Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)
Pandemi masih mendera negeri.
Hampir dua tahun lamanya, namun pandemi tak kunjung pergi.
Naik turun angka yang terjangkiti, tak tahu kapan akan berhenti.
Pandemi telah meluluhlantahkan berbagai sendi.
Pendidikan, sosial, politik juga ekonomi.
Sedih rasanya ketika melihat pemandangan di salah satu Sekolah Menengah Negeri di akhir tahun 2021. Di tengah pandemi yang masih mendera negeri meski angkanya sudah turun, siswa diminta untuk tatap muka. Mereka diminta untuk belajar ditengah pandemi. Mesti prokes ditetapkan namun sebagian masih ada yang melanggar. Kerumunan tak terhindarkan. Benar yang disampaikan oleh pemimpin negeri ini, kita diminta untuk berdamai dengan corona.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan PTM (Pertemuan Tatap Muka), namun faktanya mulus yang diencanakan. Baru beberapa bulan berjalan diberhentikan kembali karena pendemi corona meninggi. Di awal tahun 2022 angka corona semakin tinggi. Akibatnya sejak tanggal 3 februari PTM di cut. Siswa kembali sekolah daring atau on line. Di beberapa daerah memberhentikan PTM. Pembelajaran tatap muka (PTM) SD-SMP 100 persen di Surabaya dihentikan sementara mulai hari ini. Alasannya karena kasus COVID-19 di Surabaya meningkat selama 2 pekan terakhir dan ancaman gelombang 3 COVID-19. Rencananya, akan ada pola baru PTM.
"Sudah saya sampaikan ke Dispendik, biasanya 100 persen dengan dua sesi, hari ini saya hentikan dulu," kata Eri kepada detikJatim di Balai Kota Kamis (3/2/2022). (Detikjatim kamis, 03/02/2022)
Tak hanya di Jawa Timur, Jawa Barat pun menerapkan kebijakan yang sama. Liputan6.com, Jakarta - Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi resmi menunda pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen, yang sedianya dimulai 7 Februari 2022 mendatang. Hal ini menyusul meningkatnya kasus Covid-19 di wilayah penyangga DKI Jakarta itu.
"Tadinya 7 Februari kita mulai pembelajaran tatap muka 100 persen. Tapi peningkatan kasus aktif Covid-19 membuat rencana itu kembali ditunda," kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi, Carwinda, Kamis (3/2/2022). (Liputan6,com kamis (3/2/2022)
Kebijakan yang tidak tepat dalam mengatasi pandemi corona membuat pandemi ini belum berhenti. Angkanya naik turun seolah tak mau pergi. Sebelum masuk ke negara kita banyak pejabat yang menyikapi corona dengan guyonan. Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi: “[Ini] guyonan sama Pak Presiden ya. Insya Allah [virus] Covid-19 tidak masuk ke Indonesia karena setiap hari kita makan nasi kucing, jadi kebal,” ujarnya saat menghadiri peringatan Hari Pendidikan Tinggi Teknik ke-74 di Graha Sabha Pramana, UGM, Yogyakarta, pada 17 Februari 2020.
Dari awal corona masuk ke Indonesia (maret 2020) pemerintah seolah cuek dengan kondisi yang ada. Pemerintah tidak memberlakukan lockdown dengan alasan menyelamatkan ekonomi bangsa dan alasan perbedaan budaya setiap bangsa berbeda. Desakan dari pemerintah daerah untuk melakukan lockdown tidak ditanggapi serius oleh pemerintah. Salah satu daerah yang mengusulkan lockdown adalah Garut Jawa Barat. Akibat tidak diberlakukannya lockdown lonjakan korban Virus corona semakin meningkat dan penyebaran hampir di seluruh Indonesia.
Kebijakan demi kebijakan di keluarkan oleh pemerintah namun tak membuat corona beranjak dari negeri ini. Bulan April 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Namun PSBB ini tidaklah efektif, karena pemerintah memberikan kelonggaran di masa PBSS dengan membuka fasilitas-fasilitas umum seperti bandara, stasuin, pasar, mall dan lain-lain. Akibatnya lonjakan pasien corona semakin meningkat dan persebarannya terjadi hampir di seluruh daerah. Selain itu kebijakan PSBB berbarengan dengan datangnya WNA dari berbagai negara khususnya China. Sebanyak 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China akan masuk di wilayah Sulawesi Tenggara secara bertahap (Kompas.com 3/5/2020). Kebijakan yang sungguh kontrafroduktif dengan keadaan. Di satu sisi rakyat di batasi ruang geraknya, namun di sisi lain negara membolehkan WNA untuk berdatangan ke negara kita.
Tahun 2021 pemerintah mengeluarkan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Kegiatan masyarakat keluar rumah sangat dibatasi. Banyak yang mendapat sanksi yang dari pihak yang berwajib. Hal ini menjadi dilema di masyarakat. Disatu sisi masyarakat diminta tinggal di rumah, namun kebutuhan pokok tidak dipenuhi. Bagaimana dengan masyarakat kecil yang mencari sesuap nasi dengan berdagang setiap hari? Kebutuhan mereka bisa tercukupi jika mereka berdagang. Tak sedikit gerobak pedagang yang diangkut paksa ketika tetap berdagang selama PPKM. Hal ini sebagaimana
Diakhir tahun 2021 pemerintah membolehkan sekolah unuk melakukan PTM (Pertemuan Tatap Muka). Awalnya sekolah-sekolah melakukan secara bertahap dr 30 %, meningkat ke 50 %, sampai 100 % pertemuan tatap muka. Alhamdulillah berjalan dengan lancar. Setelah libur semester ganjil tepatnya pertengahan bulan januari 2022 pemerintah melalui kemendikbud mengumumkan PTM secara total atau 100 %. Hal ini disambut dengan suka cita dari berbagai pihak, baik sekolah, orang tua maupun siswa. Namun PTM 100 % hanya berjanan beberapa minggu saja. Awal bulan februari 2022 pemerintah menutup kembali sekolah, belajar dengan daring karena corona semakin menggila.
Meningkatnya kasus corona ini terjadi di awal bulan februari 2022. Varian baru telah masuk ke negara kita. Kementerian Kesehatan telah melakukan pelacakan asal muasal masuknya virus Covid-19 varian Omicron ke Indonesia dengan kasus pertama diduga berasal dari warga negara Indonesia (WNI) yang tiba dari Nigeria pada tanggal 27 November 2021. Sebelumnya pada Kamis (16/12) Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengumumkan temuan kasus varian Omicron terdeteksi pada seorang petugas kebersihan berinisial N yang bekerja di RSDC Wisma Atlet Kemayoran Jakarta. N tidak pernah melakukan perjalanan ke luar negeri sehingga dapat disimpulkan N tertular dari WNI yang datang dari luar negeri yang melakukan karantina di Wisma Atlet. (SehatNegeriku, 19/12/2022)
Inilah kebijakan dalam sistem kapitalisme dalam menangani wabah penyakit. Disini tampak jelas pemerintah tidak memperhatikan keselamatan rakyat. Korban keganasan virus Corona sudah nyata didepan mata. Lonjakan korban dimana-mana namun sikap pemerintah santai-santai saja. Para pakar banyak yang bersuara dan para dokter telah menjerit agar pemerintah bangkit. Namun faktarnya permintaan tidak menggubrisnya. Banyak rakyat yang mati sia-sia karena keganasan virus corona.
Selain tidak menjamin keselamatan rakyat pemerintah juga tidak menjamin kebutuhan rakyat. Banyak rakyat yang kehilangan pekerjaan, banyak rakyat yang terkena PHK namun bantuan sangat sulit dan berbelit. Banyak pemimpin daerah yang protes terhadap kebijakan pemerintah dalam menyalurkan bantuan kepada rakyat miskin.
Hal ini berbeda dengan penanganan pandemi di masa khilafah. Khilafah adalah sistem pemerintah Islam yang mengatur seluruh kehidupan berdasarkan Al quran dan Sunnah. Keimaman menjadi landasan seorang kholifah (pemimpin) dalam memimpin rakyatnya. Khilafah sudah berdiri selama 14 abad lamanya. Khilafah bukanlah cerita dongeng pengantar tidur. Bukan pula cerita fiktif khayali semata. Khilafah nyata adanya. Kisah nyata bagaimana seorang pemimpin dalam masa khilafah menyelesaikan masalah wabah penyakit. Hal ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khathab ketika beliau menjadi pemimpin. Pada saat menghadapi wabah penyakit. Ketegasan Umar dalam mengambil kebijakan bisa dilihat dalam kisah berikut.
Dalam kitab Ash-Shahihain diceritakan, suatu ketika Khalifah Umar bin Khattab Ra mengunjungi negeri Syam. Dia kemudian bertemu dengan Abu Ubaidah dan sahabat-sahabat lainnya. Umar mendapat laporan bahwa negeri tersebut sedang terkena wabah penyakit, seperti wabah kolera. Beliau bermusyawarah dengan mendengar masukan dari para sahabat-sahabatnya dan kaum Muslim saat itu. Abdurrahman lalu berkata, “Saya tahu tentang masalah ini. Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian berada di suatu tempat (yang terserang wabah), maka janganlah kalian keluar darinya. Apabila kalian mendengar wabah itu di suatu tempat, maka janganlah kalian mendatanginya.” Dalam kondisi di tengah merebaknya wabah penyakit ini, Umar bin Khattab telah mengambil keputusan yang berbobot. Tujuannya tak lain adalah menyelamatkan lebih banyak kaum Muslimin dan manusia secara umum agar tidak dibinasakan oleh wabah penyakit.
Umar telah mempraktikkan sendiri apa yang pernah beliau ucapkan. Yaitu, nasihatnya ketika manusia menghadapi masalah. Pertama, menyelesaikan masalah dengan idenya yang justru semakin merusak. Kedua, menyelesaikan masalah dengan berkonsultasi dan memusyawarahkan kepada yang lebih ahli. Ketiga, bingung dan tidak menyelesaikan masalah, tetapi tidak mau mencari solusi dan tidak mau mendengar saran dan solusi orang lain.” Umar mengambil langkah kedua, dia bermusyawarah meminta pendapat para sahabat dari kalangan Anshar maupun Muhajirin. Intinya, dia melibatkan orang-orang yang dianggap memiliki keahlian karena yang dipanggil adalah para pemukanya. Umar sama sekali tidak mengambil langkah pertama selaku orang yang mengambil keputusan yang merusak. Umar juga tidak mengambil langkah yang ketiga yaitu seorang yang bingung ketika menghadapi masalah. Selain itu, Umar juga memberikan nasihat kepada kita. Bagaimana seorang pemimpin harus mengambil sikap yang tegas untuk menyelesaikan sebuah masalah. Untuk menyelesaikan masalah, seorang pemimpin juga sama sekali tidak diperbolehkan untuk menyepelekan suatu masalah. Karena, jika masalah itu disepelekan dan tidak diselesaikan, maka dampaknya akan terus menerus.
Ketika penangan pandemi tepat maka rakyat tidak banyak terdampak. Hasilnya segala sendi kehidupan bisa berputar kembali. Salah satunya adalah pendidikan. Begitulah cari khilafah mengatasi pandemi suatu penyakit. Semua kembali kepada aturan Allahhu Rabbi. Wallahu Alam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar