SAMPAH, PROBLEM KLASIK AKIBAT GAYA KAPITALISTIK


Oleh : Siami Rohmah (Pegiat Literasi)

Bisa dibayangkan bagaimana pusingnya pemerintah kota Depok dalam berupaya mengatasi problem sampah di Depok. Bagaimana tidak dalam sehari ada 1000 ton sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) kota Depok setelah lebaran ini. Jumlah volume sampah mengalami kenaikan sekitar 100 ton, yang biasanya volume sampah yang masuk sekitar 900 ton per hari. (Republika.co.id)

Depok tidak sendirian, Pontianak juga sedang kesulitan mengatasi sampah yang kian membludak, yaitu sekitar 400 ton per hari. Sampai akhirnya pemerintah kota Pontianak mencoba mengatasi masalah sampah ini dengan bekerjasama dengan PT Kusuma Jaya Agro untuk pengolahan sampah dan co-firing sebagai bahan bakar energi baru terbarukan. (GenPI. co Kalbar).

Sesungguhnya masalah sampah adalah masalah klasik yang dihadapi masyarakat yang menyebut dirinya sebagai masyarakat modern. Masyarakat kekinian yang semakin bersikap konsumtif, namun mereka tidak acuh terhadap masalah sampah yang sebenarnya mereka ketahui  memperparah kondisi ini. Generasi milenial yang akan merasa bergengsi ketika sudah pernah mencicipi menu-menu kekinian di resto dan cafe-cafe yang sedang naik daun, yang otomatis akan berkontribusi dalam menambah volume sampah.

Menurut Profesor Enri Damanhuri, Guru Besar Pengelolaan Udara dan Limbah, Institut Teknologi Bandung faktor utama sampah berasal dari perilaku masyarakat yang semakin konsumtif, sementara kesadaran dan pola pikir yang minim menjadi turut andil. (Akurat.co) Permasalahan sampah memang menjadi tugas seluruh pihak. Mulai dari individu, masyarakat dan negara. Sayangnya kondisi yang ada sekarang hanya berputar pada masalah antisipasi dampak sampah tanpa mengatasi akar masalah sampah ini.

Kapitalisme mendorong masyarakat memiliki kebiasaan konsumtif, ketika punya uang merasa berhak sesuka hati membelanjakannya. Meskipun kadang mereka membeli sesuatu yang bukan kebutuhan. Kebiasaan menghambur-hamburkan uang tentu bukan perilaku yang patut untuk ditiru.

Berbeda dengan Islam, agama yang sempurna ini tidak melarang aktifitas konsumsi, namun Islam lebih mendorong produktifitas dan sikap bersahaja dengan mengkonsumsi sesuai kebutuhan bukan keinginan serta melarang menumpuk barang tanpa ada pemanfaatan. Jika memiliki harta lebih baik disalurkan untuk yang lebih membutuhkan. Kebahagiaan hakiki seorang muslim bukanlah ketika memiliki tapi justru ketika bisa berbagi.

Tentu ketika masyarakat memiliki pola pikir sesuai dengan Islam ini, masalah sampah yang menjadi buah dari gaya konsumtif kapitalistik akan bisa terurai dari akarnya. Jadi mari ubah pola pikir kita, keluarga, teman, saudara dan negeri ini ke pola pikir Islam, yang akan membawa keberkahan pada negeri ini, sehingga bebas masalah sampah, insyaAllah. Wallahualam bissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar