Oleh : Iis Kurniawati, S. Pd
Seolah enggan beranjak pergi, bencana wabah covid -19 masih terus terjadi hingga kini. Alih-alih hilang dan musnah, virus covid-19 kembali dengan babak barunya dan terus bermutasi. Seperti saat ini varian virus Omicron tengah melanda seluruh negeri. Ledakan kasus covid-19 varian omicron terjadi hampir di seluruh belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Kasus covid-19 yang terbaru kembali meningkat dimana angkanya sangat fantastis mencapai 110, 52% hanya dalam kurun waktu lima hari pertama pada bulan Pebruari. Pada tanggal 1 Pebruari, terdapat 16.021 kasus baru covid-19. Jumlah ini terus meningkat secara eksponensial setiap harinya. Terdapat 33. 729 kasus baru dalam 24 jam terakhir hingga sabtu siang (5/2/2022). Kompas.com
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menuturkan, pihaknya menerima laporan bahwa warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit akibat merebaknya covid-19 varian Omicron. Berdasarkan data keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah rumah sakit Jakarta mencapai 50 persen. “Konversi bed untuk covid-19 terus dilakukan, dan untuk stok obat-obatan di RS juga sudah didistribusikan oleh kemenkes “kata Abraham. Untuk menghadapi lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron, pemerintah sudah menyiagakan 1. 011 rumah sakit dan 82. 168 tempat tidur untuk pasien covid. Selain itu pemerintah juga sudah meyiapkan jutaan stok obat-obatan untuk tiga bulan ke depan, diantaranya Oseltamivir sebanyak 13 juta kapsul, Favipiravir 91 juta tablet, Remdesivir 1,7 juta vial, Azithromycin 11 juta tablet, dan multivitamin 147. m.bisnis.com
Masyarakat terus dihimbau oleh pemerintah untuk senantiasa mentaati protokol kesehatan, melakukan vaksinasi dan menunda perjalanan keluar negeri. Namun yang menjadi pertanyaan, cukupkah himbauan tersebut mengatasi pandemi yang tengah terjadi? semenjak munculnya kasus baru covid-19, penanganan pemerintah dalam memutus rantai penyebaran covid masih sangat belum maksimal. Langkah dan kebijakan yang diambil hanya fokus pada sektor hilir saja bukan dari sektor hulu. Dimana strategi yang digunakan dalam rangka penanggulangan masih berupa testing, tracing, dan isolasi. Pengetatan kegiatan atau pembatasan aktivitas masyarakat juga saat ini masih belum diberlakukan, hal ini nampak jelas bahwa pemerintah lebih mempertimbangkan sektor ekonomi dibandingkan kesehatan dan keselamatan warganya. Sehingga dari hari ke hari kerugian akan hilangnya nyawa dan materi semakin tak terelakkan dan diprediksi akan terus bertambah tinggi jika penanganan yang dilakukan tidak menyentuh akar masalah.
Ketidakberdayaan pemerintah dalam menangani wabah covid-19 secara komfrehensif menandakan gagalnya pemerintah sebagai pelindung rakyat. Kegagalan tersebut bukan karena tanpa sebab, semua terjadi akibat rusaknya sistem yang diadopsi negeri ini. Sistem yang digunakan saat ini adalah sistem kapitalisme dimana landasan utamanya adalah manfaat, orientasinya cenderung mengejar materi semata, bukan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Kebijakan yang diambil pemerintah saat ini cenderung lebih mempertimbangkan faktor ekonomi. Kesehatan dan keselamatan rakyat tidak dijadikan prioritas utama dalam pengambilan keputusan. Opsi untuk lockdown tidak bisa diberlakukan oleh pemerintah karena pertimbangannya dapat merugikan sektor ekonomi. Padahal seharusnya Negara dapat berperan secara maksimal terkait penanganan wabah ini. Tidak membiarkan masyarakat menghadapi bencana wabah ini secara sendiri-sendiri. Karena pada hakikatnya pemerintah akan dimintai pertanggungjawaban atas kebijakan yang dibuatnya.
Berbeda dalam sistem Islam dimana pemimpin negara bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyatnya, dan senantiasa menjalankan hukum-hukum Allah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda : “Imam (Khalifah) adalah rain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” ( hadist bukhari). Berdasarkan hadist tersebut jelaslah bahwa seorang khalifah akan dimintai pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya oleh Allah Subhanahu Wataà la. Dalam Islam terdapat langkah-langkah strategis dalam penanganan pandemi. Yang pertama dengan melakukan lockdown, Sebagaimana hadist yang diriwayatkan Muslim Rosulullah SAW bersabda “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah kamu keluar darinya." selain itu dilakukan testing demi mingetahui siapa yang terinfeksi dengan yang tidak untuk selanjutnya dilakukan pemisahan bagi yang terinfeksi dengan yang sehat agar tidak terjadi penularan yang lebih luas. Sebagiamana dalam hadist riwayat Bukhari bahwa nabi bersabda “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” Oleh karena itu, karena betapa pentingnya testing sebagai bagian pemutusan rantai covid maka dalam islam negara akan membebaskan biaya testing bagi masyarakatnya tanpa terkecuali.
Dalam naungan Islam negara menjamin pelaksanaan testing dilakukan tanpa biaya dan dilakukan dalam waktu yang singkat, sarana kesehatan yang harus didapatkan oleh rakyatnya gratis dan menjadi tanggungjawab pemerintah. Dalam negara islam kesehatan warganya merupakan prioritas dan wajib dijamin oleh negara. Jaminan kesehatan rakyat dibiayai oleh negara dan pengelolaannya langsung oleh negara. Bidang pelayanan kesehatan dalam sistem Islam dilarang untuk dijadikan sebagai lahan bisnis bagi negara dan haram hukumnya negara mengambil pungutan atas layanan kesehatan yang diterima oleh rakyatnya. Demikianlah perbedaan antara penanganan pandemi dalam naungan islam dibandingkan dengan penangan dibawah naungan negara kapitalistik. Dalam naungan negara yang mengadopsi sistem kapitalistik masyarakat semakin menderita dan semakin terpuruk terlebih disaat pandemi covid-19 seperti saat ini. . Oleh karena itu, sudah saatnya rakyat menyadari bahwa tidak ada solusi dan jalan terbaik untuk menyelesaikan berbagai problematika yang terjadi saat ini selain Islam, saatnya kita kembali pada naungan Islam dan menjadi bagian dalam penegakkan Syariat Islam.
Wallahu A`lam Bisha-Whab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar