Oleh : Mira Ummu Abdan (Aktivis Lingkar Studi Muslimah (Lisma) Bali)
Partai politik sedang menjajaki koalisi menjelang pemilu 2024. Sebagaimana PKS, Demokrat dan PKB sedang menjajaki koalisi dengan alasan adanya kesamaan (tvone 19/6/2022). Hal ini lumrah demi kepentingan mereka meskipun alasannya demi bangsa dan negara. Padahal realitasnya demi kepentingan partai mereka sendiri. Dalam demokrasi atau dalam sistem manapun partai politik (parpol) koalisi hal yang ada dan memang tidak akan ditemukan konsistensi mereka dalam memenangkan pemilu bahkan sangat kondisional. Sebagaimana ungakapan Samuel Hatingthon dalam politik " tidak kawan dan musuh abadi yang ada adalah kepentingan abadi".
Sementara rakyat dalam sistem demokrasi merupakan target bagi parpol dalam meraup suara bahkan modal kader dan modal materi bagi yang memliki modal besar baik dalam pembiyaan parpol maupun dalam berbagai kampanye. Dan hal ini sudah menjadi rahasia umum. Aturanpun dibuat dalam wakil-wakil mereka yang duduk di legislatif dan eksekutif dominannya adalah kepentingan mereka.
Mengapa demikian? Realitasnya kondisi rakyat secara keseluruahanpun tidak memberikan jaminan kesejahteraan mereka. Misalkan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok justru tak terkendali, yang berdampak pada kehidupan rakyat yang sebagian besar adalah golongan menengah kebawah. Diksi wong cilik, berpihak kerakyat, pelayanan bersifat sementara dan hal itu muncul dikala pemilu. UU omnibus law, UU ITE dan Undang-undang lainnya lebih berpihak kepada penguasa, pendukung dan parpol. Kalopun ada kasus pada persoalan korupsi itupun hukuman mereka jauh dari keadilan.
Padahal parpol adalah representasi dalam melahirkan pemimpin yang harusnya berpihak ke rakyat bukan justru fokusnya berebut kekuasaan. Terkadang saling menyerang, dan menjatuhkan. Sesungguhnya parpol harus memilik peran dan fungsi yang bersandarkan dalam kitab suci Al Qur'an.
Misalkan dalam surah Ali Imran ayat 104. Allah SWT berfirman : "Dan Hendaknya ada segolongan umat dari kalian mengajak kepada kebaikan (Islam) dan menyuruh dengan yang Ma'ruf (kebaikan) dan mencegah dari keburukan (munkar) dan merekalah orang-orang yang beruntung". Ayat ini menjelaskan secara lugas bahwa tugas jamaah dalam hal ini termasuk parpol adalah mengajak kepada kebaikan dalam hal ini adalah mendakwahkan Islam, melakukan amar ma'fur dan nahi munkar. Bukan sebatas meraih kekuasaan sehingga seolah-olah fokusnya sebatas kekuasaan. Padahal kekuasaan itu adalah bagian dari pelengkap dalam pelaksanaan berbagai kebijakan. Ada Fungsi kaderisasi melahirkan pemimpin yang amanah dan menjalankan segala apa yang diperintahkan oleh Allah swt atau pemimpin yang bertaqwa.
Jadi, tugas pokok parpol adalah dakwah semata bukan lain. Koalisi memang tidak dilarang selama demi kepentingan ummat dan agama. Namun, hari ini justru yang menonjol kepentingan masing-masing parpol. Sehingga melahirkan berbagi intrik-intrik. Mengapa demikian?karena demokrasi memang melahirkan parpol opportunis dan pragmatis. Idealisme parpol sangat mengikuti kondisi. Berbeda parpol Islam yang dasar berdirinya surah Ali Imran 104.
Jikapun parpol mengarahkan pada kekuasaan demi menegakkan hukum Allah swt. Kekuasaan bukanlah tujuan sebagaimana parpol dalam demokrasi. Tetapi tujuannya adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah. Dengan penerapan syariat Islam secara Kaffah. Oleh karena itu apapun alasan koalisi parpol dalam demokrasi adalah semu. Tidak akan mewujudkan pada visi misi mereka kecuali karena kepentingan masing-masing parpol yang sifatnya sementara. Ummat atau rakyat harus cerdas dalam menyikapi berbagai strategi nereka dalam upaya 'menjebak' setiap pemilu yang penuh janji dan kampanye yang sifatnya tong kosong. Allahu 'Allam Bishowwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar