Anggaran Fantastis demi Moderasi: “Siapa yang diuntungkan?”


Oleh: Yuliana Suprianti (Anggota Lingkar Study Muslimah Bali)

Anggaran moderasi beragama lintas direktorat tahun ini mencapai 3,2 Triliun. Ketua komisi VIII DPR Yandri  Susanto mengungkapkan hal itu pada malam peluncuran Aksi Moderasi Beragama yang diselenggarakan Kementrian Agama (Kemenag) secara daring dan luring. Menurutnya sebelumnya anggaran moderasi beragama lintas direktorat jenderal itu hanya Rp. 400 miliar. Jika melihat angka ini, anggaran moderasi beragama mengalami kenaikan. 

Dalam kesempatan ini pula Kemenag meluncurkan empat modul moderasi beragama. Keempat modul itu menurut Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Prof. Muhammad Ali Ramdhani yaitu, modul Pendidikan Karakter Melalui Moderasi Beragama, modul Penguatan Wawasan Moderasi Beragama, modul Integrasi Moderasi Beragama Pada Pendidikan Agama Islam, dan modul Pengembangan dan Pengelolaan Kegiatan Moderasi Beragama Bagi Siswa. Dalam rangka menindaklanjuti empat modul tersebut, Ramdhani melanjutkan Ditjen Pendidikan Islam mencanangkan piloting implementasi moderasi beragama di sekolah dan madrasah. Piloting ini dilakukan secara bertahap dan sasaran awal yang dituju adalah empat provinsi yakni NTB, NTT, Jawa Timur, dan Kalimantan Utara.

Melihat besarnya anggaran dan terlibatnya berbagai sektor kementrian di Indonesia dalam mengaruskan moderasi beragama seolah menandakan bahwa masalah moderasi beragama adalah masalah utama dan mendesak untuk segera diselesaikan. Padahal di saat yang sama permasalahan dalam bidang ekonomi, masih banyak yang belum terselesaikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan masyarakat adalah barang mahal yang sulit untuk dijangkau. Bukankah angka kemiskinan di Indonesia masih terbilang tinggi terlebih dampak pandemi. Badan Pusat Statistik mencatat ada 27,54 juta orang miskin di Indonesia pada Maret 2021. 

Jika melihat tujuan diarusutamakannya moderasi beragama di Indonesia, adalah untuk menanamkan pemahaman moderat (pertengahan) dalam memahami islam. Artinya tidak boleh radikal dan juga tidak boleh liberal, tidak boleh berlebihan dalam berislam dan juga tidak boleh terlalu bebas dalam menjalankan islam. Menurut Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum (Ketua Kelompok Kerja Moderasi Beragama Kementrian Agama RI) moderasi beragama dibutuhkan karena adanya sikap ekstrem dalam beragama. 

Sikap moderat dalam beragama tidak pernah dicontohkan dalam islam. Allah swt memerintahkan hambaNYA untuk senantiasa menjadikan islam sebagai jalan hidup dan diterapkan dalam lingkup ibadah, akhlaq, dan hubungan sosial. Jika Allah swt. memerintahkan suatu hukum atas kaum muslimin, maka tidak ada pilihan lain bagi mereka selain menaatinya, bukan justru merubah dan menggantinya dengan hukum lain dengan alasan ambil tengah-tengah nya saja atau bersikap moderat. Misalnya Allah sebutkan dalam QS.AL Kafirun tentang sikap kita kepada ibadah agama lain yakni mendiamkan dan tidak mendukung sebagaimana apa yang dicontohkan juga oleh Rasulullah SAW, Maka jangan ada sikap mengikuti seperti mengikuti perayaan natal, karena itu tergolong menyerupai suatu kaum.  Agar kaum muslimin tidak berlebihan dalam agamanya, maka ditawarkanlah islam moderat (pertengahan) dengan menyesuaikan pada kehendak manusia bukan kepada dalil. Maka, sikap ini sama saja dengan sikap mengabaikan dan merubah hukum yang telah Allah tetapkan dengan alasan ingin menjadi bangsa yang moderat.

Moderat dalam beragama adalah pemahaman yang lahir dari gaya berfikir sekuler yang telah dipopulerkan oleh lembaga RAND Corporation-sebuah wadah pemikir kebijakan global Amerika Serikat- yang membagi islam menjadi 4 (kelompok) yaitu : kelompok fundamentalis (radikal),  kelompok tradisoinlais,  islam moderat, dan islam liberalis. AS di sarankan untuk membentuk mitra dalam menghadapi pemahaman islam. yaitu dengan membentuk islam moderat yang disebut sebagai islam yang terbuka terhadap ide-ide barat seperti nasionalisme, demokrasi, HAM, toleransi, pluralisme, kesetaraan gender, dan pemahaman sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Sejatinya inilah yang sedang diadopsi oleh negeri-negeri musliam termasuk Indonesia. berbagai kebijakan diambil untuk menyukseskan agenda penyebaran islam moderat di Indonesia. misalnya beberapa bulan lalu Kemenag mengusulkan penting adanya rekontekstualisasi fiqih (upaya menyesuaikan Fiqih Islam dengan fakta), yang dinilai sebagai salah satu sikap moderasi beragama. bahkan hingga masuk ke kurikulum pendidikan, materi ajar pendidikan islam, bahkan hingga menunjuk agen moderasi dari kalangan Millenial.

Hal ini menandakan bahwa ancaman tengah mengintai kaum muslimin. Mereka ditawarkan dan dipaksakan racun sejak dini dan secara sistematis. Para pemangku kebijakan hari ini bergerak sebagai roda bahkan kaki tangan untuk memuluskan agenda besar barat dan menguntungkan mereka dalam melawan islam. maka sudah seharusnya islam moderat ditolak dan dijauhkan dari kaum muslim khususnya generasi muslim.

Wallahua’lam bi Ash-Showwab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar