Oleh: Ayu Susanti, S.Pd
Pandemi belum berakhir. Dunia masih harus berjuang untuk melawan wabah ini termasuk Indonesia. Dengan adanya varian baru yakni Omicron, Indonesia sedang menghadapi pandemi gelombang ke-3. Negeri ini harus siap sedia mengerahkan segala kemampuan yang ada untuk memutus rantai penyebaran wabah ini.
Masih nol kasus kematian virus varian Omicron, mantan Jenderal Kopassus ini percaya diri bahwa pemerintah lebih siap menghadapi serta mengatasi virus varian dari Covid-19 yang bermutasi. Dibandingkan, kejadian pada pertengahan Juni 2021, angka kasus Covid-19 varian Delta yang mencapai 50.000 per harinya. Malah kata Luhut, kapasitas rumah sakit beserta fasilitas dan obat-obatannya telah disiapkan sejak dini. Sehingga tidak lagi menimbulkan kepanikan mengatasi dan menampung para pasien pada pertengahan tahun lalu. (https://money.kompas.com/, 03/01/2022).
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memastikan, sistem kesehatan nasional saat ini telah siap menghadapi lonjakan kasus akibat varian Omicron. Namun, ia menekankan langkah preventif dari kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan menjadi kunci utama untuk menekan laju penularan. (https://www.msn.com/, 16/01/2022).
Kita tahu bersama bahwa ciri khas dari penyebaran virus ini adalah salah satunya dengan berkerumun. Sehingga masyarakat dihimbau untuk menerapkan protokol kesehatan dengan ketat, rajin mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, serta mengurangi mobilitas. Rasa-rasanya untuk menghentikan penyebaran virus ini tak hanya cukup dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan semisal obat-obatan dan penyediaan rumah sakit untuk menampung para penderita. Namun harus pula dilakukan mitigasi yang terintegrasi dari sektor lain semisal pariwisata dan ekonomi. Tentu sekiranya perlu dipertimbangkan kembali saat terus dibukanya sektor pariwisata yang mau tidak mau dikhawatirkan disana terbuka lebar kesempatan untuk berkerumun dan berinteraksi sesama pengunjung. Penyelesaian pandemi ini harus dipikirkan dengan melihat berbagai faktor penyebab penyebaran dan saling melibatkan berbagai sektor yang ada. Sehingga kebijakan yang dilahirkan saling keterkaitan satu sama lain dan senada, yakni sama-sama bertujuan untuk menekan laju kenaikan kasus covid-19.
Aturan-aturan yang diberlakukan tentu tidak terlepas dari sistem hidup yang digunakan. Saat sistem sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) yang dipakai maka manusia akan muncul sebagai garda terdepan untuk membuat sebuah aturan. Sehingga terlahirlah aturan-aturan berasal dari manusia yang serba lemah dan terbatas. Aturan ini tidak mampu untuk menyelesaikan masalah secara tuntas. Karena manusia yang membuat aturan ini memiliki kelemahan dan keterbatasan. Termasuk dalam melihat dan berusaha untuk menyelesaikan wabah. Jika sekulerisme yang dijadikan landasan, maka cara pandang materi akan terus dipakai. Sehingga tak heran jika aturan yang berlaku kurang lebih merujuk pada keuntungan materi. Apakah bisa menghasilkan keuntungan ataukah tidak. Kacamata yang dipakai adalah keuntungan materi belaka.
Pandemi ini akan sulit dihentikan jika kita masih menggunakan sistem buatan manusia, sekulerisme untuk menyelesaikannya. Karena tentu akan berbenturan dengan kepentingan manusia. Dan orientasi kebijakan yang dilahirkan pun akan dibumbui dengan menggunakan kacamata keuntungan. Jika lockdown, pembukaan sektor pariwisata, penerimaan WNA ke dalam negeri lebih menguntungkan untuk mendapatkan pemasukan, rasa-rasanya hal ini lebih menggiurkan ketimbang berpikir untuk menekan laju penyebaran covid-19 yang harus menghentikan sementara aktivitas publik yang bisa jadi tidak akan mendapatkan keuntungan apapun. Begitulah jika manusia yang lemah harus membuat sebuah aturan. Manusia tidak mampu melihat secara utuh akar masalah yang terjadi dan mencari solusi tuntas dari permasalahan yang ada.
Berbeda hal nya dengan Islam. Islam dari awal memerintahkan kita jikalau ada wabah di suatu wilayah maka harus dihindari dan orang yang ada dalam wilayah wabah tersebut tidak boleh keluar. Ini yang dikatakan sebagai lockdown. Sehingga langkah ini akan menekan sejak dini laju penyebaran virus. Dan pun akan senantiasa dipikirkan dengan keras berbagai macam langkah untuk menghentikan wabah dengan menggandeng para pakar yang paham serta melihat faktor-faktor penyebab penyebaran dengan berusaha menekannya dan menyediakan berbagai macam fasilitas kesehatan yang berkualitas agar masyarakat bisa terselamatkan. Dan semua ini tentu pandangannya bukan untung dan rugi namun tanggung jawab penuh dari seorang pemimpin untuk mengurusi urusan masyarakat dengan dorongan keimanan kepada Allah dan rasa takut yang besar kepada Allah. Karena semua yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah kelak.
Aturan buatan manusia dan aturan yang berasal dari Allah adalah dua aturan yang sangat berbeda. Allah adalah Rabb seluruh manusia yang menciptakan manusia dan membekalinya dengan aturan-Nya agar bisa selamat di dunia dan akhirat. Oleh karena itu, jika kita ingin terlepas dari berbagai masalah yang ada termasuk keluar dari wabah ini, sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam kaffah.
Wallahu’alam bi-showab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar