Tahun 2022 Indonesia Terancam Krisis Listrik, Apa Sebabnya??


Oleh: Wina Apriani

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa negeri kita sumber daya alamnya melimpah ruah namun di sisi lain  menyimpan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan sampai akhir tahun lalu. Mulai dari pandemi yang belum berakhir sehingga mengakibatkan perekonomian negeri ini terganggu, narkoba yang semakin merajalela, krisis moral anak bangsa, dan berbagai permasalahan lainnya.

Dan pada awal tahun 2022  sekarang, masalah kembali menerpa. Indonesia tercinta ini akan mengalami ancaman krisis listrik akibat pasokan batu bara yang menurun seperti yang disampaikan halaman suara.com. Indonesia terancam krisis energi listrik akibat defisit pasokan batubara  di pembangkit PLN, baik PLTU maupun Independen Power Producer (IPP). Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya.

Pada faktanya  kita tahu bahwa kebutuhan akan batu bara global yang terus meningkat mengakibatkan harga batu bara global kian melambung. Hal tersebut tentu tidak ingin dilewatkan begitu saja oleh perusahaan pemasok batu bara. Ratusan perusahaan pemasok batu bara beramai-ramai mengekspor sumber energi fosil tersebut demi meraup keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan peraturan pemerintah dalam memasok jumlah batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO).

Hingga akhir 2021, hanya terdapat 85 perusahaan yang telah memenuhi DMO batu bara sebesar 25 persen dari rencana produksi tahun 2021. Dari 5,1 juta metrik ton penugasan pemerintah, hingga 1 Januari 2022 hanya terpenuhi 35 ribu metrik ton atau kurang dari 1 persen. Sebelumnya pun memang Pemerintah sudah menyoroti ketidak patuhan puluhan perusahaan tersebut. Sejak 2021 lalu, bahkan sudah memberikan sanksi bagi perusahaan yang tidak tertib. Namun, lagi-lagi sanksi tersebut tidak menimbulkan efek jera sama sekali.

Seperti yang disampaikan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menetapkan dalam menghadapi krisis batu bara yang menerpa PT PLN (Persero), yakni melalui transformasi PLN. Mulai dari restrukturisasi direksi, membuat subholding Power Plant atau pembangkit, dan mendorong keberlanjutan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang sejalan dengan komitmen zero emission 2060.

Harus kita akui bahwa faktor mendasar yang menyebabkan ancaman krisis energi batu bara di negeri ini bukanlah menipisnya eksplorasi dan pasokan batu bara, tetapi karena tata kelola yang tidak sepenuhnya dijalankan oleh negara. Maka sudah sangat jelas bahwa peran dominasi swasta dalam pengelolaan energi fosil batu bara merupakan salah satu ancaman yang tidak bisa diremehkan . Negara terlalu mementingkan dominasi swasta dalam pengelolaan energi fosil batu bara dan membuka lebar peluang bagi mereka untuk mengekspor energi fosil tersebut secara leluasa dengan jumlah yang bebas dengan alasan demi mencukupi kebutuhan global karena disparitas harga.

Adanya perombakan manajemen PLN dan peta jalan menuju energi bukanlah solusi yang hakiki. Selagi pola hidup yang diterapkan masih kapitalis dengan dominasi swasta dalam pengelolaan sumber daya alamnya, maka ancaman krisis energi tidak akan mampu teratasi dengan baik dan benar. Alih-alih mengutamakan pemenuhan kebutuhan rakyat, hal yang ada adalah pengabaian kebutuhan rakyat karena tidak akan memberikan keuntungan apa pun bagi negara dan pihak swasta.

Berbeda dengan sistem Islam yang memandang  bahwa bahan galian tambang adalah suatu benda yang terdapat di dalam perut bumi yang merupakan ciptaan Allah yang masih asli dan murni. Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menjelaskan bahwa bahan-bahan galian tambang (hasil usaha pertambangan) yang didambakan dan dimanfaatkan oleh manusia tanpa banyak biaya, seperti halnya garam, air, belerang, gas, mumia (semacam obat), petroleum, intan dan lain-lain, tidak boleh dipertahankan hak kepemilikan individualnya. Bahan-bahan tersebut menjadi milik seluruh kaum Muslim karena akan merugikan kemaslahatan mereka apabila dimiliki oleh segelintir orang. Dengan kata lain, bahan galian tambang tersebut harus dikelola oleh negara atau pemerintah, sementara hasilnya digunakan untuk kemaslahatan umum.

Dalam Islam, kepemilikan dibagi menjadi 3 bentuk; pertama kepemilikan individu, Kedua kepemilikan umum, dan  Ketiga kepemilikan negara . Dari ketiga bentuk kepemilikan tersebut, bahan galian tambang merupakan hak kepemilikan umum dan haram diserahkan kepemilikannya kepada individu ataupun swasta. Dengan ketegasan batasan kepemilikan seperti ini, tidak akan ada ruang bagi pihak swasta untuk merampas hak masyarakat umum atas Sumber Daya Alam (SDA) termasuk hasil galian tambang.

Ketegasan seperti ini tidak akan ditemukan dalam sistem demokrasi kapitalitasme yang diterapkan seperti sekarang. Dimana dominasi swasta begitu kental terasa dalam berbagai sektor kehidupan. Pemerintah sebagai pemangku kekuasaan yang seharusnya meriayah rakyatnya agar makmur sentosa, kenyataannya malah mengabaikan rakyatnya dan bersekongkol dengan para pemilik modal  atau  para pengusaha swasta.

Sampai disini sudah sangat jelas  bahwa hanya dengan sistem Islamlah yang akan mampu mengatasi berbagai polemik tersebut, termasuk ancaman krisis energi listrik di negeri ini. Sebab sistem Islam bersumber langsung dari wahyu Sang Pencipta alam semesta raya. Sistem yang melahirkan pemimpin amanah yang beriman dan bertaqwa. Khalifah bertugas memimpin dan meriayah rakyatnya karena mereka sadar betul amanah tersebut akan mereka pertanggungjawabkan kelak di yaumil akhir. Hanya saja penegakkan syariah Islam membutuhkan institusi pemerintahan Islam. Itulah Khilafah ala minhaj an-Nubuwwah. Khilafah inilah yang harus segera kita tegakkan.  Maka saatnya kita mencampakkan sekularisme, lalu kita ganti dengan akidah dan syariah Islam. 

Wallohu'alam bishshowab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar