Sistem Mitigasi Erupsi Semeru, Sudahkah Berjalan Optimal?


Oleh: Puji Ariyanti (Pegiat Literasi Untuk Peradaban)

Erupsi gunung semeru kembali terjadi. Mengeluarkan lava pijar, suara gemuruh serta asap pekat berwarna abu-abu. Selain menimbulkan korban jiwa, erupsi juga mengakibatkan puluhan korban luka hingga sejumlah rumah warga rusak sedang hingga berat.

Diberitakan Kompas.com, Minggu (5/12/2021), sebanyak 10 warga terdampak letusan Gunung Semeru masih terjebak di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Komandan Posko Tanggap Darurat Bencana Dampak Awan Panas dan Guguran Gunung Semeru Kol Inf Irwan Subekti melaporkan, hingga Selasa (7/12/2021) tercatat 34 orang meninggal dunia akibat erupsi Gunung Semeru dan 22 orang hilang.

Rupanya, banyaknya korban berjatuhan karena kesiapan pemerintah mengantisipasi bencana alam masih sangat kurang. Keberadaan Early Warning System (EWS) selama ini tidak ada di Desa Curah Kobokan. Padahal alat itu penting untuk mendeteksi peringatan dini bencana.

Minimnya peringatan serta edukasi soal bahaya lava panas juga diduga menjadi penyebab korban lamban selamatkan diri. Ternyata saat Awan Panas Guguran ( APG ) mulai turun ke lereng gunung sebagaian warga malah menyaksikan fenomena itu di lokasi pertambangan.

Sebuah fakta, negeri ini belum memiliki alarm pertama dalam menghadapi bencana. Padahal keaktifan gunung merapi telah terdeteksi lama. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG ) juga mencatat aktivitas vulkanik Gunung Semeru pada 1990, 1992, 1994, 2002, 2004, 2005, 2007 dan 2008 (BBCNEWS, 4/12/21 ).

Untuk itulah dibutuhkan Mitigasi. Dalam Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Pembangunan Mitigasi bencana membutuhkan sistem sebagai pendukungnya. Untuk itulah tak dapat dilakukan tanpa dukungan penguasa sebagai pemilik sistem. Jika dilakukan oleh para peneliti tanpa dukungan penguasa, tentu saja banyak kendala. Sehingga dukungan yang dilakukan selama ini belum dikatakan maksimal. 

Banyak kendala yang dihadapi para peneliti baik dari sisi dana, SDM maupun peralatannya. Fakta yang tak dapat dipungkiri dana merupakan benturan awal dalam sistem Mitigasi bencana. Kesulitan seperti ini wajar saja dalam sistem Kapitalis-Sekuler. Jika butuh dana yang sangat banyak satu-satunya cara dengan menambah hutang. Padahal Utang negara saat ini meningkat tajam.

Dalam sistem Kapitalis-Sekuler negara mencukupkan diri sebagai fasilitator. Konsepnya hanya bertugas memfasilitas lembaga-lembaga baik  lembaga dalam negeri ataupun luar negeri. Seperti yang kebanyakan terjadi Kebijakannya atas pertimbangan untung dan rugi.

Ini sangat berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam. Negara bertindak sebagai pe-riayah. Memfasilitasi dan mendukung pendanaan dalam berbagai penelitian keilmuan termasuk pendanaan mitigasi bencana. 

Akan ada pembinaan penyuluhan bagi masyarakat atas bahaya erupsi oleh lembaga terkait atau melalui berbagai media. Dengan demikian rakyat memiliki kesiapan jika terjadi bencana sewaktu-waktu. Demikianlah dalam sistem Islam, karena rakyat adalah amanah dan tanggung jawab negara.

Patut disadari segala bentuk bencana alam yang terjadi selama ini adalah bukti bahwa Allah SWT adalah maha kuasa atas segala sesuatu. Harusnya manusia makin menyadari bahwa manusia makluk lemah butuh zat yang Maha Tinggi.

Allah SWT berfirman:
"Dan apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi daerah-daerah (orang yang ingkar kepada Allah), lalu Kami kurangi (daerah-daerah) itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? Dan Allah menetapkan hukum (menurut kehendak-Nya), tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya; Dia Mahacepat perhitungan-Nya." ( QS. Ar-Ra'd Ayat 41 ).

Harusnya setiap muslim menyadari segala musibah yang terjadi adalah teguran dari Allah, agar kita berupaya keras untuk kembali kepada aturan Allah SWT di bawah institusi Khilafah Islamiyah. Wallahu'alam Bissawab[]




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar