Oleh: Vivi Vinuwi
Berbagai pro kontra timbul di tengah-tengah masyarakat terkait dengan rencana pemetaan masjid yang dianggap terpapar radikalisme. Upaya pemetaan ini dianggap sebagai upaya yang cukup efektif untuk dilakukan .
Dilansir dari harianaceh.co.id, 26/01/2022, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi mengaku dalam agenda Halaqah Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstremisme dan Terorisme yang digelar MUI disiarkan di kanal YouTube MUI, Rabu (26/1) akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah penyebaran paham terorisme.
Menanggapi rencana pemetaan masjid, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla, menyinggung seharusnya polisi memeriksa rumah kontrakan untuk menangkal paham radikalisme. Bahkan JK menegaskan tidak pernah ada kegiatan untuk mengacaukan negara dengan paham radikalisme dari masjid dan ttidak pernah ada baiat ke kelompok ekstrem yang dilakukan di masjid. (dilansir dari liputan6.com 02/02/2022)
Ada Apa Dibalik Upaya Ini?
Berbicara masalah ini, artinya kita bisa mengingat kembali bagaimana upaya rezim yang juga telah memetakan pondok pesantren yang dianggap terkait dengan radikalisme, dan sekarang akan berlanjut pada wacana upaya pemetaan masjid dengan tudingan yang serupa. Artinya disini ada framing jahat terhadap Islam, karena pondok pesantren dan masjid itu sendiri adalah bagian dari Islam yang tidak bisa dipisahkan.
Selain itu ketakutan terhadap Islam tanpa suatu kejelasan nampaknya sudah akut lagi mendarah daging. Bagaimana tidak, publik tentu masih ingat dengan berbagai peristiwa yang menggambarkan bagaimana negeri ini terjangkit islamophobia, dimulai dari framing jahat terhadap aksi damai 212, berlanjut pada pencabutan BHP ormas yang berjuang menegakkan Syariah dan Khilafah, pembubaran FPI (Front Pembela Islam), kriminalisasi terhadap ulama, framing jahat terhadap Khilafah, pembantaian di KM 50, hingga ramai tagar bubarkan MUI.
Propaganda Hitam Melawan Islam
Perang melawan radikalisme begitu gencar dilakukan termasuk di dalamnya adalah moderasi beragama. Perang ini sendiri sejatinya adalah perang melawan Islam. Barat tidak akan rela melihat umat Islam bangkit dari tidur panjangnya. Kebencian mereka akan kebangkitan Islam membuat mereka berupaya keras dengan berbagai agenda busuknya untuk menggagalkan bangkitnya Islam kembali. Mereka menggunakan antek-anteknya yaitu rezim boneka dzolim anti Islam untuk memecah belah persatuan umat.
Perang melawan terorisme, melawan radikalisme adalah propaganda hitam yang mereka lakukan sebagai kedok untuk menutupi maksud mereka sebenarnya yakni melawan Islam. Sejatinya teroris tidaklah memiliki agama, namun Islam yang dijadikan bulan-bulanan tiada henti. Mereka menginginkan umat agar tidak pernah solid dan tidak pernah bangkit. Mereka mengelompokan umat Islam menjadi dua bagian, yang pertama sebagi mitra yang berisi orang-orang sekuler, orang-orang liberal yang bisa mereka manfaatkan. Dan yang kedua adalah kelompok umat Islam yang mereka posisikan sebagai musuh, kelompok inilah yang mereka jadikan sasaran propaganda hitam mereka dengan tangan kelompok pertama bersama rezim boneka.
Saatnya Umat Islam Bangkit
Patut kita sadari bahwa upaya pemetaan masjid ini adalah bagian framing jahat dan Islamophobia akut. Agenda barat melalui penguasa boneka hari ini adalah upaya mengokohkan hegemoni dan kolonialisme gaya baru.
Sudah seharusnya umat Islam sadar dan berusaha menghentikan upaya ini. Masjid adalah tempat untuk beribadah, tempat untuk menyadarkan umat akan kesadaran politik. Seorang muslim harus teguh berupaya melakukan dakwah, beramar ma'ruf nahi munkar. Jangan sampai ia justru terbawa arus menjadi kelompok yang menyudutkan Islam dan ajarannya. Sudah saatnya umat bersatu padu bangkit memperjuangkan kembali kehidupan Islam, dan menghancurkan makar-makar orang kafir.
Wallahu a'lam bishshowab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar