PENYEMATAN RADIKALISME SEBAGAI BENTUK ISLAMOPOBHIA


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Untuk mencegah penyebaran paham terorisme, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri, Brigjen Umar Effendi akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid. Menurut Umar, masjid ada bermacam-macam warna, ada yang hijau, ada yang keras, ada yang semi keras dan sebagainya. Beberapa masjid dianggap sering menjadi tempat penyebaran paham radikal. Merujuk hasil riset Lembaga perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) dan Rumah Kebangsaan yang diterbitkan Juli 2018, sebanyak 41 dari 100 masjid kantor pemerintahan di Jakarta terindikasi paham radikal. Selain itu, Umar juga menyatakan bahwa penyebaran paham terorisme di Indonesia saat ini marak dilakukan melalui media sosial. Meski cara lama seperti bedah buku, diskusi dan kajian juga masih kerap dipakai. (Harian Aceh, 26/01/2022).Senada dengan Umar, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar  menyatakan bahwa terdapat ratusan pondok pesantren yang terafiliasi dengan jaringan terorisme di berbagai wilayah. (Tempo.co 25/01/2022).

Hal tersebut dibantah oleh Sekjen Badan Kerja Sama Pondok Pesantren Indonesia (BKsPPI), Akhmad Alim yang meminta agar berhenti mengaitkan pondok pesantren dengan tindakan radikalisme karena mencoreng nama baik pondok pesantren. Menurutnya jika narasi tersebut terus berlanjut maka sama saja dengan melupakan peran pondok pesantren dalam kemerdekaan dan persatuan bangsa. (Republika.co.id, 27/01/2022). 

Radikalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Anehnya di negara dengan mayoritas penduduk Islam, radikalisme malah ditujukan kepada Islam itu sendiri. Hal ini tentu hanya akan menimbulkan perpecahan karena menyebabkan adanya Islamophobia baik itu oleh penganut agama diluar Islam maupun di dalam  umat Islam sendiri.  Selain itu radikalisme yang disematkan pada Islam juga jelas telah menunjukkan ketidakadilan.

Stigma negatif pada Islam, yaitu radikalisme pada awalnya dihembuskan oleh Henry Kissinger, Asisten Presiden Amerika Serikat untuk urusan Keamanan Nasional (1969-1975) pada sebuah wawancara di tahun 2004. Henry menyebutkan bahwa apa yang dinamakan terorisme di Amerika Serikat sebenarnya adalah pemberontakan radikalisme Islam terhadap dunia sekuler dan terhadap dunia yang demokratis atas nama pendirian semacam kekhilafahan. 

Telah jelas bahwa sematan radikalisme terhadap Islam sangat subjektif. Ada pihak tertentu yang tak ingin Islam kembali tegak dan memimpin dunia seperti ketika adanya khilafah.  Ketakutan kaum sekuler cukup beralasan, mengingat dalam kurun waktu dua dekade terakhir, arus kebangkitan Islam kembali menguat. Proyek barat untuk menghadang kebangkitan Islam pun senantiasa dikerahkan agar sistem kapitalis sekulernya tetap berjaya. Seperti adanya studi kasus pasca tragedi WTC 911 yang digulirkan untuk menyuburkan Islamophobia.  

Barat memanjangkan tangan demi kepentingannya melalui kerja sama dengan rezim yang berkuasa di negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Rezim pun senantiasa mengikuti arahan dari barat agar kebangkitan Islam tak lagi melaju yang pada akhirnya merugikan umat Islam. Hal ini dapat terlihat dari upaya membenturkan Islam dengan Pancasila dan NKRI. Ideologi Islam seolah-olah sumber perpecahan dan tidak dapat bersatu dengan negara bahkan berlawanan. Umat Islam senantiasa mendapat stigma negatif karena ajaran Islam sebagian dipandang sebagai momok yang menakutkan dan senantiasa dikaitkan dengan terorisme. 

Hal ini tentu tak dapat terus dibiarkan. Sudah saatnya umat Islam bersatu untuk mengungkap persekongkolan jahat penguasa sekuler. Umat Islam juga harus memiliki kesadaran politik Islam, yaitu memandang segala sesuatu dari sudut pandang syariat Islam sehingga dapat lebih waspada terhadap segala upaya penghancuran yang diakukan pihak sekuler terhadap Islam. Adanya ulama, partai politik Islam, organisasi Islam dan gerakan Islam juga memegang peran yang sangat penting demi persatuan umat Islam. Mereka yang akan menjelaskan kepada seluruh elemen bangsa bahwa ancaman terbesar bukanlah radikalisme seperti yang selama ini dihembuskan namun justru kapitalisme sekulerlah yang menjadi ancaman nyata. 

Proyek untuk menghancurkan Islam melalui radikalisme dengan izin Allah justru akan menambah keyakinan umat Islam terhadap agamanya. Islamophobia entah disematkan dengan istilah radikalisme atau terorisme adalah hal yang sangat tidak beralasan mengingat  hanya Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam ketika seluruh syariat-Nya telah dijalankan secara kaffah. 

Wallahu a’alam bishawwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar