Oleh: Iim Kamilah
Presiden Joko Widodo telah menyetujui kenaikan tarif listrik pelanggan PLN dengan daya 3.000 VA ke atas. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, ia mengatakan bahwa rencana tersebut telah mendapatkan restu dari Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet beberapa waktu lalu.
Bendahara negeri ini menjelaskan, kebijakan tersebut dilakukan dalam upaya berbagi beban pemerintah dengan masyarakat kelompok mampu, Sehingga beban kenaikan harga listrik tidak hanya untuk pemerintah. Dilansir dari Liputan6.com, 31 Mei 2022.
Mengutip dari kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengatakan, keputusan itu diambil bersamaan dengan ditingkatkannya anggaran subsidi kompensasi mencapai Rp 350 triliun. Keputusan-keputusan tersebut diputuskan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah lonjakan harga komoditas global saat ini. Oleh karenanya Sri Mulyani menegaskan, kenaikan listrik golongan 3.000 VA ke atas bukan hanya untuk menutupi defisit pelanggan PT PLN (persero) yang tarif listriknya tidak mengalami penyesuaian.
" kita menambah alokasi subsidi untuk PLN sehingga tarif listrik bisa dicegah untuk tidak naik. Itu yang paling penting. Jadi jangan digeser kepada yang naik, apalagi yang naik dengan tujuan mengcover tidak naik tersebut." Ujar dia dalam konferensi pers di gedung DPR RI, Jumat (20-5-2022).
Pemerintah sudah menanggung kompensasi listrik dengan alokasi anggaran Rp 21,4 triliun. Padahal, semula anggaran kompensasi listrik tidak tersedia dalam APBN 2022.
Menurut Direktur Riset Center Of Reform On Economics (CORE) Piter Abdullah, kenaikan dasar listrik untuk golongan 3.000 VA ke atas tidak akan berdampak langsung ke masyarakat miskin, tetapi akan mengerek inflasi kedepan.
"tidak akan berdampak langsung ke masyarakat miskin yang menggunakan listrik bersubsidi dibawah 900 VA," Kata Piter.
Namun menurutnya, masyarakat miskin akan menerima dampak tidak langsung dari kenaikan listrik tersebut.
"Kenaikan ini akan tetap mendorong kenaikan inflasi yang pada gilirannya akan berdampak pada masyarakat miskin". Namun ia pun berpendapat bahwa pemerintah tidak punya banyak pilihan, pemerintah harus bersiap dengan lonjakan inflasi, terangnya. Dilansir dari tribunnews.com, Jumat (20/5/2022).
Jika kita melihat permasalahan di atas, sumber permasalahannya adalah liberalisasi energi. Menjadikan pemerintah berbagi beban dengan masyarakat hingga memberatkan masyarakat kelas menengah juga menyengsarakan kelas bawah. Sistem kapitalis sekuler telah menjadikan semua layanan berdasarkan untung rugi layaknya dagangan yang diperjual belikan. Sistem ekonomi neoliberal yang mencengkram negeri ini telah menguras habis sumber daya alam yang melimpah dengan dikuasai oleh kaum korporat juga pemilik modal. Negara tidak punya kuasa untuk mensejahterakan rakyat karena disetir mereka dari semua kebijakan.
Publik mengetahui bahwa PLN didirikan pemerintah sebagai strategi konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sesuai pembukaan UUD 1945. Namun tampaknya itu semua tidak terwujud nyata dalam kehidupan masyarakat karena listrik menjadi barang ekonomi yang saat ini menambah beban masyarakat.
Pada awalnya masyarakat diminta untuk membayar kekurangan biaya operasional oleh negara dengan istilah iuran listrik. Namun sebetulnya masyarakat membantu menanggung beban pemerintah dengan kenaikan tarif listrik. Masyarakat diperkenalkan dengan istilah subsidi setelah ada infiltrasi ideologi kapitalis / liberal yang menggiring PLN menjadi PT PLN (Persero). Itulah sebab listrik selanjutnya dikuasai "mafia listrik" yang kemudian membentuk oligarki dimana mereka berhasil menguasai 85% aset PLN dan kemudian akan menghapus subsidi listrik.
Oleh sebab itu, Maka seharusnya pemerintah bukan mengambil langkah menaikan TDL melainkan merubah paradigma sistem pengelolaan sumber daya energi. Liberalisasi energi berganti dengan penerapan sistem pengelolaan energi sesuai Islam.
Dalam pandangan Islam, listrik merupakan milik umum, dilihat bahwa listrik yang digunakan sebagai bahan bakar termasuk dalam kategori "api" yang merupakan milik umum.
Rasulullah SAW bersabda, "kaum muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput, air dan api". (HR. Abu Dawud dan Ahmad).
Ketiga sumber energi ini tidak boleh dikuasai individu maupun swasta. Salah satunya api sebagai bahan energi listrik yang dibutuhkan hajat orang banyak. Negara wajib mengelola sumber energi listrik untuk kesejahteraan rakyatnya. Adapun untuk memenuhi kebutuhan listrik, negara dapat menempuh beberapa kebijakan, diantaranya;
1. Membangun sarana dan fasilitas pembangkit listrik yang memadai
2. Melakukan eksplorasi bahan bakar listrik secara mandiri
3. Mendistribusikan pasokan listrik kepada masyarakat dengan harga murah
4. Mengambil keuntungan pengelolaan sumber energi listrik atau lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, sandang pangan papan, seluruh pembiayaan pembangkit listrik hingga distribusi menggunakan dana Baitul Mal Khilafah pos kepemilikan umum. Peradaban Islam pada masa Bani Umayyah menjadi bukti terpenuhinya kebutuhan listrik masyarakat. Cordova menjadi ibu kota Andalusia yang pada malam harinya diterangi lampu-lampu. Sehingga pejalan kaki memperoleh cahaya sepanjang 10 mil tanpa putus. Ada sebuah masjid difasilitasi banyak lampu yang menerangi. Yang setiap tahunnya menghabiskan 24.000 liter minyak. Dengan pengelolaan listrik berdasarkan syariat Islam rakyat dapat memenuhi kebutuhan listrik sehari-hari bahkan dengan gratis.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar