Khutbah Jum'at : Negara Pelindung Umat


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا،
 أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى 
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
 (QS al-Anfal [8]: 27).

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita semua di hari yang mulia ini, di tempat yang mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasul Akhir Zaman Sayyidina Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya.

Bertakwalah kepada Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Mahabenar, dan Mahaadil. Taati semua perintah-Nya. Bukan hanya dalam hal ibadah semata, tapi seluruh aturan yang telah diturunkan-Nya lewat baginda Nabi shallallahu alaihi wa sallam.  Sungguh, itulah jalan kita, jalan umat manusia, menuju keridhaan-Nya, kebahagiaan dunia dan akhirat.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah, 
Jika kita buka kembali hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang periodisasi umat akhir zaman, tampaknya kita sedang memasuki periode keempat, yakni mulkan jabriyyan atau penguasa yang otoriter atau diktator. Penguasa bertindak semaunya, tanpa peduli nasib rakyatnya. Seolah dialah yang berwenang dan berkuasa sepenuhnya.

Masih belum hilang dari ingatan kita, penguasa dan wakil rakyat mengesahkan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang ditentang oleh rakyat hingga aksi besar dan menimbulkan korban jiwa. Terbukti kemudian Undang-Undang itu, menurut Mahkamah Konstitusi, inkonstitusional. Kini rakyat dibuat lebih kaget lagi dengan Undang-Undang Ibu Kota Negara yang disahkan secara kilat oleh wakil rakyat. Banyak yang bertanya, ada apa ini?

Bukankah katanya negara ini menganut sistem demokrasi di mana rakyat yang berdaulat? Lalu di mana rakyat? Bukankah keberadaan lembaga perwakilan rakyat adalah sebagai penyambung lidah rakyat untuk menyuarakan aspirasi mereka?

Ternyata sistem demokrasi melahirkan oligarki, yakni kekuasaan yang dikuasai segelintir orang dengan mengatasnamakan rakyat. Karena sudah mendapat mandat sebagai wakil rakyat, mereka merasa berhak membuat dan mengesahkan berbagai peraturan dan perundang-undangan apa saja meski tidak berpihak pada rakyat kebanyakan. Di sinilah rusaknya sistem demokrasi. 

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah, 
Ketahuilah, sistem demokrasi bukan sistem Islam. Berbeda 180 derajat. Bahkan tidak ada kemiripan sama sekali di antara keduanya, baik secara asas maupun aturan yang dilahirkan. 

Lalu di mana perbedaannya? 
Pertama, dalam Islam kedaulatan (hak membuat hukum) ada di tangan syariah, bukan pada rakyat maupun penguasa. Kewajiban pemerintah adalah mengurus rakyat dengan menerapkan hukum-hukum Allah subhanahu wa taala, bukan sebagai pembuat hukum. Allah subhanahu wa taala berfirman:
وَأَنِ ٱحكُم بَينَهُم بِمَا أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِع أَهوَاءَهُم وَٱحذَرهُم أَن يَفتِنُوكَ عَن بَعضِ مَا أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيكَ فَإِن تَوَلَّواْ فَٱعلَم أَنَّمَا يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعضِ ذُنُوبِهِم وَإِنَّ كَثِيرا مِّنَ ٱلنَّاسِ لَفَٰسِقُونَ 
Hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut wahyu yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian wahyu yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah Allah turunkan) maka ketahuilah bahwa Allah berkehendak untuk akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Sesungguhnya kebanyakan manusia adalah kaum yang fasik (TQS al-Maidah [5]: 49).

Karena hukum yang berlaku berasal dari wahyu Allah subhanahu wa taala, tentu tak ada celah bagi penguasa untuk membuat hukum yang akan menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Beda dengan sistem demokrasi. Hukum dibuat oleh manusia sesuai pesanan dan kepentingan pihak yang mensponsorinya.
Apalagi keimanan yang terpatri dalam dada membuat penguasa takut terhadap ancaman Allah subhanahu wa taala jika mengkhianati amanah mengurus umat. Mereka lebih takut terhadap siksa Allah, ketimbang sogokan, iming-iming atau ancaman kaum oligarki.

Kedua, di dalam Islam ada Majelis Umat yang berfungsi menyampaikan aspirasi masyarakat dan menjalankan fungsi amar makruf nahi mungkar. Majelis ini tidak membuat atau melegislasi peraturan dan undang-undang. Majelis Umat berkewajiban menegur Khalifah dan pejabatnya jika melenceng dari syariah Islam dan buruk dalam melayani umat. Haram hukumnya anggota Majelis Umat mendiamkan kemungkaran yang dilakukan penguasa, apalagi bersekongkol dengan mereka. Sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:
مَا مِنْ رَجُلٍ يَكُونُ فِي قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي يَقْدِرُونَ عَلَى أَنْ يُغَيِّرُوا عَلَيْهِ فَلَا يُغَيِّرُوا إِلَّا أَصَابَهُمْ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَمُوتُوا
Tidaklah seseorang berada pada sebuah kaum yang di dalamnya dilakukan suatu kemaksiatan, sementara mereka mampu mengubah kemaksiatan tersebut, tetapi mereka tidak melakukannya, maka Allah akan menimpakan siksa kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia (HR Abu Dawud dari Jarir radhiyallahu anhu).

Ketiga, Khalifah sebagai penguasa wajib menjadi pelindung umat. Ia layaknya perisai yang melindungi orang yang berperang dari serangan musuh. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai. Orang-orang berperang di belakangnya dan dia digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan ketakwaan kepada Allah Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka dengan itu dia akan mendapatkan pahala. Namun, jika dia memerintahkan yang lain maka dia akan mendapatkan dosa/azabnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Penguasa yang mengabaikan kebutuhan rakyat, menipu mereka, apalagi untuk membela kepentingan kalangan orang berduit adalah pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengancam para penguasa seperti itu dengan sabdanya:
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
Tidaklah seorang hamba yang Allah beri wewenang untuk mengurus rakyat, mati pada hari kematiannya, sementara dia dalam kondisi menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan bagi dia surga (HR Muttafaq alayh).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sungguh, sistem demokrasi tidak bisa memberikan keadilan. Keadilan hanya akan hadir dalam sistem yang adil. Itulah sistem Islam, warisan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan dilaksanakan oleh para Khulafaur Rasyidin. Hanya dengan Islam dunia ini akan baik, sebagaimana sejarah telah membuktikannya.  

Mari bersegera menerapkan Sunnah Rasul dalam bernegara! Belum cukupkah kita berkali-kali diperdaya oleh kaum oligarki dengan mengatasnamakan kedaulatan rakyat? []

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم



KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

 عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar