Pembangunan Ibu Kota Negara Mega Proyek Oligarki


Oleh : Puji Ariyanti (Pegiat Literasi untuk Peradaban)

Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) masih berlanjut di tengah-tengah kondisi negara yang carut marut.  Kesejahteraan untuk rakyat tetap alpa. Hutang negara terus menggurita. Proses penyusunan UU IKN yang main kebut menjadi tanda tanya besar, sebenarnya IKN ini untuk kepentingan siapa? 

Anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengatakan pihaknya bersama pemerintah bakal membahas revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah UU Ibu Kota Negara (IKN) disahkan pada 18 Januari 2022. “Kita lihat nanti, yang jelas kita akan revisi UU DKI Jakarta, itu bisa inisiatif kita di DPR atau inisiatif pemerintah,” ujar Arse (Beritasatu.com, 21/1/2022).

Disahkannya undang-undang ini terdapat beragam penolakan. Didapati inkonsistensi pemerintah pada sumber anggarannya. Awalnya pembangunan IKN ini tidak membebani APBN malah kini akan menggunakan dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Padahal sedianya dana ini untuk pemulihan ekonomi pasca Covid.

Pengamat politik Ujang Komarudin dari Universitas Al Azhar Indonesia berpandangan, tidaklah tepat jika pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Tahun 2022 mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). "Mestinya, uang tersebut untuk rakyat yang terdampak Covid-19. Pemaksaan dana pemulihan ekonomi yang dialihkan untuk IKN, ini bisa melukai rakyat," kata Ujang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/1/2022).

Bahkan kondisi keuangan negara juga tidak memungkinkan untuk pindah ibu kota negara pada saat ini. Indonesia sedang resesi dan hutang di ambang batas. Perekonomian semakin ambruk pasca wabah Covid.

Harusnya pemerintah lebih berkonsentrasi terhadap rakyat yang semakin terjerat kemiskinan. Sebagaimana sebelumnya,  dana PEN semestinya untuk dana kesehatan, perlindungan sosial. Dukungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan koperasi. Insentif usaha dan pajak dan program prioritas. Namun,  pemerintah malah mengalokasikannya untuk pembangunan Ibukota.

Sejak awal pembangunan ibukota negara baru ini telah menuai polemik.  Din Samsudin telah menolak proyek ini. Bahkan, ia berencana menggugat Undang-undang tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang sudah disahkan oleh DPR ke Mahkamah Konstitusi (MK). (CNN Indonesia). Menurutnya pemindahan ibukota negara baru tidak ada urgensinya ketika pemerintah masih memiliki utang luar negeri yang tinggi.

Pembangunan Ibu Kota Negara baru adalah proyek incaran para kapitalis tulen. Dengan biaya yang dibutuhkan untuk pemindahan IKN sebesar RP 466,98 Triliun akan menjadi mega proyek bagi investor dan pengusaha yang bergerak dalam bidang properti dan infrastruktur serta penyedia layanan dan jasa.

Inilah konsekuensi yang harus kita rasakan bersama hidup dalam sistem kapitalis-sekuler. Bahwasanya swasta di beri kesempatan berinvestasi dalam meraup keuntungan sebesar-besarnya. Sedangkan negara cukup memiliki pengaturan yang berlindung di balik  undang-undang. Setiap kebijakannya lebih mendahulukan para kapital daripada kepentingan rakyatnya. Itulah pemimpin dalam pemerintahan kapitalis-sekuler-neoliberal.

Berbeda dengan pemerintahan Islam, pemimpin memposisikan rakyatnya sebagai pemilik kekuasaan yang sebenarnya. Sedangkan penguasa posisinya sebagai pemegang amanah umat untuk memimpin dan mengatur rakyat dengan syariat Islam.

Tugas pemimpin dalam Islam berkewajiban mendedikasikan hidupnya untuk umat. Setiap kebijakan yang diambil untuk kemaslahatan umat. Tentu saja setiap kebijakan tersebut berorientasi akhirat. Karena sesungguhnya hal tersebut merupakan konsekuensi yang berlandaskan Iman dan takwa.

Kepemimpinan dalam Islam ini telah di proklamirkan oleh baginda Rasul SAW berabad-abad lamanya. Kemudian kepemimpinan tersebut dilanjutkan pada periode khilafah ala minhaj an-nubuwwah. 

Sejatinya sebuah kota hanya pantas dibangun jika dapat meningkatkan takwa kepada Allah serta rahmat untuk semesta alam.

Wallahu'alam Bissawab []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar