JHT, AKAL BULUS MENGEKSPLOITASI BURUH


Oleh : Kartika Sari (Aktivis Dakwah)

Gemah Ripah loh Jinawi kini hanya jadi slogan tanpa makna. Tiap hari negeri ini disuguhkan dengan aneka ragam berita menyesakkan yang disajikan oleh para elit politik pemangku kebijakan negeri ini.

Dilansir REPUBLIKA.CO.ID, buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia SPSI menolak Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Persyaratan dan Pembayaran Jaminan Hari Tua. Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Roy Jinto Ferianto, tidak menutup kemungkinan buruh secara bersama-sama mengambil uang JHT sebelum permenaker berlaku efektif.

Permenaker 2 Tahun 2022 bakal berlaku efektif 2 Mei 2022. "Hal tersebut masuk dalam tahap pembahasan para kaum buruh," katanya, Ahad (13/2/2022).

Penolakan terhadap permenaker ini pun datang dari anggota komisi IX DPR RI, Alifudin, yang mengritisi kebijakan baru pemerintah yaitu Permenaker No 2 tahun 2022 yang mengatur Jaminan Hari Tua (JHT) baru dapat dicairkan setelah pekerja berusia 56 tahun. Ia menilai kebijakan tersebut menyakiti hati rakyat khususnya para buruh, dan menolak keras keputusan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah ini.

“Peraturan ini menambah penderitaan rakyat dan menyakiti hati rakyat, karena peraturan tersebut mempersulit buruh. Sebab, jika seorang buruh yang mengundurkan diri atau di PHK membutuhkan uang JHT. Tapi ia harus menunggu sampai berusia 56 tahun,” kata Alifudin dalam pernyataannya, dikutip kumparan, Minggu (13/2/22).

Hal senada diungkapkan oleh Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) menilai keputusan Menteri Ketenagakerjaan bahwa Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun, sama sekali tidak memudahkan masyarakat. Padahal dana JHT adalah bagian dari harta pekerja yg diharapkan menjadi penopang saat ada kondisi tak diharapkan seperti berhenti bekerja karen faktor-faktor di luar ketentuan. Di saat sama pekerja dan rakyat secara umum tidak mendapatkan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar dari negara. 

Bukan kali ini saja rezim menyakiti hati rakyat. Sebelumnya, ada para calon jemaah haji yang gagal berangkat haji dengan alasan pandemi. Padahal dana hajinya digunakan pemerintah untuk pembangunan infrastruktur baik jangka pendek atau pun jangka panjang. Kini rezim kembali menyayat hati rakyat khususnya kaum buruh dengan menerbitkan Permen JHT dan tata cara pencairannya. Sungguh sistem ini telah mematikan hati nurani dan membutakan matahati para penguasa. Rasa iba dan kasih sayang terhadap rakyatnya hilang dan membiarkan masyarakat berjibaku memeras keringat demi masa tua yang akan dihadapi .

Pemerintah alih-alih memberikan jaminan dan kesejahteraan bagi kaum buruh, nyatanya buruh hanya diekploitasi untuk memenuhi hasrat para oligarki. Banyaknya UU yang merugikan rakyat dan menguntungkan oligarki, justru makin  menimbulkan pertanyaan ada apa dengan negeri ini, sehingga uang simpanan rakyat pun masih diotak Atik.

Seharusnya negara menjamin setiap kebutuhan rakyat dan memenuhi apa yang menjadi hak rakyat. Abainya negara dalam memenuhi kewajibannya sebagai periayah rakyat bukti sistem kapitalisme memiliki cacat bawaan yang sulit disembuhkan. Negara hanya hadir sebagai legislator untuk memuluskan jalan oligarki.

Saatnya umat kembali pada aturan yang mampu menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Yakni aturan yang berasal dari Sang Maha Pencipta, yaitu aturan Islam dalam bingkai Khilafah. Terbukti berabad-abad lamanya mampu menyejahterakan rakyat. Salah satunya harus menyegerakan membayar upah pekerja sebelum kering keringat mereka. (HR.Ibnu Majah)

Wallahua'lam bisshawwab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

1 Komentar