TARIF LISTRIK MENGALAMI KENAIKAN DI NEGARA YANG PENUH PERHITUNGAN


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Pemerintah bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI berencana menerapkan kembali tarif adjustment (tarif penyesuaian) bagi pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada tahun 2022. Sebanyak 13 golongan masyarakat pelanggan listrik non subsidi perlu bersiap dengan kenaikan tarif listrik mulai tahun depan. Besaran kenaikan tarif belum ditetapkan karena akan disesuaikan dengan kondisi perekonomian seiring pandemi Covid-19 yang semakin membaik. Menurut Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana, tarif listrik bagi pelanggan non subsidi bisa berfluktuasi atau naik turun setiap tiga bulan disesuaikan dengan nilai tukar mata uang, harga minyak mentah dunia dan inflasi. Pemerintah sudah menahan tarif listrik untuk pelanggan non subsidi selama empat tahun karena menilai daya beli masyarakat relatif rendah. Karenanya pemerintah harus memberi kompensasi kepada PLN yang sudah menjual listrik dengan harga lebih rendah dari biaya produksi. Di sisi lain, pemerintah meminta PLN terus menerapkan efisiensi dalam operasionalnya serta meningkatkan penjualan listrik dan harus tetap memberikan pelayanan penyediaan tenaga listrik dengan baik. (Banjarmasinpost, 13/12/2021).

Penyesuaian tarif listrik yang berarti terjadi kenaikan tarif memang bukan pertama kali terjadi. Sebagai contoh pada tahun 2017 bahkan  terjadi tiga kali kenaikan tarif yaitu pada 1 Maret, 1 Mei dan 1 Juli meski selanjutnya selama empat tahun tidak ada kenaikan tarif namun di tahun 2022 penyesuaain tarif listrik kembali akan diberlakukan. Hal ini sepertinya telah menjadi kebijakan yang telah mengakar. Meski hanya naik pada golongan non subsidi namun tetap saja kebijakan ini membebani masyarakat. Bagaimana tidak, jika pelanggan PLN non subsidi ini berupa industri maka tentu akan berpengaruh pada harga barang yang dihasilkan. Ketika tarif listrik naik, biaya operasional untuk produksi juga akan naik yang pada akhirnya akan turut mempengaruhi harga barang yang menjadi konsumsi masyarakat. 

PLN sebagai penyedia layanan memiliki tiga tugas utama. Yang pertama, elektrifikasi hingga ke rumah tangga secara efektif dan benar. Tercatat pada 2020 rasio elektrifikasi mencapai 99,2% namun fakta menunjukkan masih banyak masyarakat terutama di daerah terpencil yang belum mendapat akses layanan listrik. Tugas kedua yaitu menetapkan harga listrik yang terjangkau ke seluruh elemen masyarakat. Dan tugas yang ketiga yaitu melakukan transformasi energi terbarukan (EBT). Namun selama masih menggunakan sistem kapitalis yang mengedepankan keuntungan bagi pemodal maka program EBT akan sulit berdampak positif untuk masyarakat. 

Tentu saja tak ada yang gratis di sistem kapitalis. Termasuk aliran listrik yang menjadi kebutuhan dasar, masyarakat harus membayar dengan kenaikan tarif dari tahun ke tahun atau disebut penyesuaian harga. Meski ada listrik bersubsidi namun nilai subsidi tersebut cenderung berkurang seiring waktu berjalan. Wacana kenaikan tarif pada tahun 2022 ini juga disinyalir karena adanya upaya pemerintah memangkas subsidi listrik untuk PLN sekitar 8,13%. Hal ini membuat PLN mau tidak mau harus menaikkan tarif agar tak terjadi lonjakan biaya operasional yang besar. 

Negara tak ubahnya penjual yang mencari keuntungan dari rakyatnya. Ada harga yang harus dibayar untuk sebuah pelayanan yang akan diberikan padahal bukankah melayani rakyat adalah tugas utama negara? Semestinya listrik dapat dinikmati rakyat dengan harga murah atau bahkan gratis. Apalagi Indonesia memiliki keberlimpahan sumber daya bahan bakar listrik, yaitu batu bara. Cadangan batu bara Indonesia saat ini mencapai 38,84 miliar ton dengan rata-rata produksi 600 juta ton per tahun dan umur cadangan batu bara 65 tahun dengan asumsi tidak ada temuan cadangan baru. Selain itu masih ada 143,7 miliar ton sumber daya batu bara. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin. 

Namun karena negara berhitung dalam memberikan pelayanan kepada rakyat maka seperti inilah yang terjadi. Negara justru menggandeng investor untuk melakukan pembangunan 35.000 megawatt hingga memaksa PLN berutang. Padahal kebutuhan rakyat bukan pembangkit megawatt namun pembangunan sarana transmisi dan distribusi listrik serta pemerataan elektrifikasi hingga pelosok desa. Keberlimpahan sumber daya alam pun seakan tidak ada artinya. Begitulah sistem kapitalis bekerja, keuntungan materi bagi yang berdana kuat adalah tujuan utama.

Rasulullah bersabda, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, padang rumput, air dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Listrik termasuk kategori api yang disebutkan dalam hadist karena menghasilkan energi panas dan sangat diperlukan untuk berlangsungnya kehidupan. Maka Islam menetapkan negara yang bertugas sebagai pengelola listrik untuk masyarakat, baik dari produksi maupun distribusi. Negara hanya diperbolehkan memungut tarif sebagai kompensasi biaya produksi dan distribusi sehingga tarif yang diambil juga dalam harga yang wajar dan tidak boleh sampai memberatkan rakyat. Listrik harus dikelola badan milik negara yang statusnya adalah institusi pelayanan bukan dijadikan institusi bisnis. 

Sistem Islam menjadikan negara sebagai penanggung jawab seluruh masyarakat untuk dipenuhi kebutuhan listriknya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas tanpa menghitung untung rugi yang akan diterima. Listrik murah bahkan gratis untuk semua rakyat baik di kota besar maupun desa terpencil, merata untuk semua rakyat, meski rakyat yang tidak menganut agama Islam sekalipun. Tak ada pembedaan karena ketika Islam menjadi landasan dasar setiap kebijakan yang diambil pemimpin maka hanya ridho Allah yang menjadi tujuan. Ketentraman dan kesejahteraan rakyatpun akan didapat ketika setiap syariat Islam sudah diterapkan secara menyeluruh menggantikan sistem kapitalis liberal yang sudah terbukti tak dapat mengayomi.

Wallahu a’lam bishawwab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar