Nasib Tenaga Honorer era Kapitalis


Oleh: Kartika Septiani

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menegaskan status tenaga honorer akan selesai atau dihilangkan pada 2023. Sehingga tidak ada lagi pegawai berstatus honorer di instansi pemerintahan.

Menanggapi itu, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunungkidul Aris Wijayanto mengaku resah dengan pernyataan tersebut. Mengingat masih banyak guru honorer yang belum diangkat menjadi ASN baik itu PPPK ataupun PNS. (Dikutip dari liputan 6.com 20/1/22) 

Menanggapi hal tersebut, Ketua Forum Honorer Sekolah Negeri FHSN Gunungkidul, Aris Wijayanto, mengaku memiliki keresahan atas pernyataan tersebut karena mengingat  masih banyak tenaga pengajar honorer yang belum menjadi ASN.  

"Kalau saya pribadi, kami ambil sisi positifnya. Mungkin maksudnya Pak Menteri itu tenaga honorer ini akan diangkat jadi ASN semua sebelum tahun 2023," kata dia.

Rencana penghapusan tenaga pendidik honorer  tahun 2023 mendatang,  jelas membawa kekhawatiran bagi para tenaga honorer saat ini. Karena penghapusan tenaga honorer tidak berarti semua akan diangkat menjadi pegawai pemerintah, tapi justru kemungkinan akan menghilangkan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan bagi para tenaga honorer. 

Penetapan ini bermakna tidak ada lagi APBD yang dialokasi untuk gaji honorer. Penetapan ini juga bisa berdampak pada lumpuhnya sekolah. Hal ini menjadi fakta bahwa di dalam sistem kapitalis, tidak ada jaminan bagi para pendidik generasi mendapatkan kesejahteraan. 

Sistem kapitalis memandang sebelah mata tenaga honorer, tidak sebanding dengan jasanya yang tanpa pamrih sebagai pendidik generasi masa depan. Guru menjadi tombak terdepan dalam memajukan pendidikan, yang berpengaruh besar pada gemilangnya peradaban. 

Berbanding terbalik dengan sistem Islam saat diterapkan. Islam menempatkan guru dalam posisi yang tinggi, memuliakan guru karena meningkatkan intelektualitas dan membentuk akhlak mulia generasi. Tanggung jawab ini tentu tidaklah mudah. Terlebih saat ini, rusaknya moral generasi semakin membuat tugas para guru lebih berat lagi. 

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau memberikan gaji sebesar 15 dinar, pada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah. Jika dikalkulasikan, besar gaji tersebut adalah 30.000.000, (1 dinar = 4,25 gram emas). Tanpa memandang guru honorer atau ASN, yang terpenting berprofesi sebagai guru. 

Mungkin dalam pandangan pragmatis, gaji tersebut terlalu besar, namun tidak untuk khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah. Karena khilafah menjamin kesejahteraan bukan hanya untuk guru tapi juga murid. Memberikan fasilitas, sarana dan prasarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar agar terlaksana dengan baik, sehingga murid dapat menimba ilmu dengan maksimal tanpa kurang apapun. 

Inilah mengapa saat sistem Islam memimpin, banyak lahir para generasi cerdas dan saleh. Karena ketika Islam menjadi aturan dalam berkehidupan, diterapkan oleh negara, rahmatnya akan terasa pada seluruh makhluk. 

Menjadi mustahil bagi para tenaga honorer mendapatkan kesejahteraan ketika sistem kapitalis masih dipakai, karena sistem kapitalis memandang murah pada para tenaga honorer. Solusi dari masalah ini hanya dengan penetapan aturan Islam secara menyeluruh atau kaffah. Wallahu'alam




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar