HARAPAN SEMU HIDUP SEJAHTERA DALAM SISTEM KAPITALIS


Oleh: Astriani Lydia, S.S

Sudah menjadi hal yang biasa ketika bulan Ramadhan tiba, mulai bermunculan para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Kepala Bidang Penertiban Umum Satpol PP Kota Bekasi, Ade Rahmat mengatakan, dengan selalu meningkatnya jumlah PMKS di Kota Bekasi menjelang Ramadhan, ia menduga ada pihak yang sudah berkoordinasi dengan para penyandang masalah sosial tersebut. “Kadang-kadang yang namanya PMKS menjelang bulan suci Ramadhan ini ada koordinatornya. Jadi ada yang menyuruh mereka dari luar (Kota Bekasi) kadang-kadang pakai mobil, di-drop nanti dijemput lagi,” jelas Ade. Karena mengganggu ketertiban umum, pihak Satpol PP akan langsung membawa PMKS ke rumah singgah yang sudah disediakan Pemerintah Kota Bekasi. (KOMPAS.com, 23/03/2022)
Harapan semu
 
Hidup sejahtera merupakan dambaan setiap umat manusia.  Akan tetapi pandangan terhadap kesejahteraan termasuk cara untuk meraihnya sangat tergantung dari sudut pandang manusia.  Kapitalisme yang dianut bangsa ini adalah ideologi yang bercorak materialistik, ia menempatkan capaian materi sebagai penentu kebahagiaan. Akan tetapi di sisi lain, kapitalisme sebagai penyangga sistem dunia saat ini juga terbukti gagal menciptakan kesejahteraan manusia. Bahkan, ideologi ini menyebabkan manusia masuk pada lubang kehancuran dan kebinasaan. Kebobrokan sistem kapitalisme pada segala sisi, baik pada sistem ekonomi, hukum, pendidikan, pemerintahan, kesehatan, dan lain sebgainya telah nyata terpampang di depan mata. Terbukti, sistem kapitalis hanya menghasilkan harapan semu tentang kesejahteraan.


Islam Menjamin Kesejahteraan 

Islam dengan syari’atnya mengandung berbagai aturan yang berkaitan dengan kesejahteraan manusia. Salah satunya adalah jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi tiap individu masyarakat, baik berupa pangan, sandang, dan papan, juga lapangan pekerjaan. Untuk merealisasikan hal tersebut, Islam memiliki beberapa aturan yang diterapkan olen negara. Diantaranya:
1. Memberikan dorongan kepada laki-laki bekerja untuk mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya dalam rangka memenuhi kewajiban. Sebagaimana yang diatur didalam nash Qur’an dan Hadits Nabi SAW:
Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.”[TQS. al-Baqarah:233].
Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, baik ia diberi atau ditolak. (HR. Bukhari & Muslim)

2. Mewajibkan kepada keluarganya  yang hidup berkecukupan menanggung saudaranya yang tidak mampu. Tetangga juga punya kewajiban terhadap tetangganya. Rasulullah SAW, bersabda:
"Tidak beriman kepada-Ku seorang yang tidur malam dalam keadaan kenyang, sementara tetangga sebelahnya lapar dan dia mengetahui" (HR. al Bazzar dan Thabarani, dengan sanad Hasan)

3. Memberikan peluang yang sama untuk hidup lebih sejahtera.
Khalifah Umar menyatakan: “Orang yang memagari tanah tidak berhak (atas tanah yang telah dipagarinya) setelah (membiarkannya) selama tiga tahun.” 

4. Melarang setiap hal haram yang juga menimbulkan kekacauan ekonomi. Diantaranya Riba, judi, ghabn Fahisy (penipuan harga dlm jual beli), tadlis (penipuan barang/alat tukar), ihtikar (menimbun), mengemis. Perkataan Rasulullah SAW: "Wahai Qobishoh, sesungguhnya meminta itu tidak dibolehkan kecuali dalam salah satu dari tiga hal, yaitu : Seseorang (yang mendamaikan pertikaian antara manusia lalu) dia menanggung beban biayanya maka boleh baginya meminta hingga dia mendapatkannya kemudian dia berhenti dari meminta. Seseorang yang tertimpa bencana hingga musnah hartanya maka boleh baginya untuk meminta hingga dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Seseorang yang tertimpa kemiskinan yang sangat hingga 3 orang yang cerdik dari kaumnya berkata: telah menimpa orang itu kemiskinan yang sangat maka boleh bagi orang ini untuk meminta sampai dia mendapatkan hal yang bisa menopang hidupnya. Selain ketiga hal ini -wahai Qobishoh- meminta-minta itu termasuk memakan harta yang haram" (HR Muslim)

5. Negara wajib memelihara urusan rakyatnya.
Rasulullah SAW bersabda: “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.”[HR. Bukhari dan Muslim].
Kemudian dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorang hamba yang dijadikan Allah mengatur rakyat, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya (tidak menunaikan hak rakyatnya), kecuali Allah akan haramkan dia (langsung masuk) surga.” (HR. Muslim)

Adapun tanggungjawab negara adalah  memberikan pendidikan kepada rakyat, mendorong mereka untuk giat bekerja dan menciptakan lapangan kerja. Rasulullah pernah memerintahkan salah seorang sahabat yg meminta untuk mengambil barangnya, kemudian Rasul melelangnya dan memberikan hasil penjualannya sambil berkata: "Belilah makanan dengan satu dirham kemudian berikan kepada keluargamu, dan belilah kapak kemudian bawalah kepadaku." Kemudian orang tersebut membawanya kepada beliau, lalu Rasulullah mengikatkan kayu pada kapak tersebut dengan tangannya kemudian berkata kepadanya: "Pergilah kemudian carilah kayu dan juallah. Jangan sampai aku melihatmu selama lima belas hari." … (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah)

Negara pun wajib menanggung kebutuhan pokok rakyatnya saat rakyat tersebut sudah tidak mampu bekerja, dan kerabatnya juga hidupnya kekurangan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa meninggalkan harta (kekayaan), maka (harta itu) untuk ahli warisnya, dan barang siapa meninggalkan keluarga (miskin yg tak mampu), maka itu menjadi tanggunganku kepadaku.” (H.R. Bukhari).
‘Umar bin Khaththab. ra, pernah membangun suatu rumah yang diberi nama , “daar al-daaqiq’ (rumah tepung) antara Makkah dan Syam. Di dalam rumah itu tersedia berbagai macam jenis tepung, kurma, dan barang-barang kebutuhan lainnya. Tujuan dibangunnya rumah itu adalah untuk menolong orang-orang yang singgah dalam perjalanan dan memenuhi kebutuhan orang-orang yang perlu sampai kebutuhannya terpenuhi.
6. Menjaga harta kaum muslimin dan menyerahkan pada yg berhak.
Suatu ketika Rasulullah bergegas setelah shalat Ashar, melangkahi pundak orang- orang menuju kamar istrinya, setelah kembali Beliau saw bersabda: "Aku bergegas dari shalat karena aku ingat suatu lantakan emas yang masih tersimpan di rumah kami. Aku tidak suka jika barang itu menahanku, maka aku memerintahkan (kepada istriku) untuk membagi-bagikannya.” (HR. Bukhory)
Imam Ali juga meriwayatkan bahwa khalifah ‘umar pernah mencari unta zakat yg lepas, dan khawatir kalau diakhirat akan dituntut gara-gara menyia-nyiakan hak umat Islam (Al Ghazali, Mukâsyafatul Qulûb)
7. Mewajibkan kepada setiap rakyat untuk menolong yang kekurangan
Ketika negara memang tidak mempunyai kas lagi untuk menolong orang yang kekurangan, maka kewajiban ini kembali berasli ke umat Islam yang mempunyai kelebihan harta. Berkata Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al-Muhalla (4/281) “Orang-orang kaya ditempatnya masing-masing mempunyai kewajiban menolong orang-orang fakir dan miskin, dan pemerintah pada saat itu berhak memaksa orang-orang kaya (untuk menolong fakir-miskin).

Demikianlah Islam mengatur pelaksanaan kewajiban agar tidak ada yang terzholimi dan rakyat sejahtera dengan cara yang diridhoi Allah SWt. Semoga berbagai kesulitan yang makin mencekik rakyat saat ini, membukakan pkiran dan hati masyarakat bahwa kapitalisme harus dicampakkan dan diganti dengan aturan Islam yang bersumber dari yang Maha menyejahterakan. Wallahu a’lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar