Islamofobia Jangkiti Intelektual


Oleh : Rismawati (Aktivis Dakwah)

Memiliki gelar akademis yang tinggi tidak lantas menjadi tolak ukur berfikir seseorang. Sebagaimana kabar yang  sempat viral beberapa waktu lalu. Seorang profesor dari perguruan tinggi ternama mengeluarkan pernyataan yang dinilai rasis oleh netizen. Siapapun yang membacanya pasti merasa kecewa karena perkataan itu keluar dari mulut seorang guru besar. 
Rektor Intitut di Kalimantan itu menyebut bahwa kehidupan sesudah mati, qadarallah, insyaallah serta barakallah sebagai masalah langit. Sedangkan cita-cita dan usaha sebagai masalah bumi. Bahkan menggunakan istilah penutup kepala manusia gurun untuk mengganti kata hijab. Pernyataanya membuat kita memahami sampai di mana pandangannya tentang Islam. (Fajar, 1/05/22).


Efek Pendidikan Ala Kapitalisme 

Melihat latar pendidikan guru besar tersebut yang merupaksn tamatan universitas Amerika Serikat, bahwa cara pandangnya mengikuti pola pendidikan sistem kapitslisme. Negara ini berhasil mengekspor sekularisme keseluruh pelosok bumi, termasuk Indonesia. Paham sekularisme mengajarkan manusia untuk percaya dan yakin akan kemampuanya. Mereka bisa hidup nyaman dan mengatur kehidupannya sendiri tanpa campur tangan agama.

Alhasil, orang berpendidikan dan memiliki pangkat akademis tinggi saja sudah cukup. Mereka tidak memerlukan agama sebagai penuntunnya. Itulah sebab, tidak heran jika ada intelektual negeri ini menganggap Islam hanya agama langit, yang tidak bisa disatukan dengan kehidupan bumi.

Apapun yang di sampaikan oleh orang nomor satu di salah satu kampus di pulau Borneo itu memperlihatkan bahwa yang bersangkutan memiliki pandangan negatip terhadap Islam. Kebencian atau ketidaksukaan dengan Islam ini menegaskan bahwa ia kemungkinan sudah terjangkiti virus Islamofobia.

Miris dan sangat di sayangkan. Tulisan yang jelas menghina Islam itu terlontar dari seorang Rektor. Tentu saja menuai kontra hingga masyarakat meminta agar rektor tersebut di pecat. Sungguh di era kapitalisme sekularisme ini. sudah tidak terhitung kasus rasis dan penghinaan terhadap Islam. Apakah mereka sudah lupa dengan sumbangsih peradaban Islam yang maju dan gemilang ? Permusuhan terhadap Islam sejak lahir yang akan terus di narasikan. Islamofobia yang memang sudah ada, telah menemukan habitat dan bernutrisi sehingga tidak heran Islamofobia menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Dalam Islam interaksi sesama jelas mengajarkan bersikap Ihsan pada siapapun termasuk bergaul dengan orang -orang diluar Islam. Islamofobia makin marak karena di era pertarungan pemikiran dan benturan saat ini, berbagai pihak memanfaatkan untuk melampiaskan kebencian. Semua ini hanya bisa di hentikan ketika umat memiliki kembali junnah-nya yang akan menjaga darah dan kehormatan kaum muslim.

Dalam kurun waktu selama 13 abad Islam berhasil memimpin dunia. Islam dengan aturanya yang sempurna berhasil melahirkan intelektual berkualitas. Bukan hanya juga dalam masalah ilmu  pengetahuan dan teknogi, tetapi juga jago dalam ilmu agama.

Seperti Al Farabi, seorang cendikiawan ahli filsafat. Selain itu ilmuan ini juga menguasai berbagai cabang ilmu diantaranya logika, fisika, ilmu alam, kedokteran, kimia, ilmu perkotaan, ilmu lingkungan, fikih, ilmu militer sampai musik. Selain Al Farabi masih banyak ilmuan seperti Jaber ibn Hayyam, Avicena, Al Khawarizmi dll. Mereka sumua lahir dari sistem Islam yang memiliki aturan sempurna, yang mengandalkan aqidahnya pada Islam, bukan yang lain. Mereka memiliki pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Semua pemikiran dan aktivitasnya mengikuti cara pandang Islam. Senantiasa merasa lemah tanpa bantuan Allah SWT.

Sistem pendidikan Islam ini hanya akan berjalan dengan sistem lainnya. Seperti sistem pemerintah Islam, ekonomi Islam, pergaulan hingga sistem sanksi. Jadi kalau ingin memimi intelektual yang tangguh, cerdas, taat, dan cinta Islam hanya sistem Islam solusinya.

Walhasil, negeri muslim harus di bersihkan dari pengaruh ideologi kapitalis hingga keakarnya. Selanjutnya umat Islam harus di kembalikan kepada pemahaman Islam yang utuh sebagai sebuah sistem kehidupan dan memperjuangkannya kembali menjadi sebuah peradaban yang akan memimpin dunia .
Wallahua'lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar