Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Proses registrasi untuk keberangkatan bagi sekitar kurang lebih 17 ribu calon haji mengalami masalah. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Muhajir Efendy masalah tersebut terkait administrasi yang salah satunya berkaitan dengan ketentuan vaksinasi Covid-19 yang saat ini menjadi syarat dari pemerintah Arab Saudi. Kementerian Kesehatan mencatat baru sekitar 76 persen calon haji yang telah mendapat vaksinasi Covid-19 dengan dosis lengkap. Pemerintah Arab Saudi mensyaratkan tiga ketentuan bagi calon haji tahun ini yaitu telah mendapat vaksinasi Covid-19 minimal lengkap, PCR 72 jam sebelum keberangkatan dan berusia maksimal 65 tahun. Menurut data kemenag.go.id, jumlah kuota haji Indonesia pada tahun 2022 ini adalah sebanyak 100.051 orang dengan 1.091 petugas. (okezone.com, 19/05/2022).
Haji adalah rukun Islam kelima dan wajib dilakukan kaum muslim yang mampu baik secara keuangan maupun fisik. Setelah dua tahun ditiadakan karena pandemi Covid-19, tahun ini pemerintah Arab Saudi kembali membuka penyelenggaraan ibadah haji dengan pembatasan kuota sebanyak total 1 juta orang dengan tiga persyaratan di atas karena meski sudah melandai namun memang nyatanya Covid-19 belum benar-benar berakhir. Ketentuan yang diberikan pemerintah Arab Saudi bagi seluruh calon haji adalah upaya untuk meminimalisasi resiko. Namun sayang kurangnya antisipasi dari pemerintah Indonesia menjadikan ribuan calon haji masih terkendala berangkat ke tanah suci.
Pemerintah semestinya tanggap dari awal mengingat haji adalah ibadah wajib. Ibadah haji tidak mungkin dilakukan seorang diri atau per individu maka harus ada peran negara di sana. Memberi kemudahan agar rakyat yang telah mampu dapat melaksanakan ibadah haji dengan tenang dan tanpa kendala adalah tugas negara. Memastikan ibadah yang hanya ada di bulan Dzulhijah ini benar-benar telah terkoordinasi dengan baik semestinya telah dilakukan jauh-jauh hari. Tugas negara adalah mengurus dan memfasilitasi segala kebutuhan rakyat agar tercapai kesejahteraan tanpa mengambil keuntungan.
Tentu hal ini sulit kita temui di masa sistem kapitalis sekuler seperti saat ini. Peran negara masih minim sehingga dalam kehidupan sehari-hari rakyat harus berusaha sendiri dan untuk kebutuhan rakyat yang harus melibatkan negara secara langsung seperti ibadah haji ini dimana harus ada peran pemerintah karena berhubungan dengan negara lain maka rakyat hanya bisa pasrah. Aneka persiapan yang telah dilakukan baik itu secara materi yaitu tabungan yang sudah dikumpulkan selama bertahun-tahun ataupun persiapan fisik demi agar dapat melakukan ibadah wajib yang menjadi impian setiap kaum muslim itu bisa jadi gagal di depan mata hanya karena kurang tanggapnya pemerintah mengantisipasi masalah administrasi.
Ketika pemimpin negara sadar bahwa tugasnya adalah menjadi pengurus rakyat maka kebijakan yang diambil adalah senantiasa untuk kemudahan dan kesejahteraan rakyat. Seorang pemimpin akan melakukan segala antisipasi agar kendala apapun yang dapat mempersulit rakyat dapat dilalui dengan mudah agar tidak sampai berlaku zalim pada rakyat yang menjadi amanahnya. Pemimpin juga tidak akan mengambil keuntungan dari rakyat, ada atau tidak ada materi bukanlah suatu pertimbangan dalam setiap kebijakan yang diambil oleh pemimpin. Dan ini tentu adalah hal yang sulit dilakukan oleh para pemangku kebijakan dalam sistem kapitalis sekuler karena keuntungan materi akan menjadi pertimbangan utama dalam setiap keputusan.
Dalam Islam landasan utama dalam setiap pengambilan keputusan adalah syariat Islam. Kebijakan yang ditempuh oleh pemimpin hanya akan bersandar pada hukum Allah sebagai Al Hakam, Yang Maha Menetapkan karena semua kelak akan dimintai pertanggungjawaban dihadapan-Nya. Pemimpin yang paham Islam akan memastikan segala kebutuhan rakyat terpenuhi baik dalam kehidupan sehari-hari maupun yang tidak dapat dilakukan setiap hari oleh setiap rakyat seperti ibadah haji ini. Namun tentu saja pemimpin yang benar-benar paham Islam dan akan menerapkan semua syariat Islam dalam kehidupan bernegara adalah pemimpin yang terpilih melalui hukum Islam dalam sebuah naungan sistem Islam.
Wallahu a’lam bishawwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar