Oleh : Inasfa Wardah Muslimah (aktivis dakwah)
Setelah beberapa waktu lalu muncul pernyataan dari Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) tentang pesantren-pesantren yang terafiliasi jaringan terorisme radikalisme, kini muncul kembali pernyataan yang hampir sama keluar dari lisan Presiden RI Joko Widodo. Presiden dalam pidatonya membahas tentang penceramah yang dicap radikal (suara.com, 6/3/2022).
Presiden Jokowi mengingatkan agar prajurit mengikuti arahan dan keputusan dari atasannya. Jangan sampai mengatasnamakan demokrasi, kegiatan beragama TNI dan Polri disusupi penceramah yang radikal. Sebab makro dan mikronya TNI-Polri telah dikoordinir oleh kesatuan.
Selaras dengan Presiden, Tenaga Ahli Utama Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin mengatakan, bahwa paham-paham radikal sudah masuk stadium 4. Jika diibaratkan paham radikal tersebut bagaikan penyakit kanker. Ia memberi alrm akan bahayanya penceramah radikal. "Anda bayangkan kira-kira paham apa jika di atas mimbar penceramah membandingkan antara pilih Al qur'an atau pancasila? Paham radikal," pungkas Ali Mochtar. Para ekstrimisme dan teroris menggunakan paham radikal sebagai mimbar-mimbar dengan menjadikan tren agama untuk mengacaukan situasi politik dan sosial kehidupan masyarakat, (Suara.com, 6/3/2022).
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menanggapi pernyataan Presiden Jokowi tersebut dengan menerbitkan beberapa kriteria penceramah radikal. Melalui Direktur Penanggulangan BNPT yaitu Ahmad Nurwakhid, penceramah yang anti pemerintah dan sering menebarkan isu kebencian terhadap pemerintah itulah salah satu ciri penceramah yang radikal.
Melalui propaganda, fitnah, adu domba, hate speech dan penyebaran hoaks, yang membangun ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah merupakan senjata para penceramah radikal. Demikan pula para pendakwah yang menurutnya menanamkan paham antipancasila dan selalu menyebarkan paham Khilafah, mereka stigmasi sebagai ustadz radikal (Muslim Obsesion, 6/3/2022).
Adapun kriteria pendakwah radikal yang disebutkan Nurwakhid antara lain : penceramah yang memiliki paham tafkiri (mengafirkan yang berbeda paham atau agama), memiliki sikap eksklusif, memiliki sikap intoleran, anti budaya dan kearifan lokal keagamaan. "Bersama kita harus waspada dan memutus penyebaran infiltrasi radikalisme sejak awal. Maka jangan asal memilih dan mengundang penceramah radikal ke ruang-ruang edukasi keagamaan masyarakat," ujar Nurwakhid. Dengan demikian, masyarakat tidak boleh menstigma penceramah dari penampilan busananya tetapi dari cara pandangnya (6/3).
Di tengah kondisi negeri yang masih dihantam pandemi serta berbagai macam persoalan lainnya, justru pemerintah lebih tertarik mengangkat isu radikalisme. Namun kali ini isu radikalisme diterangkan lebih spesifik. Yakni isu tersebut ditunjukkan pada para penceramah yang dianggap anti dan benci terhadap pemerintah. Bahkan isu sensitif tersebut ditodongkan terhadap para tokoh pemuka agama.
Mestinya, pemerintah dan BNPT tidak gegabah dalam mengeluarkan pernyataan, yang menyebutkan sejumlah kriteria penceramah radikal. Sebab hal itu akan menimbulkan kontroversi di masyarakat, yang akan menjadi polemik baru bagi umat Islam. Ditambah beredar luas daftar 180 para penceramah yang dianggap radikal yang tidak bisa dipertanggung jawabkan akan kebenarannya. Secara tidak langsung mencoreng nama baik para pendakwah yang tertera dalam daftar tersebut. Mirisnya kriteria penceramah radikal yang diungkapkan BNPT pun tidaklah tepat. Karena BNPT keliru dalam memahami makna dari beberapa kata yang ada dalam kriteria ciri ustad radikal.
Para penceramah yang kritis terhadap persoalan negeri dan mengkritik kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan islam, maka itu tidak bisa dikatakan suatu kebencian. Pemerintah tidak boleh menganggap kritikan sebagai upaya untuk membangkitkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sikap tersebut disebut radikal. Namun kritikan merupakan bentuk kepedulian dan kecintaan rakyat terhadap penguasa dan negara.
Mengapa melalui dakwah? Karena dakwah merupakan salah satu cara yang disyariatkan dalam Islam. Aktivitas ini sangat penting dikarenakan sebagai kontrol Islam terhadap penguasa agar tetap berada di jalan yang benar. Mengingatkan dan mengoreksi penguasa (Muhasabah lil hukkam) merupakan kewajiban yang harus ditunaikan. Ialah mengajak pemerintah agar menjalankan kewajibannya sebagai pelayan umat, pengurus rakyat dengan cara yang ma'ruf. Pemerintah tidak boleh berbuat kemungkaran dengan mengeluarkan kebijakan yang salah, lalai dan zalim terhadap rakyat. Kebijakan yang tentunya menyimpang dari syariat Islam.
Naasnya lagi, sistem pemerintahan Islam yaitu Khilafah dijadikan kambing hitam dalam isu radikalisme terorisme saat ini. Padahal jelas dalam kitab para ulama menyebutkan, bahwa Khilafah merupakan bagian dari ajaran Islam yang hukumnya wajib ditegakkan.
Adapun pemerintah beranggapan bahwa Khilafah adalah sebuah ideologi. Ini justru merupakan pemahaman keliru yang perlu diklarifikasi. Serta menjelaskan pada publik agar mereka tidak ikut serta menstigma negatif dan terprovokasi untuk memusuhi khilafah seperti pemerintah lakukan saat ini. Mestinya pemerintah berhati-hati dalam bernarasi agar tidak menjadi pihak yang justru dapat memecah belah bangsa ini. Karena khilafah merupakan sistem bernegara yang diajarkan agama. Sistem yang dapat melahirkan kemaslahatan bagi umat.
Pemerintah pun jangan membenturkan antara pancasila dengan khilafah. Karena khilafah memberlakukan hukum-hukum Islam. Dimana ketika khilafah diterapkan, secara otomatis akan mewujudkan nilai-nilai pancasila. Tidak seperti saat ini pancasila hanya dijadikan sebuah rumusan saja. Tapi praktiknya, banyak terjadi pelanggaran pada nilai pancasila. Bahkan pelanggaran itu dilakukan oleh para pejabat serta pemerintah sendiri. Seperti tindakan korupsi yang dilakukan para petinggi negeri yang menduduki kursi strategis dalam pemerintahan. Pemerintah juga menjual beberapa aset penting negara serta menyerahkan pengelolaan sumber daya alam pada pihak asing dan aseng. Walhasil pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membebani dan menyusahkan rakyat. Sebaliknya kebijakannya itu pro pada para pengusaha. Apakah hal tersebut sesuai dengan nilai pancasila?
Paling kontradiktif ialah pemerintah hampir tidak pernah menyinggung-nyinggung paham lain seperti Komunisme dan Kapitalisme. Padahal nyatanya jika pemerintah jujur, paham-paham tersebut merupakan ideologi yang bertentangan dengan pancasila. Juga menjadi penyebab ketidakstabilan perekonomian dan persoalan lainya, yang begitu kompleks menimpa negeri ini. Maka tidak tepat jika saat ini pemerintah terus mengangkat isu radikalisme teroris. Sebab banyak persoalan kongkrit yang lebih penting untuk diurusi dan diselesaikan pemerintah yaitu menyangkut hajat hidup rakyatnya. Sebagaimana saat ini langka dan mahalnya beberapa kebutuhan rumah tangga. Seperti minyak goreng, kedelai, daging sapi, gas elpiji dan barang lainnya. Kebutuhan pokok rumah tangga yang membutuhkan penyelesaian sesegera mungkin.
Maka ketika muncul kritikan dari rakyat termasuk dari penceramah, pemerintah jangan asal mencap radikal. Apalagi hanya karena berbeda pandangan dan bertentangan dengan kepentingan penguasa. Karena menghadapi kritikan pemerintah harusnya bersikap dewasa dan bijak. Artinya berlapang dada menerima kritik konstruktif dari rakyat yang sudah mengingatkannya. Bukan sebaliknya, pemerintah menyerang balik dengan cara melabeli pemuka agama sebagai penceramah radikal ataupun anti pancasila. Hal itu dikarenakan pemerintah anti kritikan. Sikap yang ditunggangi kepentingan politik ala oligarki.
Anehnya pemerintah malah menuduh dan menyalahkan pendakwah sebagai pihak yang membangun ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah sekarang. Padahal pemerintah sendirilah yang menyebabkan munculnya ketidakpercayaan dan keraguan di masyarakat. Masyarakat acap kali menjadi pihak yang dikecewakan oleh pemerintah. Baik dari kinerja, pelayanan publik dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka wajar distrust masyarakat akan terbentuk karena memang dipengaruhi oleh sikap pemerintah sendiri.
Dalam hal ini, pemerintah mestinya berintropeksi diri menjadi lebih baik lagi dalam melayani masyarakat. Melayani masyarakat dengan ikhlas atas dorongan takwa. Membuat regulasi yang akan memudahkan dan meringankan beban masyarakat. Menepati janjinya kepada rakyat. Sedangkan tugas penceramah, hanya wajib menyampaikan apa yang menjadi ajaran Islam. Adapun menginginkan pemerintah bersikap adil kepada rakyat sama halnya seperti yang tertuang dalam pancasila "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Penceramah yang mendakwahkan khilafah ialah wajib hukumnya dalam Islam. Karena konsekuensi sebagai seorang muslim adalah wajib berhukum kepada hukum Allah yakni syariat Islam. Khilafah sendiri adalah sistem terbaik yang pernah diterapkan oleh Rasulullah saw. untuk mengurusi umatnya. Karena Khilafah menerapkan syariat Islam secara komprehensif yang akan menjadi solusi yang tepat dan mampu menyelesaikan seluruh problematika umat manusia dalam kehidupan pribadi, kehidupan sosial dan kehidupan bernegara.
Wallahu'alam...
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar