Kesehatan Menjadi Destinasi Wisata, Solutifkah Ditengah Pandemi?


Oleh : Mira Ummu Abdan

Bali sebagai wilayah destinasi wisata yang paling diminati dinegeri ini baik dari luar negeri maupun didalam negeri. Hanya saja sejak adanya pandemi justru yang paling kena imbas keterpurukan ekonomi wilayah ini. Disebabkan jebloknya jumlah para wisatawan. Dengan kondisi ini tentu upaya keras bagi Bali sendiri untuk menghadapi dan memulihkan ekonomi dari sektor pariwisata karena sektor ini yang paling menunjang kondisi Bali. Bahkan dampak pandemi sebagian besar sektor ekonomi anjlok, dan banyaknya UMKM dan toko-toko besar tutup. Ketergantungan pada para wisatawan luar negeri sangat besar sebab Bali masih menjadi Primadona wisata didunia sebelum pandemi, tapi sejak pandemi justru wisatawan asing tidak lagi bisa berkunjung karena kekhawatiran akan kondisi kesehatan mereka. Bukan hanya dari berbagai negara akan tetapi Bali maupun Indonesia korban cov19 terbanyak. Bahkan mencapai ratusan ribu yang wafat dan juataan diantaranya terinfeksi.

Sementara pemerintah pusatpun terus berupaya agar Bali tetap harus berada pemulihan ekonomi yang tetap menjadikannya sebagai pariwisata dunia.Berbagai upaya dilakukan agar khas wisata Bali tetap dipertahankan. Bahkan masa Pandemipun menjadi peluang menjadikan sektor wisata digandengkan dengan kesehatan. Atau dengan kata lain kesehatan Bali dijadikan wisata atau destinasi bagi para wisatawan asing dan domestik sebagaimana dinegara-negara lain. Sebagaimana ketika Presiden Jokowidodo meresmikan Rumah Sakit Internasional Bali beberapa waktu lalu. Dan menginginkan agar rumah sakit ini sebagai salah satu rumah sakit dunia, berharap agar banyak yang berobat dan tidak lagi bagi rakyat indonesia berobat keluar negeri. Serta  ketika wisatawan berkunjung ke Bali dapat menjadikan rumah sakit ini menjadi kunjungan mereka.

Pada awalnya Menparekraf Sandiaga Uno mencanangkan wisata kesehatan ditiga wilayah Jakarta, Medan dan Bali. Sehingga Bali jadi salah satu daerah yang telah dicanangkan menjadi destinasi wisata kesehatan. Menparekraf Sandiaga Uno mengamini bahwa isu tersebut benar adanya. "Terkait potensi Bali sebagai destinasi wisata kesehatan (health destination) dan wisata medis (medical tourism destination), memang merupakan salah satu program yang akan dijalankan Kemenparekraf," kata Sandiaga dalam acara temu wartawan mingguan.(detiktravel.com. 31/8/2021).

Sehingga peletakan batu pertama oleh Jokowidodo di Bali merupakan implementasi dari apa yang dicanangkan oleh Menparekraf Sandiaga uno. Selain itu Jokowi mengatakan bahwa rumah sakit yang dibangun di atas lahan 41,5 hektare itu akan bertaraf internasional. Rumah sakit didirikan atas kerja sama Kementerian BUMN dengan Mayo Clinic dari Amerika Serikat.

Bali International Hospital dibangun untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Jokowi menyebut selama ini 2 juta orang ke luar negeri untuk berobat setiap tahun.

"Kalau ini jadi, tidak ada lagi rakyat kita, masyarakat kita, pergi ke luar negeri untuk mendapat pelayanan kesehatan," ucap Jokowi.(CNN.com/27/12/2021) Dengan harapan adanya wisata kesehatan dapat menunjang pemulihan sektor ekonomi. 

Yang menjadi masalah adalah mengapa kesehatan wisata dipandang penting dalam memulihkan ekonomi Bali?bukankah disaat pandemi seperti ini untuk biaya kesehatan saja sebagian besar masyarakat mengalami kesulitan dalam membiayainya? Terlebih lagi kerjasama yang dilakukan dengan BUMN dan Mayo Clinic dari Amerika justru semakin manampakkan bahwa kesehatan adalah sektor diperjual belikan kepada rakyat. Yang lebih menguntungkan pihak swasta. Kesehatan dijadikan bisnis bukan lagi menjadi hak setiap rakyat mendapatkan pelayanan dari negara yang bertanggungjawab. Tentu saja semua itu memang terjadi dalam sistem kapitalisme yang dianut oleh negara ini.Sebab pandangannya bahwa kesehatan merupakan peluang dalam berbisnis.Bukan lagi dipandang sebagai salah satu kebutuhan pokok dan penting. Yang tidak seharusnya diperdagangkan. 

Hal ini juga menegaskan bahwa tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan rakyatnya tidaklah murah dan mudah melainkan apa yang bisa dibayar oleh rakyat itulah yang akan difasilitasi oleh negara. Artinya peran negara dalam sistem kapitalisme adalah berdagang kesehatan kepada rakyatnya Padahal rakyatnya sudah dibebankan kewajiban pajak dll. Yang semestinya timbal baliknya salah satunya kesehatan yang berkualitas, murah dan mudah bagi rakyatnya. Tapi kenyataannya balik kekantong-kantong para kapitalis. Bahkan 'perselingkuhan'penguasa dan para kapitalis mengeruk rakyatnya atas nama kesehatan wisata.

Belum lagi akses kesehatan yang sulit didapatkan oleh rakyat menengah kebawah. Justru hanya  bisa diakses oleh kalangan tertentu. Masih carut marutnya pelayanan kesehatan dan penanganan pandemi. Muncul varian baru cov19.  yang kemungkinan akan melonjak.

Dengan fakta bahwa kesehatan akan dijadikan wisata tidak ada relevansinya.Sebab membangun rumah sakit adalah untuk mengobati dan memulihkan pasien-pasien yang sakit. Dan pastinya pasien yang berobat tidak akan betah berlama-lama dirumah sakit.Meskipun fasilitas memadai atau dijadikan objek wisata. 


Peran Negara Islam dalam Kesehatan

Dalam  Islam kesehatan bukanlah ajang bisnis ataupun sebagai bagian dari sarana wisata yang menghasilkan materi demi kepentingan negara apalagi para kapital. Karena kesehatan adalah kebutuhan pokok dan mendasar. Sehingga negara bertanggungjawab dalam mewujudkan kesehatan yang terbaik bagi rakyatnya. Sebagaimana pelayanan kesehatan dalam negara dapat dipastikan pernah terjadi dimasa Rasulullah saw dan para khulafa.

Negara Khilafah menyediakan layanan kesehatan untuk mewujudkan jaminan terhadap urusan rakyat, bukan untuk mencari untung. Visinya adalah mewujudkan layanan terbaik untuk rakyat, bukan besaran dana yang masuk ke kas negara. Bahkan, dalam Khilafah tidak ada kas satu dinar pun yang dipungut dari sektor kesehatan, karena penyelenggaraannya gratis.

Bukan tanpa alasan Khilafah menggratiskan layanan kesehatan. Rasulullah saw. mencontohkan penggratisan layanan kesehatan bagi rakyat Daulah Islam yang beliau pimpin. Rasulullah saw. selaku kepala negara pernah mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis dan menjadikannya dokter umum bagi seluruh masyarakat secara gratis. 

Khulafa penerus Rasulullah pun meneladani beliau dengan menyediakan layanan kesehatan gratis nan berkualitas. Khalifah Umar bin Khaththab ra. pernah memanggil dokter untuk mengobati Aslam (pembantu beliau) secara gratis. Khalifah Umar bin Khaththab ra. juga mengalokasikan anggaran dari Baitulmal untuk mengatasi wabah penyakit di Syam. Sepanjang 13 abad masa kekhalifahan, tidak pernah terjadi komersialisasi kesehatan yang berakibat mahalnya layanan kesehatan. Negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Islam, tidak hanya di kota-kota besar. Bahkan, ada rumah sakit keliling yang mendatangi tempat-tempat terpencil, juga para dokter yang mengobati tahanan. 

Rakyat Khilafah bisa merasakan layanan kesehatan terbaik level dunia tanpa mengeluarkan biaya sama sekali. Begitu bagusnya layanan kesehatan dalam Khilafah sehingga para pelancong asing pun ingin ikut mencicipi layanan rumah sakit yang mewah dan sekaligus gratis tersebut.  Biaya kesehatan bisa gratis karena Khilafah menanggungnya dengan dana dari Baitulmal (kas negara) yang bersumber dari pengelolaan kekayaan publik, bukan dari iuran rakyat. Negara membiayai penelitian dan membangun industri di bidang kesehatan, tidak menyerahkannya pada swasta sehingga korporasi tercegah untuk mendominasi sektor vital ini. Individu yang kaya boleh turut membiayai pelayanan kesehatan melalui mekanisme wakaf. Misalnya, Saifuddin Qalawun, seorang penguasa pada zaman Abbasiyah yang mewakafkan hartanya untuk memenuhi biaya tahunan Rumah Sakit Al-Manshuri Al-Kabir di Kairo, Mesir. 

Namun, sayangnya, praktik penyediaan layanan kesehatan yang luar biasa membahagiakan rakyat ini berakhir ketika Khilafah runtuh dan sistem kapitalisme mendominasi dunia Islam. Tanggung jawab negara terhadap layanan kesehatan pun lepas bagian per bagian. Dengan jelas bahwa menjadikan kesehatan sebagai destinasi wisata dalam memulihkan ekonomi bagi bagi bukanlah solusi yang tepat. Apa tah lagi ditengah kondisi rakyat masih sulit mengakses kesehatan. Oleh karena itu tidak ada solusi paripurna untuk mewujudkan layanan kesehatan berparadigma pelayanan terbaik, kecuali dengan mewujudkan sistem Khilafah. 

Wallahu'alam. 



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar