Pandemi Mengganas, Butuh Islam Solusi Tuntas


Oleh : Ismawati

Pandemi covid-19 tak kunjung menunjukkan tanda-tanda mereda. Bahkan, varian baru terus ditemukan hingga tahun 2022 ini. Seperti misalnya munculnya varian baru Omicron. Juru Bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Siti Nadia Tarmizi mengatakan, jumlah pasien covid-19 khususnya varian Omicron dilaporkan sampai dengan Senin (7/2/2022) mencapai 4.515 orang. Terdiri dari 1.819 Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN), transmisi lokal 2.008 dan masih verifikasi lapangan 688 (Bisnis.com 7/2/22).

Dengan melonjaknya kasus Omicron, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menuturkan, pihaknya menerima laporan bahwa warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit. Berdasarkan data pada Rabu (26/1), keterisian tempat tidur atau bed occupancy rate (BOR) di sejumlah rumah sakit di Jakarta mencapai 45 persen.

Sejatinya merebaknya virus corona membutuhkan kesadaran dari setiap masyarakat, baik individu maupun negara. Individu masyarakat harus terus menggalakkan protokol kesehatan 5 M (Memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas dan interaksi). Mengingat, virus ini adalah virus tak kasat mata yang mudah menyebar ke siapa saja. Siapa lagi yang bisa menghentikan laju virus jika tidak dimulai dari diri kita sendiri?

Tak cukup hanya itu, masyarakat maupun negara harus menutup celah masuk dan keluar negeri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito yang mengingatkan agar masyaraat menunda perjalanan ke luar negeri untuk mencegah penularan covid-19 varian Omicron. Wiku menambahkan, memberi ruang bagi virus untuk menular sama dengan memberi kesempatan bagi virus untuk bermutasi menjadi varian baru. Maka, memberi celah penularan sama saja menempatkan kelompok rentan dalam risiko yang lebih tinggi (Tempo.co 21/1/22).

Lebih lagi bahwa varian Omicron berdasarkan studi yang dilakukan para peneliti di Universitas Hongkong mengungkap bahwa Omicron mampu bereplikasi sekitar 70 kali lebih cepat dibanding Delta dan varian aslinya. Kecepatan supercharged penyebarannya di bronkus manusia dalam saluran pernapasan bagian bawah ditemukan 24 jam setelah infeksi (kontan.co.id 16/12). Maka, kita harus waspada penularan virus ini, mengingat fasilitas kesehatan di Indonesia sudah mulai gagap menghadapi lonjakan kasus terakhir.

Maka, ketiadaan sistem Islam semakin memperparah keadaan. Negara kapitalisme menjadikan manfaat sebagai asas kehidupan bernegara. Keputusan yang menguntungkan secara ekonomilah yang akan diambil. Memang benar, kemajuan ekonomi sangat dibutuhkan rakyat. Namun, apatah jadinya ekonomi bangkit namun masyarakat hidup dalam kekhawatiran keselamatan jiwa. Bukankah membangun ekonomi lebih mudah dilakukan jika masyarakatnya sehat?

Sesungguhnya Nabi Saw. telah memberikan teladan dalam mengatasi wabah. Bahwasanya kita tidak boleh mendekati wilayah yang terkena wabah, dan sebaliknya jika berada dalam tempat yang terkena wabah maka dilarang untuk keluar. Rasulullah Saw. bersabda, “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu” (HR. Bukhari).

Selain itu, di zaman khalifah Umar bin Khathab juga ada wabah penyakit tatkala Umar melakukan perjalanan ke Syam namun ia mendapati kabar bahwa ada wabah penyakit. Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan sebagaimana sabda Nabi untuk tidak memasuki wilayah wabah. 

Hadist ini telah menunjukkan bahwa kewajiban negara melakukan karantina wilayah dengan tidak mengizinkan masyarakat keluar atau memasuki wilayah wabah. Karantina wilayah ini didukung dengan penyediaan sarana kebutuhan bagi masyarakat. Negara tidak boleh memandang rakyat berdasarkan untung rugi. Karena rakyat adalah tanggung jawab negara, ia akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah kelak. 

Maka, selain perilaku menjalankan protokol kesehatan, prinsip lockdown juga harus dilakukan negara untuk menyelesaikan wabah. Karena tidak cukup satu sisi taat protokol kesehatan diperkekat, sementara di sisi lain pintu masuk dan keluar negeri dibuka. Karena alasan ekonomi justru mengabaikan kesehatan dan keselamatan rakyat.

Alhasil, hanya sistem Islam satu-satunya yang dapat menyelesaikan permasalahan umat manusia. Karena sistem Islam menawarkan solusi jitu terlebih mengatasi pandemi agar tak terus mengganas. Para pemimpin Islam akan memprioritaskan keselamatan rakyat agar tidak banyak lagi nyawa berjatuhan. Lebih dari itu penerapan syariat Islam secara kaffah (keseluruhan) akan memberikan keberkahan dari Allah Swt,

Allah Swt. berfirman, “Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan karena perbuatannya” (QS. Al-A’raf ayat 96).

Wallahu a’lam bishowab.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar