Oleh : Yunita Purwadi
Kedatangan surat protes China atas pengeboran minyak bumi dan gas alam di wilayah Natuna dua pekan lalu, telah meningkatkan konflik Laut China Selatan yang sudah berlangsung sejak lama. Klaim China atas Natuna bukan tanpa dasar. China menganggap bahwa wilayah Natuna merupakan wilayah teritorial mereka berdasarkan Nine Dash Line (Sembilan Garis Putus-putus) yang dinyatakan sepihak. Adapun Indonesia, berkeyakinan bahwa wilayah Natuna merupakan wilayah perairan Indonesia yang masuk sebagai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) berdasarkan United Nations Convention of the Law of the Sea (UNICLO) di bawah PBB pada 1982. Artinya, Indonesia memiliki kewenangan penuh untuk eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam (BBC News, 3 Desember 2021). Kawasan Natuna selain sebagai lintasan laut internasional juga memiliki sejumlah potensi besar yang banyak dilirik oleh negara-negara dunia. Salah satu potensi di Kawasan Natuna adalah sumber daya alam. Cadangan minyak bumi mencapai 14.386.470 Barel dan gas bumi sebesar 112.356.680 Barel (Kompas, 30 September 2021)
Alternatif Upaya Hadapi China
Ambisi China untuk menguasai Kawasan Laut China Selatan sudah berlangsung sejak lama. Untuk mengamankan perdagangannya, maka China harus memiliki kekuatan militernya termasuk di Kawasan Laut China Selatan. Pemerintah Indonesia sampai saat ini tampaknya belum memiliki solusi jitu menghadapi manuver China. Diplomatic damai masih menjadi sarana andalan dalam menyelesaikan konflik ini. Para pakar pun memandang akan kesulitan jika Indonesia melakukan konfrontasi terlebih secara militer. Indonesia dinilai tidak akan mampu menghadapi militer China yang memiliki kekuatan yang jauh mumpuni baik dari sumber daya manusia maupun kualitas Alutsista. Begitupun rencana pendirian pangkalan militer di Kawasan Natuna dinilai kurang efektif. Bahkan dinilai akan menimbulkan masalah baru. Adapun upaya yang lebih realistis menurut pakar geopolitik asal Jepang, Kunihiko Miyake menyatakan, seharusnya Indonesia bisa membangun kerja sama dengan negara-negara lain dalam menghadapi masalah China. Upaya kolektif itu bisa dilakukan dengan kerja sama Indo-Pasific sebagai pengingat bahwa dominasi dan hegemoni terhadap kawasan perairan tertentu bukanlah tujuan yang dikehendaki bersama.(Kompas, 16 Januari 2020). Namun sampai saat ini China semakin agresif dalam tindakannnya di Kawasan Laut China Selatan. Sampai-sampai pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana mengatakan bahwa konflik laut China Selatan ini tidak akan usai sampai akhir zaman. Beliau mengatakan karena masing-masing negara memiliki dasar hukum yang berbeda. Apalagi China dinilai akan tetap akan mempertahankan apa yang menjadi keinginannya. Hal ini tentu saja akan terus mengganggu stabilitas pertahanan sebuah negara. Kedaulatan negara Indonesia akan terusik dengan banyaknya gangguan-gangguan dari asing. Padahal sebuah negara harus memiliki jaminan keamanan bagi rakyatnya baik di dalam negeri maupun luar negeri. Negara pun harus memiliki kejelasan dalam batas-batas teritorialnya. Sehingga negara memiliki kedaulatan yang kokoh yang tidak mudah dihegemoni pihak asing.
Cara Islam Menjaga kedaulatan Negara
Menjaga kedaulatan bagi sebuah negara merupakan sebuah kewajiban. Islam akan bertindak tegas bagi siapapun yang mengusik kedaulatan sebuah negara. Islam mengharamkan berbagai perjanjian internasional yang akan merugikan sebuah negara. Islam pun mengharamkan kaum muslim cenderung dan melakukan perjanjian dengan orang-orang kafir harbi. Semua itu notabene akan melemahkan pertahanan sebuah bangsa dan akan menguatkan penjajahan orang-orang kafr terhadap kaum muslim. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Quran Surat Al Mumtahanah ayat 1 : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengambil musuhKu dan musuhmu menjadi teman-teman setia”. Mengenai kedaulatan laut, Islam memandang bahwa laut merupakan kepemilikan umum. Haram individu atau pun asing menguasainya. Laut merupakan milik rakyat. Sebagaimana haditst Rasulullah bahwa “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Adapun pertahanan sebuah negara dalam Islam berdasarkan asas perang. Jika ada kapal-kapal asing yang hendak mengganggu stabilitas negara maka tentara-tentara Islam akan mengusirnya. Tentara-tentara islam akan bersiap di tapal batas territorial negara. Mereka dilatih untuk menjaga keutuhan wilayah negara Islam. Angkatan laut islam telah terbentuk pada masa Khalifah Ustman bin Affan. Melalui Muawiyah, yang saat itu menjabat sebagai gubernur di Syam mampu membangun armada laut yang canggih untuk menghadapi orang-orang Romawi (Byzantium). Muawiyah dan tentara muslim pun mampu menaklukan berbagai wilayah Afrika Utara, Spanyol, dan kawasan di Asia kecil. Kehebatan armada laut dan kapal-kapal laut yang kokoh menjadikan militer Islam sebagai militer terkuat saat itu hingga beberapa abad kemudian. Begitulah Islam, Sistem paripurna mampu atasi berbagai persoalan dunia, tak terkecuali urusan China.
Walllahu’alam bishawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar