Varian Covid Bervariatif, Islam Solusi Solutif


Oleh:  Ismawati

Sejak Maret 2020, virus covid-19 terkonfirmasi tersebar di Indonesia. Hingga akhir tahun 2021 ini virus covid-19 masih melanda negeri ini. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan beberapa macam varian atau jenis mutasi virus SARS-COV-2, yakni di antaranya Alpha, Beta, Gamma, Delta, Lambda, dan Kappa. Namun hingga kini tercatat hanya varian Alpha, Beta, dan Delta yang masih menyebar di Indonesia (CNBC 18/11/2021).

Namun tak berhenti di situ, muncul lagi jenis varian baru covid-19 yakni Omicron yang terdeteksi di Afrika Selatan. WHO telah menetapkan Varian of Concern atau VoC.Varian B.1.1.529 disebut memiliki banyak strain atau mutasi, bahkan melebihi varian lain yakni Alpha, Beta dan Delta. Dikutip dari CNBC (28/11) menurut ilmuan genom Afrika Selatan, varian Omicron punya mutasi yang sangat banyak lebih dari 30 protein lonjakan kunci, yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang.


Kegagalan Kapitalisme Atasi Pandemi

Banyaknya varian baru virus corona menunjukkan kegagalan negara dalam menyelesaikan penularan virus. Dua tahun sudah, aktivitas masyarakat terhenti karena virus semakin menjadi. Sekolah, ibadah, bahkan bekerja dianjurkan dilakukan di rumah. Karena keganasan virus tak kenal arah, siapa saja bisa terjangkiti. Dari awal, lockdown dilakukan setengah hati, lantaran khawatir dengan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan yang diambil tidak mengatasi masalah dari akarnya.

Wajar saja, selama ini negara mengemban sistem kapitalisme. Dimana standar yang digunakan adalah materi semata. Kebijakan yang lahir didorong karena untung dan rugi. Kasus penularan, bahkan yang meninggal karena covid hanya sekadar angka yang dihitung jumlahnya. Tidak bersungguh-sungguh menghentikan pandemi dengan kebijakan lockdown yang lebih efektif memutus pandemi.

Lihatlah, bagaimana kebijakan penangan pandemi kian berubah-ubah. Dicari solusi yang tidak mengambrukkan ekonomi. Kala masa Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa dan Bali, di saat rakyat dilarang ke luar rumah guna menekan penularan virus, justru Tenaga Kerja Asing (TKA) sebanyak 34 orang masuk ke Indonesia pada 7 Agustus 2021 (kompas.com 7/8/). Padahal, kebijakan seperti ini justru menimbulkan masalah baru, yakni mutasi virus yang semakin bervariatif dan berbahaya. 

Entah harus berapa banyak lagi masyarakat yang tak kebagian rumah sakit, oksigen maupun pelayanan kesehatan lainnya jika virus ini terus berkembang. Belum lagi masyarakat yang tidak taat prokes, menganggap ‘enteng’ virus saking lamanya keberadaan virus dan bertambahnya jumlah kasus. Catatan sepanjang tahun, kebijakan yang dibuat belum mampu menuntaskan kasus covid, justru jumlah kasusnya makin hari bertambah.


Islam Solusi Pasti

Jika sistem kapitalisme telah terbukti tidak mampu mengatasi pandemi, maka perlu kembali kepada solusi Islam. Dalam mengatasi wabah, Rasulullah Saw. mencontohkan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown. Sebagaimana dalam sebuah hadis, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khathtab ra. Menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi di wilayah kita, maka jangan tinggalkan tempat itu,’ lalu Umar bin Khathab berbalik arah meninggalkan Sargh” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hal ini dilakukan semata-mata melindungi nyawa kaum muslim. Maka, sangat penting saat ini pemerintah bersungguh-sungguh melakukan lockdown mengunci penyebaran virus. Kemudian penting adanya program tracing guna mendeteksi penyebaran virus. Selain itu, masyarakat juga terus menerapkan protokol kesehatan, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas masyarakat.

Demikianlah, Islam memberikan solusi permasalahan hidup manusia, termasuk dalam mengatasi virus. Virus covid-19 tidak boleh terus dibiarkan berlarut, bermutasi, dan membahayakan nyawa manusia. Virus ini harus segera dihentikan dengan menegakkan hukum Islam, sebagaimana yang pernah dilakukan pada masa Khilafah. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya hanya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan,” (QS. Al-Anfal : 24)

Dari sinilah penting menghadirkan pemimpin yang menerapkan Islam sebagai sumber hukum dalam sebuah kebijakan. Sehingga, pertimbangan yang dilakukan berdasarkan pahala dan dosa. Nyawa menjadi tujuan utama tak sekadar ekonomi semata. Sebagaimana Nabi Saw. menyampaikan bahwa nyawa seorang mukmin lebih berharga dari dunia dan seisinya. Rasullullah Saw. bersabda: “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasai 3987, Tirmidzi 1455).

Wallahua’lam bishowab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar