Oleh : Suharni (Pemerhati Masyarakat)
Ritual mengisi Kendi Nusantara yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama 34 gubernur se-Indonesia di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dinilai sebagai bentuk politik klenik. Dilansir dari KOMPAS.com pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta Ubedilah Badrun mengatakan, "Praktek semacam itu dalam terminologi sosiologi budaya dan sosiologi politik bisa dikatagorikan sebagai politik klenik. Suatu praktik politik mengimplementasikan kemauan penguasa (IKN) berdasar imajinasi irasionalitasnya yang meyakini semacam adanya mistisisme tertentu," (13/3/2022).
Menurut Ubedilah, praktik mengisi Kendi Nusantara dan membawa tanah dan air dari seluruh provinsi adalah sesuatu yang mengada-ada tetapi diyakini sebagai sebuah hal yang mengandung pesan mistik. "Politik klenik itu menunjukkan suatu kemunduran peradaban politik. Praktik itu bertentangan dengan rasionalitas masyarakat modern. Sebab politik modern yang menghadirkan pemerintahan modern meniscayakan syarat rasionalitas dalam seluruh implementasi kebijakannya. Membawa kendi berisi air dan tanah dari 34 provinsi itu sesuatu yang irasional," ucap Ubedilah.
Presiden Jokowi dijadwalkan berkemah di titik nol Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mulai Senin (14/3/2022) sampai Selasa (15/3/2022). Agenda kemah tersebut juga dihadiri oleh sederet pejabat pemerintah pusat dan gubernur dari 34 provinsi se-Indonesia.
Sebelum berangkat, para gubernur diminta untuk membawa satu liter air dan dua kilogram tanah dari masing-masing provinsi. Tanah dan air dari seluruh penjuru Nusantara tersebut akan dimasukkan dalam kendi berukuran besar dari tembaga, yang dinamakan Kendi Nusantara.
Kemudian, Kendi Nusantara akan diletakkan di titik nol IKN sebagai titik awal pembangunan IKN. Prosesi ritual Kendi Nusantara disinyalir mengandung filosofi sebagai pengingat asal usul nenek moyang dan kearifan leluhur.
Dalam kegiatan itu, Jokowi mengatakan proses penyatuan tanah dan air dari 34 provinsi adalah wujud dimulainya proses pembangunan IKN Nusantara. "Pada hari ini Senin 14 Maret 2022, kita hadir bersama-sama di sini dalam rangka sebuah cita-cita besar dan pekerjaan besar, yang akan kita segera mulai yaitu pembangunan Ibu Kota Nusantara," kata Jokowi di lokasi acara, seperti dilansir dari Kompas TV, Senin (14/3/2022).
Jokowi mengatakan, acara ini dihadiri oleh 34 kepala daerah dari 34 provinsi di Indonesia. Hadir pula 15 tokoh masyarakat dari Kalimantan Timur.
Penguasa yang begitu enggan bahkan menolak syariat,tetapi dengan senang hati memasukkan hal-hal klenik atau mistis dalam kehidupan bernegara. Tidak cukupkah beragam permasalahan yang melanda negeri ini? Kini malah ditambah dengan perilaku syirik yang mengundang murka Allah. Bagaimana mungkin keberkahan akan tercurah jika klenik jadi andalan? Praktik politik klenik sejatinya mencerminkan rendahnya taraf berpikir dan hilangnya rasionalitas dalam diri seseorang. Tidak bisa dimungkiri, hal ini juga telah menjangkiti masyarakat.
Rendahnya taraf berpikir masyarakat nyata dimanfaatkan untuk menyokong kepentingan rezim. Banyak kebijakan menyengsarakan dan kerusakan terpampang, tetapi masih saja didukung karena tidak memahami bahwa kehidupan mereka seharusnya diurus dengan syariat Islam yang berasal dari Sang Khalik.
Ketika berbicara tentang berkumpulnya 34 air dan tanah dari penjuru Indonesia sebagai harapan persatuan, mengapa justru praktik politik yang dilakukan selama ini menghancurkan persatuan? Alih-alih mendengar dan memikirkan keluhan rakyat, yang ada justru menggunakan para buzzer untuk memecah belah rakyat.
Juga terkait pemindahan IKN, pemerintah justru menutup rapat telinga dan hati dari kritik dan masukan para ahli. Terlihat sekali, tidak ada koneksi antara masalah yang dihadapi dengan solusi yang diambil.
Namun, memang beginilah wajah sistem demokrasi, penuh dengan kemunafikan. Konon katanya menjunjung tinggi suara rakyat, nyatanya hanya menjadikan rakyat sebagai “keset” bagi para oligarki.
Mitosnya, demokrasi juga mengandung ide kebebasan berekspresi, yakni segala perilaku maksiat dan merusak bisa tumbuh subur di sana, tetapi pemikiran Islam yang membawa pada kebaikan justru diberangus dan dibungkam.
Dengan menyingkirkan peran agama dalam kehidupan, secara tidak langsung memberi peluang masuknya kesyirikan. Mengapa demikian? Tidak dapat kita mungkiri bahwa secara fitrah, manusia memiliki naluri (gharizah) yang salah satunya berupa naluri kehambaan/beragama (gharizah tadayyun), yaitu rasa lemah, terbatas, dan membutuhkan sesuatu yang dianggap berkuasa.
Demokrasi menafikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang layak diibadahi dan tidak mengimani kemahakuasaan Allah Taala sebagai Pencipta. Oleh karenanya, salah satu penyaluran naluri ini adalah pada hal-hal yang mistis. Para pelaku klenik merasa telah berbuat kebaikan, nyatanya justru kesesatan yang mereka lakukan.
Bukankah Allah Swt. telah mengingatkan, “Dan sebagian manusia ada orang yang menjadikan Tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman, mereka sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka menyaksikan azab (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS Al-Baqarah: 165)
“Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami memberitahu kalian tentang orang yang paling rugi perbuatannya? (Mereka itulah) orang-orang yang sesat perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.’” (QS Al-Kahfi [18]: 103-104)
Dengan politik klenik, alih-alih sejahtera dan bahagia sebagaimana harapan penguasa, yang ada justru mengundang kemurkaan Allah sebagai Sang Penguasa alam semesta yang sesungguhnya. Rasulullah saw. bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Aku tidaklah butuh adanya tandingan-tandingan. Barang siapa yang mengerjakan suatu amal dalam keadaan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkan dia dan perbuatan syiriknya itu.’” (HR Muslim no. 7666)
Bukankah Allah ‘Azza wa Jalla mengingatkan bahwa keberkahan (ziyadatul khair) hanya akan tercurah jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa? “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)
Semoga umat makin menyadari kerusakan demokrasi dan penguasa produk sistem kufur ini, serta bersegera menyambut seruan perjuangan penegakan syariat dan sistem Islam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar