bagaimana tidak, pemerintah terlihat sangat hitung-hitungan dengan upah buruh. Dilansir dari GALAMEDIA, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebut upah minimum pekerja di Indonesia terlalu tinggi. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan (Kemenaker), Dita Indah Sari langsung memberikan klarifikasinya bahwa Menaker Ida Fauziyah sama sekali tidak menganggap buruh di Indonesia tidak patut diberikan kenaikan upah yang tinggi. Dita membeberkan nilai produktivitas tenaga kerja Indonesia cenderung lebih rendah jika dibandingkan upah yang mereka dapatkan. Jumlah hari libur pekerja di Indonesia pun lebih banyak dibandingkan negara lain di Asia Tenggara. Maka protes pun dilakukan oleh para buruh, karena pernyataan tersebut dinilai tidak pro terhadap rakyat kecil. Lihat saja gaji para anggota Dewan yang fantastis mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Sungguh ketidakadilan nampak nyata di negeri ini.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pun menolak keras keputusan Menaker Ida Fauziyah yang menaikkan upah minimum rata-rata hanya 1,09%. Keputusan itu dinilai hanya melindungi pengusaha dengan retorika keadilan dan keseimbangan. Presiden KSPI Said Iqbal meminta pemerintah jangan hanya berpihak pada pengusaha karena yang terkena dampak pandemic bukan hanya pengusaha, tetapi juga para buruh. Said menyebutkan kenaikan upah minimum di daerah tertentu bahkan ada yang hanya Rp. 14 ribu. Ia juga meminta agar Menaker jangan membohongi publik dengan mengatakan bahwa upah minimum di Indonesia sudah tinggi. Menurutnya upah minimum di Indonesia rata-rata hanya di atas Myanmar, Laos, kamboja dan dibawah Vietnam. (detikFinance, 19/11/2021)
Permasalahan upah buruh tak kunjung usai di negeri ini tidak lain karena masih bercokolnya sistem diluar Islam yaitu kapitalisme. Begitupula dengan permasalahan Covid-19, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) level 3 pun akan diberlakukan kembali guna mencegah adanya lonjakan angka orang yang positif Covid-19. Di Bekasi misalnya, Pemerintah Kota Bekasi Jawa Barat mencatat, 18 kasus baru Covid-19 dalam sepekan terakhir. Berdasarkan laporan Komite Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Transformasi Pemulihan Ekonomi Kota Bekasi, penambahan 18 kasus tersebut terhitung sejak 11-17 November 2021. Dengan penambahan tersebut, kasus kumulatif Covid-19 di Kota Bekasi kini berjumlah 86.057 kasus. Sementara itu, Pemkot Bekasi juga mencatat angka kesembuhan totalnya 84.900 pasien atau 98,66 persen (Kompas.Com).
Berharap pada Sistem Islam
Melihat permasalahan yang tak kunjung usai, sudah saatnya para pemimpin negeri kembali berpikir ulang untuk tetap menggunakan sistem kapitalis. Dalam Kapitalisme, upah buruh ditentukan berdasarkan biaya hidup terendah. Alhasil para buruh mendapatkan sesuatu yang minimum sekedar untuk mempertahankan hidup. Akan tetapi dalam hal bekerja, para buruh bekerja sangat keras dan cenderung merasa tereksploitasi. Karena itulah, selama sistem penggajian buruh masih dirasa berat sebelah, maka sampai kapan pun masalah buruh dan pengusaha akan tetap ada.
Berbeda dengan Islam, dalam menentukan standar gaji buruh , Islam menggunakan manfaat tenaga (manfa-at al-juhd) yang diberikan buruh di pasar, bukan living cost terendah. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para majikan. Buruh dan pegawai negara sama, karena buruh mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat. Jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan dalam menentukan upah, maka pakar (khubara’) lah yang menentukan upah sepadan (ajr al-mitsl). Pakar ini dipilih oleh kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negaralah yang memilihkan pakar tersebut untuk mereka, dan negaralah yang akan memaksa kedua belah pihak ini untuk mengikuti keputusan pakar tersebut. Nabi SAW, bersabda: "Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)
Apabila di dalam akad disepakati akan ada tunjangan-tunjangan lain, maka orang yang mempekerjakan wajib memberikannya sesuai kesepakatan. Waktu pemberian gaji dan tunjangannya pun tidak boleh melenceng dari waktu kesepakatan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam penanganan wabah, Islam memiliki penanganan yang tuntas dan solutif. Misalnya dengan konsep lockdown yang tidak berorientasi pada ekonomi semata, melainkan fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya. Fasilitas kesehatan pun terus ditingkatkan kualitasnya. Pemeriksaan dan penelusuran terjadinya kasus positif akan ditangani dengan upaya dan riset paling mutakhir. Sementara itu, protokol kesehatan juga diterapkan di seluruh penjuru negeri dengan pengawasan.
Dengan demikian, ada korelasi antara sistem dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Sistem Kapitalisme memiliki seperangkat hukum yang lahir dari paradigma yang salah dalam mengurusi urusan rakyat, termasuk upah buruh dan penanganan wabah Covid-19. Sebaliknya, Islam memiliki seperangkat aturan yang shohih dan bersifat sistemis dalam menyelesaikan problematika yang ada. Jika kaum buruh dan banyak masyarakat merasa begitu sengsara dibawah sistem kapitalisme, sudah selayaknya kita turut memperjuangkan sistem Islam yang memiliki mekanisme yang khas dalam menuntaskan problematika kehidupan. Wallahu a’lam bishshawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar