Jaminan Hari Tua Ditunda, Nasib Buruh Semakin Menderita


Oleh : Dewi Soviariani (Ibu dan Pemerhati Umat)

Sudah jatuh tertimpa tangga lagi, mungkin inilah yang dapat menggambarkan keadaan para buruh hari ini. Deretan panjang kebijakan penguasa atas para buruh cenderung merugikan. Apalagi pada situasi pandemi yang memang sulit dari sisi ekonomi. Banyak perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja akibat mengalami kebangkrutan, sayang nya tak diimbangi dengan pemenuhan hak-hak para buruh, tidak semua PHK mendapatkan pesangon karena UU Cipta Kerja telah mengurangi uang pesangon yang diterima buruh apabila terjadi PHK. Ditambah lagi desas desus kebijakan baru pemerintah terhadap JHT (Jaminan Hari Tua)  akan diberikan pada usia 56 tahun dan akan berlaku efektif pada 2 Mei 2022.

Dilansir dari REPUBLIKA.CO.ID, buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia SPSI menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Jaminan Hari Tua. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto, mengatakan, "aturan tersebut sangat merugikan kelompok buruh karena pencairan JHT yang dikelola oleh Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan hanya dapat dilakukan ketika buruh berusia 56 Tahun." JHT merupakan tabungan hari tua yang iurannya dipotong dari upah buruh dan disetorkan ke Jamsostek/BPJS Ketenagakerjaan sebagai pengelola dana buruh. Padahal dana JHT adalah bagian dari harta pekerja yg diharapkan menjadi penopang saat ada kondisi tak diharapkan seperti berhenti bekerja karena faktor faktor di luar ketentuan.

Pemerintah  mengklaim bahwa sudah mempertimbangkan banyak hal sebelum menerbitkan Permen dan semuanya adalah demi kepentingan pekerja. Misalnya, sejak Februari 2022 ini, Pemerintah sudah menyiapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), baik berupa bantuan uang tunai, pelatihan kerja, maupun pemberian informasi pasar kerja.

Hanya saja, bantuan keuangan JKP ini tidak mudah didapatkan karena mensyaratkan mereka harus terdaftar sebagai peserta seluruh program BPJS Ketenagakerjaan, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Ditambah, mereka harus terdata sebagai peserta selama 24 bulan dan berturut-turut membayar iuran selama 6 bulan.

Kesakitan yang dialami para buruh sudah terlalu dalam, tak ada empati maupun perhatian dari penguasa atas nasib mereka.     Berbagai kebijakan diputuskan hanya memihak para pengusaha. Buruh diupah rendah, jaminan kesehatan dan hari tuanya ditarik ulur semakin tidak ada kejelasan. Kondisi buruh semakin diperparah lagi dalam menghadapi situasi pandemi. Dana yang seharusnya diterima malah ditunda tunda. Mencari akar permasalahan ini tidak lain penyebabnya adalah sistem kapitalisme global yang diadopsi. Dalam kontrol kapitalisme negara tak berperan sebagai pelindung rakyat. Oligarki bersembunyi dibalik undang undang yang diputuskan rezim, tak heran jika kaum buruh menjadi alat penghasil uang bagi mereka. Kaum buruh dieksploitasi tanpa ada jaminan perlindungan atas hak hak mereka. Inilah bukti keburukan sistem kapitalisme yang mengeksploitasi kaum pekerja untuk  menikmati keuntungan  keringat mereka saat muda dan abai menjamin kebutuhan mereka saat membutuhkan.

Nasib tragis yang menimpa kaum buruh tidak akan pernah berhenti selama tidak ada perubahan revolusioner dalam sistem pemerintahan. Watak rezim kapitalis yang serakah dan zalim akan terus melahirkan kebijakan kebijakan yang merugikan. Segala cara dihalalkan demi meraih pundi pundi uang yang melimpah. Tak perduli meskipun rakyat menderita, persengkongkolan penguasa dan pengusaha tetap menjadi kepentingan prioritas diatas segalanya. keluarnya kebijakan Permenaker ini pun karena negara tidak amanah, bahkan gagal mengelola dana pekerja. Bukan rahasia jika negara kerap mengalihkan fungsi uang milik rakyat untuk menutup kewajiban lainnya, atau memutarnya dalam proyek investasi yang kerap tidak jelas hasilnya. Alhasil dampaknya, pemerintah terancam gagal bayar sehingga tega menetapkan kebijakan untuk menahan hak pekerja dalam waktu yang lama. Kepemimpinan kapitalisme tak akan pernah membawa keadilan, apalagi Kesejahteraan bagi rakyat. 

Kenyataan buruk yang menimpa kaum buruh dan banyak nya fakta fakta merugikan dari negeri ini yang sesungguhnya memiliki kekayaan alam yang melimpah namun terjajah cukup membuka pemikiran kita untuk meninggalkan dan membuang ideologi kapitalisme dari sistem bernegara. Sudah saatnya kita bermuhasabah, mengevaluasi seluruh keterpurukan dan penindasan terhadap rakyat. Kembali pada aturan Allah pada  sistem yang menetapkan tugas pemimpin atau negara adalah sebagai pengurus (raa’in) dan penjaga umat (junnah), bukan penguasa yang bisa seenaknya menindas rakyat.

Sistem kepemimpinan itu adalah Khilafah yang tegak di atas akidah ruhiyah, berupa landasan keimanan yang sahih, serta aturan hidup yang lurus. Sistem yang mengatur manusia dari bangun tidur hingga bangun negara, mengatur secara detil solusi atas problematika kehidupan. Islam memiliki seperangkat aturan yang sahih dan bersifat sistemis dalam menyelesaikan problematik buruh. Penerapan sistem politik, ekonomi, sosial, hukum, dan hankam, serta sistem-sistem Islam lainnya—termasuk dalam hal ketenagakerjaan—terbukti telah mengantarkan umat Islam menjadi umat yang sejahtera dan unggul dibandingkan dengan umat lainnya.

Kepemimpinan dalam Islam adalah amanah dan meriayah, para pemimpin akan membawa tanggungjawab yang besar dipundaknya untuk menjadi hujjah dihadapan Allah kelak. Kepemimpinan dalam Islam mewajibkan negara untuk memelihara urusan rakyat dengan ancaman yang berat bagi yang melalaikannya. Rasulullah saw bersabda:
Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.”[HR. Bukhari dan Muslim]. 
Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.” (HR. Muslim)

Dalam penerapannya 1400 tahun yang lalu kekhilafahan Islam telah menorehkan tinta emas dalam hal Kesejahteraan. Seseorang lelaki yang bekerja keras untuk mencari nafkah untuk keluarganya sangat dicintai oleh Rasulullah. Dalam suatu riwayat, Rasulullah Saw pernah mencium tangan Saad bin Muadz begitu melihat tangan Saad yang kasar karena bekerja keras. Beliau bersabda, “Inilah dua tangan yang dicintai Allah dan rasul-Nya!”. Para pekerja, didalam kepemimpinan Islam tidak pernah diabaikan haknya. Aturan dan regulasi yang jelas dalam meriayah para buruh diterapkan berdasarkan syariat. Sebuah kepemimpinan yang melahirkan rasa takut dan takwa terhadap Rabbnya. Islam memandang urusan rakyat adalah sebuah kewajiban penting yang harus benar  benar mengurus, bukan sekedar janji belaka yang berakhir petaka. 

Mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan khilafah satu satunya solusi. Jika kaum buruh begitu sengsara di bawah hukum kapitalisme, sudah selayaknya para buruh turut memperjuangkan sistem Islam yang memiliki mekanisme yang khas dalam menuntaskan problem klasik buruh saat ini. 

Kerugian yang teramat besar dirasakan para buruh tanpa khilafah harus segera diakhiri. Setiap keringat yang menetes dari peluh mereka telah dizalimi. Kesejahteraan dalam balutan demokrasi kapitalisme hanya ilusi. Ekploitasi buruh akan terus berlangsung jika kapitalisme tetap diusung. Maka dari itu segera mungkin kita campakkan ideologi rusak kapitalisme sejauh jauhnya, meninggalkan nya tanpa jejak sedikitpun.

Allahu A'lam bisshawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar