Zina Bukan Berbalut Madu Sehingga di Anggap Tabu


Oleh : Muzaidah (Aktivis Dakwah Remaja)

Pernah merasakan manisnya madu, semuanya pasti menikmati kenikmatan dan manfaat yang mampu menyehatkan tubuh. Tapi ada yang tidak menyehatkan, melainkan menyakitkan bahkan menimbulkan dosa begitu sengsara. Seperti kasus yang sedang viral ini. Berpacaran, kebanyakan penikmatnya mengatakan, itu ibaratkan madu, diambil dan disentuh manfaatnya beribu-ribu. Padahal ia adalah rancun yang paling mematikan dan merugikan.

Peristiwa di zaman ini tidak aneh memang, melihat kondisi kehidupan saja masih begitu jauh dari Islam. Membuat generasi menjadi nekat untuk menghalalkan segala macam aktivitas, demi membahagiakan atau menyenangkan dirinya. Tetapi malah merasa bosan jika mengambil peran sebagai manusia yang taat seutuhnya.

Tepat di hari Kamis (2/12/21), kasus perzinahan, melaporkan adanya pelecehan kepada wanita padahal perbuatan dan kemauan sendiri. Kembali terjadi, terhadap mahasiswi berinisial NW. Dikarenakan depresi sudah dua kali berhubungan terlarang bersama pacaranya berinisial RB oknum polisi. Dan NW nekat bunuh diri, diduga karena adanya paksaan pacar untuk mengugurkan kandungannya. (cnnindonesia.com 5/12/21)

Di tambah lagi keterangan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga, menilai bahwa kasus ini merupakan paksaan terhadap NW dan menyuruhnya untuk melakukan arbosi. Kasus ini pun termasuk kekerasan dalam berpacaran atau dating violence. Kategori pelanggaran HAM bagi pelaku, Randy pacarnya. MenPPPA meminta polisi agar secepatnya mengusut tuntas kasusnya dan memberikan hukuman kepada pelaku.


Fakta yang Menyakitkan

Jaminan untuk membela NW tidak bisa dilakukan tanpa dilihat dari sudut pandang Islam. Karena masih banyak kekeliruan yang dilontarkan pejabat, seolah-olah korban benarlah dipaksa dan tergolong korban pelecehan bukan karena keinginan. Padahal kejelasan di depan mata, bahwa keduanya melakukan aktivitas pacaran, adanya suka sama suka untuk mendekati keharaman. Memulai kedekatan akhirnya bablas tanpa aturan.

Baik yang wanita maupun pria, tetaplah pelaku penyimpangan yang tidak bisa sepenuhnya dibelah atas dasar HAM atau dinilai dari perundang-undangan. Sedangkan hukum yang berlaku tidak mampu menuntaskan masalah malah yang ada mendatangkan masalah baru. 

Fakta ini sangat menyakitkan, pasalnya kemaksiatan terus dilegalkan. Dukungan terhadap korban yang jelas bertindak salah terus dibela begitu saja. Kehormatan wanita tidak sepenuhnya dijamin negara agar membela dengan cara meniadakan aktivitas yang mendatangkan keburukan.

Kasus serupa, kebanyakan pelaku zina hanya dibiarkan dengan jaminan penjara tanpa diberikan efek jera, agar KS lainnya tidak terjadi. Dan kasus semacam ini bukan pertama kalinya terjadi. Akhirnya tindakan undang-undang yang berlaku tidak berhasil memberikan pemahaman kepada generasi, bahwa pacaran suatu jalan menuju kemaksiatan. Maka manusia tidak bisa terus-menerus bersandar kepada budaya liberal yang masih kental mengingkari terhadap hukum-hukum Allah diterapkan.

Karena dalam sistem demokrasi-sekuler, membiarkan generasi bebas melakukan apa saja hal yang wajar dibiarkan. Dalihnya adalah hak asasi manusia, wajib dimiliki siapa saja. Tidak berhak negara turut ikut campur tangan kecuali menyangkut perpolitikan.

Tersakiti, inilah perasaan sesungguhnya, tidak adanya pembelaan negara terhadap manusia, apalagi yang menjadi korban selalu wanita. Walau realitas mau pria atau wanita sama saja, masih banyak nekat melakukan keharaman, masih belum memahami dari tindakan yang dilakukan, apakah halal atau haram, dosa ataukah berpahala. Ketika kasusnya sudah hamil tidak dari jalur pernikahan, maka nasabnya tidak jelas, keharaman dari tindakan bisa dibuktikan melalui Al-Quran. Allah SWT, berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS.Al-Isra: 32).

Maksudnya, dari aktivitas pacaran tidak ada unsur kehalalan dari Islam, tidak ada dalih bahwa dengannya berkhalwat dan berikhtilat (berdua-duaan dan bercampur baur). Hal yang diperbolehkan, jelas tidak boleh dan hanya boleh jika keduanya sudah resmi menjadi pasangan suami istri.

Oleh karena itu, sistem yang dihadirkan manusia dengan tidak mengikuti yang rasul contohkan, maka selamanya jika dipertahankan tidak akan mendatangkan keamanan. Kejeniusan hukuman yang dipersaksikan juga tidak akan menjadi efek jera, sehingga tidak ada pelaku seperti RB lainnya. Yang ada dari kasus ini adalah bentuk terang-terangan mendukung undang-undang untuk membesarkan aktivitas perzinahan. Melalui pengesahan Permendikbud PPKS.

Akhirnya orang yang awam, yang belum memahami kabar Islam dan Al-Quran yang sebenarnya. Akan ikut-ikutan membolehkan atau mendukung perzinahan, walau itu atas dasar ketidaksengjaan dan karena keterpaksaan.


Sistem Islam Solusi Harga Mati

Sudah cukup ketidakadilan dipertontonkan, ketidakamanan selalu tidak dijamin, permasalahan umat tak kunjung terselesaikan, dan selalu ada kasus baru bermunculan. Manusia bukan penentu kesejahteraan, tetapi Allah, tuhan pencipta dan pengatur yang berhak menentukan. Bahkan kejeniusan dengan membuat perundang-undangan tidak bisa diharapkan sebagai tameng kejayaan.

Demikian Islam selalu memberikan jaminan dari setiap kehidupan. Sebagai dasar pemahaman dan keyakinan. Bahwa hukun Islam tidak sama dengan penetapan hukum manusia. Yang selalu banyak ketidakjelasan. Karena sumbernya Islam berasal dari Allah, melalui Al-Quran dan sunah. Setiap ada yang berbuat masalah, mau itu kejahatan atau kemaksiatan. Tetap ada sanksi tegas yang dipertunjukkan sebagai bentuk jerah.

Termasuk kasus yang lagi viral, yakni pacaran dan nekat melakukan perzinahan. Maka dalam sistem Islam, kehidupan yang mengikuti tuntanan Al-Quran. Sudah selayaknya diberikan hukuman pantas, berupa rajam, dicambuk, hingga dihukum mati. Bukan karena tidak sayang atau tidak ada belasan kasihan, dan bukan pula kejam.

Justru karena sayanglah makanya Islam menjaga nilai ketaatan individu dengan mematuhinya. Karena tugas negara adalah sebagai jawazir dan jawabir (penebus dosa dan pencegah dari perbuatan yang haram). Agar mengetahui adanya dampak dosa dan akibat yang diperbuat, jika dilakukan merupakan hal yang sia-sia juga kesengsaraan.
يٰنِسَاۤءَ النَّبِيِّ مَنْ يَّأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ يُّضٰعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِۗ وَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا ۔
''Wahai istri-istri Nabi! Barangsiapa di antara kamu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya azabnya akan dilipatgandakan dua kali lipat kepadanya. Dan yang demikian itu, mudah bagi Allah''. (Qs. Al-Ahzab:30).

Ayat di atas menjelaskan perbuatan keji, keharaman, niscaya Allah pasti melipat gandakan hukumannya. Dan peringatan berlaku untuk siapa saja yang nekat melakukannya. Maka apa yang dikabarkan Islam jangan diabaikan. Dan yang namanya kemaksiatan, selamanya tetaplah haram mau disengaja atau tidak sengaja dilihat dari tindakannya.

Berbanding dengan sistem sekarang, saat Islam berjaya ketakwaan individu masyarakat di dalam negara Islam sangat terjaga, selama 13 abad lamanya. Tak ada yang berhak membantah atau tidak setuju atas perlakuan adil yang Islam tunjukkan. Ketika berbuat kesalahan akan disanksi tidak dibiarkan begitu saja. Khalifanya pun akan memberikan setiap individu bekal ilmu Islam, sebagai benteng ketaatan, mudah berhati-hati menentukan pilihan.

Dengan demikian, wajar saja bahwa sistem Islam pantas dihargai mati, diperjuangkan kembali tanpa kenal lelah. Karena hanya dengannya manusia terbebaskan dari tindakan maksiat, menjalani hidup dalam ketakwaan. Hingga bersama-sama memasuki surga. Untuk itu tak pantas kalau demokrasi dengan asas tak pantas seperti liberal, sekuler dan lainnya, dijadikan kiblat kehidupan.

Karena ini menyangkut harga diri, kehormatan, keimanan dan akhir dari penilai Allah SWT. Dengan melihat realitas, hidup tanpa naungan Islam akan mati dengan sia-sia. Tidak ada penjagaan manusia, membolehkannya bertindak bebas tanpa nilai keimanan yang kukuh.

Maka dengan kembali viralnya permasalahan baru, seperti pelecehan, kemaksiatan, pembunuhan dan problematika umat yang hingga kini negara belum mampu menuntaskan. Karena masih berkiblat kepada hukum manusia bukan hukum Allah. Membuktikan tidak akan pernah aman dan tidak pernah selesai, kecuali saat sistem Islam memimpin. Cocok juga disebut sebagai harga mati, karena Islam senantiasa menjamin untuk mengatasi problem lainnya.

Wallahualam bissawab



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar