Oleh : Via Aprillya
Melalui surat Menteri PANRB No. B/185/M.SM.02.03/2022 perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pemerintah memastikan akan menghapus tenaga honorer mulai 28 November 2023. Akibat dari keputusan ini maka Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya terdiri dari dua jenis yaitu PNS dan PPPK. Tenaga honorer akan digantikan dengan sistem outsourcing.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa kebijakan penghapusan tenaga honorer bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Sebab, tenaga honorer selama ini direkrut secara mandiri oleh masing masing intansi dengan sistem yang tidak jelas, sehingga mereka kerap mendapat upah di bawah upah minimum regional (UMR). Tjahjo pun mengungkapkan cara untuk mengatur agar honorer harus sesuai kebutuhan dan mendapat penghasilan layak sesuai UMR adalah dengan menggunakan model pengangkatan melalui outsourcing. Selain itu, ia juga mendorong tenaga honorer yang memenuhi syarat untuk mengikuti seleksi CPNS dan PPPK.
Penghapusan tenaga honorer untuk diganti menjadi sistem outsourcing dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan. Sistem outsourcing dijadikan solusi karena ada UU yang mengatur sehingga instansi terikat untuk bisa memberikan upah setara UMR. Sayangnya, tak semua tenaga honorer akan diangkat menjadi tenaga outsourcing. Pengangkatan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan keuangan masing masing instansi. Instansi yang awalnya memberikan upah rendah tentu akan kewalahan jika harus memberikan upah setara dengan UMR, maka dampak dari penghapusan tenaga honorer ini tentu akan membuat banyak orang kehilangan pekerjaannya. Selain itu juga, tidak semua tenaga honorer bisa lolos seleksi CPNS, bahkan mungkin banyak juga yang tidak memenuhi syarat.
Tenaga honorer nyatanya memang dibutuhkan di instansi instansi publik. Bayangkan jika para tenaga honorer tersebut tidak ada, maka bisa menyebabkan instansi kewalahan menghadapi pekerjaan yang ada. Instansi juga mengalami dilema karena tidak memiliki dana yang cukup jika harus mengangkat semua tenaga honorer menjadi outsource. Hal ini harusnya bisa dipahami oleh pemerintah.
Masalah terkait tenaga honorer ini dasarnya terkait upah. Jumlah honorer saat ini yang ditaksir 410.010 orang tentu kesemuanya tidak mungkin mendapat titel PNS yang hanya tersedia sedikit saja. Keterbatasan anggaran lah yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Nyatanya anggaran negara malah digunakan untuk membangun wahana internasional. Padahal tenaga honorer ini kebanyakan di tempatkan di institusi publik seperti di sekolah dan rumah sakit yang gunanya melayani kepentingan rakyat. Beginilah jika hidup di sistem kapitalisme saat ini, anggaran digelontorkan dengan nilai yang fantastis pada sektor yang dianggap menguntungkan.
Sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin tentu bisa menjadi solusi atas masalah ini. Syariat Islam secara umum mengutamakan asas keadilan dan kesejahteraan. Tenaga honorer yang memang penting untuk melayani rakyat akan sangat dijamin kesejahteraannya. Guru adalah salah satu pekerjaan yang banyak menyerap tenaga honorer. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khatab, guru digaji sebesar 15 Dinar. Jika 1 Dinar pada masa itu memiliki berat sekitar 4 gram, maka jika gaji guru pada masa Umar sekitar 60 gram emas. Jika harga emas saat ini (14/06/2022) sekitar Rp 900.000, maka jika dirupiahkan gaji guru pada saat itu sekitar Rp 54.000.000. Angka yang sangat berbeda jauh dengan kenyataan saat ini, lantas darimana uang sebanyak itu didapatkan?
Anggaran sebanyak itu bisa didapatkan karena penerapan ekonomi Islam. Di dalam sistem ekonomi Islam, anggaran negara diperoleh dari berbagai pos, seperti pos jizyah, fai, kharaj, ganimah, harta tidak bertuan, dan pengelolaan sumber daya alam. Khusus untuk pos SDA pemanfaatannya harus secara langsung dikelola oleh negara. SDA tidak boleh dikelola oleh swasta apalagi negara asing. Hasil pemanfaatan SDA kemudian dikembalikan negara untuk kepentingan rakyat, meliputi pendidikan, kesehatan, keamanan, penyediaan lapangan kerja, fasilitas umum, kebutuhan pokok, dan segala hal yang dibutuhkan oleh rakyat.
Syariat Islam juga mengatur tentang sistem pengupahan melalui akad ijarah antara pekerja dan pemberi kerja. Penetapan besaran upah kerja, jenis pekerjaan, dan waktu kerja harus jelas. Jika telah ditetapkan maka akad disetujui berdasarkan keridhoan kedua belah pihak dan tidak boleh ada yang merasa terpaksa atau dirugikan. Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian mengontrak (tenaga) seorang pekerja, hendaknya diberitahukan kepadanya upahnya.” (HR Ad-Daruquthni). Pembayaran upah juga harus dilakukan tepat waktu karena menunda pembayaran upah adalah perbuatan yang dzalim. Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan ath-Thabrani).
Sungguh terlihat sekali bagaimana Islam sangat adil dalam mengatur hak-hak manusia. Maka, Islam perlu diterapkan dalam segala bidang agar kesejahteraan masyarakat terjamin khusunya kesejahteraan para pekerja.
Wallahualam bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar