Oleh : Eulis Nurhayati
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutuskan dua polisi terdakwa pembunuhan sewenang-wenang (unlawful killing) terhadap laskar Front Pembela Islam (FPI) lepas dari hukuman pidana. Meskipun dua terdakwa terbukti dalam dakwaan primer jaksa.
Perbuatan Brigadir Polisi Satu (Briptu) Fikri Ramadhan dan Inspektur Polisi Dua (Ipda) Mohammad Yusmin Ohorella tidak dapat dijerat pidana. Pasalnya, keduanya masuk dalam kategori pembelaan diri yang terpaksa dan pembelaan terpaksa yang melampaui batas.
"Dengan demikian, Briptu Fikri dan Ipda Yusmin tidak dapat dijatuhi pidana karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata ketua majelis hakim M. Arif Nuryanta dalam putusan sidang di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jumat (18/03/2022).
Dalam pertimbangannya, hakim menerangkan alasan pembenaran itu menghapus perbuatan melawan hukum yang dilakukan Briptu Fikri dan Ipda Yusmin, sementara alasan pemaaf menghapus kesalahan kedua polisi tersebut. Tindakan melawan hukum terdakwa ialah merampas nyawa orang lain dengan menembak empat anggota FPI di dalam mobil Xenia milik polisi pada 7 Desember 2020.
Perbuatan pidana itu, sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP, masuk dalam dakwaan primer jaksa. Terkait itu, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam dakwaan primer jaksa terbukti, tetapi perbuatan itu merupakan upaya membela diri. Dengan demikian, kata Arif, kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum, sehingga dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Arif juga memerintahkan agar kemampuan, hak, dan martabat kedua polisi itu dipulihkan. Selanjutnya, majelis hakim memerintahkan sejumlah barang bukti dikembalikan ke Polda Metro Jaya, ke keluarga korban, dan sisanya dimusnahkan. (Repjabar.republika.co.id 18/03/22).
Inilah salah satu bukti betapa hukum dan peradilan di negeri ini sangatlah tidak adil dan zalim. Lantas mengapa ketidakadilan dan kezaliman begitu nyata di negeri ini? Setidaknya ada dua faktor penyebabnya. Pertama, sistem hukum dan peradilan di negeri ini sangat dipengaruhi dan dilandasi oleh sistem hukum dan peradilan barat yang sekuler. Sekularisme barat melahirkan sistem demokrasi yang memberikan kebebasan kepada manusia untuk menetapkan hukum tanpa terikat oleh ajaran agama. Dengan demikian sistem hukum dan peradilan di negeri ini nyata mencampakkan hukum dari Zat Yang Maha Adil, Allah SWT. Karena itu dapat dipastikan produk hukum yang dibuat pasti tidak sempurna dan memiliki banyak kelemahan.
Di sisi lain, manusia memiliki interest (kepentingan) baik pribadi maupun kelompok. Atas dasar ini, wajar jika hukum yang dihasilkan oleh rekayasa pemikiran manusia semata akan menghasilkan ketidakadilan. Hukum sangat berpihak kepada siapa yang berkuasa dengan berbagai kepentingannya. Persamaan di depan hukum menjadi tidak ada. Sebabnya, sejak awal hukum memang tidak diperuntukkan bagi semua. Inilah cacat hukum produk demokrasi.
Kedua, bobroknya mental sebagian aparat penegak hukum. Entah polisi, jaksa, atau hakim. Pasalnya, dalam sistem yang jauh dari tuntunan agama (Islam), siapapun—termasuk para aparat penegak hukum—begitu mudah tergiur oleh uang, jabatan, perempuan, dan godaan duniawi lainnya. Akhirnya, mereka banyak yang terlibat jual-beli perkara. Keadilan pun tak bisa lagi diharapkan.
Setiap orang yang mendambakan keadilan, sudah sepantasnya berharap dan bertumpu hanya pada syariah Islam. Tentu karena hanya syariah Islam yang adil. Sebabnya, syariah Islam bersumber dari Zat Yang Maha Adil. Allah Yang Maha Adil telah menetapkan sejumlah aturan/hukum untuk mengatur kehidupan manusia di dunia. Orang yang melanggar aturan/hukum-Nya dinilai berdosa dan bermaksiat. Dia bisa dikenai sanksi di dunia atau diazab di akhirat. Rasulullah Saw. bersabda:
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَعُوْقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَ مَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ إِنْ شَاءَ غَفَّرَ لَهُ وَ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
"Siapa yang melanggar (ketentuan Allah SWT. dan Rasul-Nya), lalu diberi sanksi, itu merupakan penebus dosa bagi dirinya. Siapa saja yang melanggar (ketentuan Allah SWT. dan Rasul-Nya), namun (kesalahannya) ditutupi oleh Allah, maka jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuni dirinya; dan jika Dia berkehendak, Dia akan mengazab dirinya." (HR al-Bukhari).
Selain itu, sebagai muslim kita tentu wajib meyakini bahwa hanya hukum Allah yang terbaik. Allah SWT. sendiri yang menegaskan demikian:
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah [5]: 50).
Syaikh Wahbah az-Zuhaili menerangkan, ayat ini bermakna bahwa tak ada seorang pun yang lebih adil daripada Allah SWT., juga tak ada satu hukum pun yang lebih baik daripada hukum-Nya. (Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, 6/224).
Karena keadilan itu merupakan sifat yang melekat pada Islam (Lihat: QS al-An’am [6]: 115). Sebaliknya, saat Islam dijauhkan, dan Al-Quran tidak dijadikan rujukan dalam hukum, yang bakal terjadi adalah kezaliman. Allah SWT. berfirman:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Siapa saja yang tidak berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan (Al-Quran) maka merekalah para pelaku kezaliman." (TQS al-Maidah [5]: 45).
Ketidakadilan dan kezaliman pun dirasakan ketika hukum yang berlaku tidak jelas dan tegas walaupun menghilangkan nyawa seseorang. Padahal nyawa adalah anugerah Allah SWT. yang begitu dijaga dan dilindungi dalam Islam. Tidak ada agama yang begitu menghargai dan melindungi nyawa manusia melebihi Islam. Darah dan jiwa manusia mendapatkan perlindungan kuat. Allah SWT. menetapkan pembunuhan satu nyawa tak berdosa sama dengan menghilangkan nyawa seluruh umat manusia:
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي اْلأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
"Siapa saja yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia." (TQS al-Maidah [5]: 32).
Jangankan pembunuhan, menimpakan bahaya dan kesusahan kepada sesama saja diharamkan dalam Islam. Nabi Saw. mengancam siapa saja yang membahayakan atau menyusahkan orang lain dengan balasan yang serupa:
مَنْ ضَارَّ ضَرَّهُ اللهُ وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْه
"Siapa saja yang membahayakan orang lain, Allah akan menimpakan bahaya kepada dirinya. Siapa saja menyusahkan orang lain, Allah akan menimpakan kesusahan kepada dirinya." (HR al-Hakim).
Hadis ini berlaku umum. Apakah menimpakan bahaya kecil atau besar, mengancam jiwa ataukah tidak. Semua itu Allah SWT. haramkan. Apalagi jika pelakunya adalah penguasa yang menimpakan kesusahan dan bahaya kepada rakyatnya.
Nabi Saw. bahkan mengingatkan kaum Muslim untuk berhati-hati saat membawa anak panah ke tengah kerumunan, seperti di pasar, agar tidak melukai orang lain meski tidak disengaja. Beliau bersabda:
إِذَا مَرَّ أَحَدُكُمْ فِي مَسْجِدِنَا أَوْ فِي سُوقِنَا وَمَعَهُ نَبْلٌ فَلْيُمْسِكْ عَلَى نِصَالِهَا ـ أَوْ قَالَ فَلْيَقْبِضْ بِكَفِّهِ ـ أَنْ يُصِيبَ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ مِنْهَا شَىْءٌ
"Jika salah seorang di antara kalian melewati masjid kami, atau pasar kami, sedangkan ia membawa anak panah, hendaklah ia memegang (menutup) mata anak panahnya atau memegang dengan tangannya agar tidak sedikitpun melukai salah seorang muslim pun." (HR al-Bukhari).
Tindakan mengacungkan senjata tajam atau senjata apa saja, atau sesuatu yang sekiranya mengancam keselamatan orang lain, adalah haram. Bahkan meskipun hal itu dilakukan dengan main-main, hukumnya tetap haram. Dalam hadits penuturan Hammam dikatakan:
سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لاَ يُشِيرُ أَحَدُكُمْ عَلَى أَخِيهِ بِالسِّلاَحِ، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ، فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
Aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata bahwa Nabi Saw. bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian mengarahkan pedangnya kepada kawannya. Siapa tahu setan menarik tangannya, lantas ia terjerumus dalam lubang neraka.” (HR al-Bukhari).
Jika mengarahkan senjata tanpa niat mencelakakan saja diharamkan, apalagi secara sengaja menakut-nakuti dan mengancam orang beriman dengan senjata. Allah SWT. mengancam para pelakunya dengan ancaman yang keras:
إِنَّ الَّذِينَ فَتَنُوا الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَتُوبُوا فَلَهُمْ عَذَابُ جَهَنَّمَ وَلَهُمْ عَذَابُ الْحَرِيقِ
"Sungguh orang-orang yang mendatangkan cobaan kepada orang-orang yang Mukmin laki-laki dan perempuan, kemudian mereka tidak bertobat, bagi mereka azab jahanam dan bagi mereka azab (neraka) yang membakar." (TQS al-Buruj [85]: 10).
Harga nyawa manusia, apalagi orang Mukmin, amatlah mahal di sisi Allah SWT. Karena itulah darah seorang Mukmin mesti terjaga kecuali dengan alasan yang haq. Nabi Saw. bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمُفَارِقُ لِدِيْنِهِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
"Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan satu dari tiga (perkara): (1) orang yang membunuh satu jiwa; (2) orang yang sudah menikah yang berzina, (3) orang yang keluar dari agamanya (murtad dari Islam) dan meninggalkan jamaah (kaum Muslim)." (HR al-Bukhari dan Muslim).
Begitu berharganya nyawa seorang mukmin, kehancuran dunia jauh lebih ringan dibandingkan dengan hilangnya nyawa mukmin tanpa haq. Sabda Nabi Saw.,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
"Kehancuran dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan pembunuhan seorang Muslim." (HR an-Nasa’i).
Allah SWT. dan Rasul-Nya mengancam keras pelaku pembunuhan, terutama kepada orang mukmin. Pertama, pelakunya dinilai telah melakukan dosa besar. Nabi Saw. bersabda, “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allâh, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq…” (HR al-Bukhari).
Bahkan Nabi saw. menyebutkan bahwa membunuh mukmin adalah tindakan kekufuran:
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
"Menghina seorang muslim adalah fasik, sedangkan membunuhnya adalah kafir." (HR al-Bukhari).
Para ulama menyatakan bahwa seorang Muslim bisa jatuh dalam kekufuran andaikan ia menghalalkan darah seorang mukmin yang sebenarnya terjaga. Namun, jika semata karena hawa nafsu amarah misalnya, maka tidak menyebabkan pelakunya riddah, keluar dari agama Allah SWT., meski dia tetap berdosa besar.
Kedua, pelakunya diancam dengan Neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya. Allah SWT. berfirman:
وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا
"Siapa saja yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, balasannya ialah neraka jahanam. Dia kekal di dalamnya. Allah murka kepada dia, mengutuk dia, dan menyediakan bagi dia azab yang besar." (TQS an-Nisa’ [4]: 93).
Ketiga, jika pelakunya banyak maka seluruh pelakunya akan diazab dengan keras. Rasul Saw. bersabda:
لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاءِ وَأَهْلَ الأَرْضِ اجْتَمَعُوا عَلَى قَتْلِ مُسْلِمٍ لَكَبَّهُمُ اللهُ جَمِيعًا عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ
"Andai penduduk langit dan penduduk bumi berkumpul membunuh seorang muslim, sungguh Allah akan membanting wajah mereka dan melemparkan mereka ke dalam neraka." (HR ath-Thabrani).
Keempat, para pembunuh akan dituntut pada hari kiamat oleh para korban pembunuhan mereka. Di dunia, sering para pembunuh kaum Mukmin lolos dari jerat hukum atau malah mendapatkan pembelaan dan perlindungan hukum dari para penguasa. Namun, tidak demikian pada hari akhir. Nabi Saw. bersabda:
يَجِيءُ الْقَاتِلُ وَالْمَقْتُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُتَعَلِّقٌ بِرَأْسِ صَاحِبِهِ – وفي لفظ : يَجِيءُ مُتَعَلِّقًا بِالْقَاتِلِ تَشْخَبُ أَوْدَاجُهُ دَمًا – يَقُولُ : رَبِّ سَلْ هَذَا لِمَ قَتَلَنِي
"Pembunuh dan korban yang dibunuh akan didatangkan pada hari kiamat dengan menenteng kepala temannya (pembunuh). Dalam riwayat lain dinyatakan: Dia (korban) membawa sang pembunuh, sementara urat lehernya bercucuran darah. Lalu dia berkata, “Ya Allah, tanya orang ini, mengapa dia membunuh saya.” (HR Ibnu Majah).
Kelima, para pelaku pembunuhan yang bergembira dengan tindak pembunuhan mereka tidak berhak mendapatkan pengampunan dari Allah SWT. Sabda Nabi Saw.,
مَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا فَاعْتَبَطَ بِقَتْلِهِ لَمْ يَقْبَلِ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً.
"Siapa saja yang membunuh seorang muslim, lalu dia bergembira dengan pembunuhan tersebut, maka Allah tidak akan menerima tobat dan tebusannya." (HR Abu Dawud).
Untuk mencegah pembunuhan yang disengaja, Islam memberikan sanksi yang keras berupa hukuman qishash kepada pelaku pembunuhan. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian qishâsh berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh: orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, dan wanita dengan wanita…" (TQS al-Baqarah [2]: 178).
Qishash adalah tuntutan hukuman mati atas pembunuh karena permintaan keluarga korban. Hukum ini memberikan rasa keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan, sekaligus menjadi pencegah tindakan kejahatan serupa.
Jika keluarga korban tidak menghendaki qishash, mereka juga bisa menuntut diyat atau denda pada para pelaku pembunuhan. Diyat yang dimaksud adalah 100 ekor unta, 40 diantaranya dalam keadaan bunting.
Begitulah mulianya syariah Islam dalam melindungi nyawa manusia. Karena itu sepanjang Negara Islam tegak sejak Nabi Saw. di Madinah, kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur-Rasyidin, kaum muslim mendapatkan perlindungan yang luar biasa. Tidak setetes pun darah tumpah melainkan ada pembelaan dari Negara Islam. Bahkan para pelaku kriminal pun masih mendapatkan perlindungan sampai kemudian terbukti mereka bersalah di pengadilan dan layak mendapatkan hukuman setimpal, termasuk hukuman mati.
Ironi yang kita rasakan hari ini, betapa nyawa muslim tidak terjaga dan tidak mendapat perlindungan dan pembelaan. Bahkan seolah-olah ada opini bahwa darah seorang muslim itu murah dan boleh ditumpahkan kapan saja. Cukup melabeli mereka dengan sebutan radikal atau teroris, maka kehormatan dan darah mereka bisa dirusak kapan saja. Wal ‘iyadzu bilLah.
Alhasil, terbukti bahwa sistem sekuler yang diterapkan saat ini—dengan konsep HAM dan demokrasinya—telah gagal menegakkan keadilan, melindungi kehormatan dan nyawa manusia. Saatnya sistem sekuler dicampakkan. Saatnya umat kembali pada sistem Islam yang menerapkan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu'alam bish-shawab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar