Corona Belum Reda, Perlu Kembali Pada Aturan Ilahi


Oleh : Ismawati

Berlarut, satu kata menggambarkan kondisi penyelesaian virus corona di negeri ini. Pasalnya, sejak 2020 diumumkan ada penyebaran virus corona di Indonesia. Hingga 2021 kini, virus tak kunjung berhenti. Justru menimbulkan mutasi virus baru. Seperti yang baru-baru ini digegerkan dengan penemuan Deltacron yakni varian baru Corona gabungan Delta dan Omicron.

Dikutip dari detikhealth (10/1/22), Leondios Kostrikis, professor ilmu biologi di Universitas Siprus, menyebut strain dinamakan Deltacron lantaran tanda genetiknya mirip Omicron berada di dalam genom varian Delta. Laporan yang dimuat pertama kali di Bloomberg menunjukkan ada 25 kasus Deltacron yang ditemukan sejauh ini. 

Jika sudah banyak mutasi virus seperti ini, artinya kondisi kita tidak sedang baik-baik saja. Butuh penanganan serius yang menyeluruh sehingga mampu menyelesaikan pandemi. Masalahnya, corona sudah menyerang kehidupan masyarakat baik dari segi nyawa hingga ekonomi. sayangnya, berbagai upaya yang dilakukan pemerintah belum mampu meredakan kasusnya. Bongkar pasang kebijakan, demi menghalau kasus. Sedihnya, setiap hari kita mendengar berita orang-orang yang terpapar. Bahkan, jumlahnya tembus 4.270.294 per 15 Januari (detiknews.com 15/1/22). 


Belum Reda

Maka, bagaimana pun laju virus corona harus dihentikan. Tidak cukup dengan menggalakkan vaksin saja atau yang terbaru dengan memberikan vaksin booster untuk beberapa golongan. Sementara, akses masuk dan keluar negeri masih dibuka. Faktanya, virus corona varian Omicron pertama kali muncul di Indonesia berasal dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang tiba dari Nigeria tanggal 27 November 2021. Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengumumkan kasus pertama terdeteksi pada petugas kebersihan di Wisma Atlet (Kompas.com, 17/12/21).
 
Oleh karena itu, butuh upaya serius pemerintah untuk mengatasi kasus ini. Tak boleh membiarkan hingga terjadi penyebaran virus yang semakin massif. Mengingat, virus corona semakin cepat bermutasi dan menyebar. Penggalakkan vaksin saja tidak cukup, jika keran lalu lalang ke dalam dan luar negeri membanjiri. Langkah yang paling tepat adalah menutup pintu akses ke luar negeri. Menutup celah kemungkinan seseorang yang membawa virus itu ke negeri kita. 

Hal ini sejalan dengan apa yang disampaikan oleh pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah yang menilai bahwa pemerintah seharusnya melarang masyarakat untuk melakukan perjalanan ke luar negeri (Kompas.com, 17/12/21). Sebuah kebijakan yang jomplang nantinya jika rakyat biasa diminta berdiam diri di rumah, menggalakkan protokol kesehatan hingga vaksinasi. Sementara pintu masuk ke dalam dan luar negeri terus dibuka. Faktanya, justru yang melancong ke luar negeri yang membawa virus masuk ke negeri ini.

Meskipun langkah ini nantinya akan berdampak pada ekonomi Indonesia. Namun, di sisi lain akan menyelamatkan nyawa manusia. Jika manusianya sehat, pemulihan ekonomi rasanya tidaklah sulit. Nyawa manusia sangat berharga dibanding kenikmatan dunia. Masyarakat tidak boleh terus dibiarkan hidup berdampingan dengan virus corona. Sehingga, orientasi dalam membuat kebijakan tidak boleh sebatas kepentingan ekonomi saja, tapi juga kemaslahatan rakyatnya.


Kembali pada Aturan Ilahi

Sungguh, perlu dipahami oleh pemimpin kita bahwa rakyat adalah tanggung jawab pemimpinnya. Hal ini sejalan dengan hadis Nabi Saw. dari Abdullah bin Umar ra. “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka”. Disebutkan juga dalam hadis lain, Rasulullah Saw. bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakayat) dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya” (HR. Muslim).

Sehingga, kebijakan yang lahir dari penguasa harus sejalan dengan kepentingan rakyat. Dalam mengatasi wabah, Islam telah mengajarkan untuk melakukan lockdown atau mengunci wilayah. Rasulullah Saw. bersabda : “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu” (HR. Bukhari).

Hadis ini jelas bahwa penguncian wilayah dilakukan untuk menyelamatkan nyawa. Sehingga antara yang sakit dan sehat terpisah. Wilayah yang sudah terdeteksi virus akan dijaga agar bisa sembuh dari virus. Sementara wilayah yang belum terdeteksi virus tidak diperbolehkan ke luar karena khawatir dapat membawa virus tersebut. Sehingga, virus tidak akan mudah menyebar seperti sekarang ini, hingga bermutasi sampai menimbulkan varian baru.

Oleh karena itu, penting bahwasanya menghadirkan sosok pemimpin yang menerapkan syariat Islam dalam mengatur kehidupan. Sehingga, standarisasi pengambilan kebijakan berdasarkan perintah Allah Swt. dengan mempertimbangkan keselamatan rakyat. Pemimpin ini nantinya akan bersungguh-sungguh menyelesaikan pandemi dengan memperhatikan seluruh aspeknya. 

Wallahu a’lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar