Korupsi dan Politik Dinasti, Buah Demokrasi


Oleh : Kartika Septiani

Kasus korupsi sepertinya sudah sangat akrab terdengar ditelinga rakyat Indonesia. Bagaimana tidak? Tingginya kasus korupsi dengan sangat banyaknya para pejabat yang terjerat didalamnya. Menjadi hal yang sungguh sangat memprihatinkan. 

Salah satu contohnya, kasus korupsi baru-baru ini. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melalukan operasi tangkap tangan terhadap kepala daerah, yaitu Ade Yasin, Bupati Kota Bogor. Selain Ade Yasin,  tim KPK juga menangkap sejumlah orang, yang salah satunya adalah pemeriksa BPK perwakilan Jawa Barat. 

Wawan Heru Suyatmiko yang merupakan peneliti TII (Transparance International Indonesia) menilai kasus penangkapan terhadap Ade Yasin, mengingatkan kepada dinasti politik. “Sekali lagi menegaskan bahwa dinasti politik yang dibangun dari biaya kontestasi politik yang mahal hanya melahirkan pimpinan daerah yang korup," kata Wawan kepada reporter Tirto. (Dikutip dari tirto.id, 28/04/2022) 

Kasus serupa banyak terjadi kepada kepala daerah, seperti kasus Atti Suharti, walikota Cimahi, Ratu Atut Chosiyah, Gubernur Banten,  Bupati Kutai Kartanegara , Syaukani Hasan Rais, Yan Anton Ferdian, mantan Bupati Banyuasin, dan beberapa kepala daerah yang lain. 

Politik dinasti di dalam sistem demokrasi jelas meniscayakan banyaknya celah korupsi. Para pejabat menghalalkan segala cara demi mendapatkan kekuasaan. Politik dinasti di Indonesia, sudah sangat mengakar dan harus segera diberantas. Karena rakyat banyak dirugikan, dan jauh dari kesejahteraan. Politik dinasti dan korupsi adalah buah dari sistem demokrasi yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, memimpin hanyalah untuk kekuasaan dan kekayaan. Bukan ibadah kepada Allah SWT. Sehingga, wajar jika banyak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. 

Berbeda dengan bagaimana cara Islam mengatur masalah ini. Islam memandang korupsi sebagai perbuatan yang keji. Para pemimpin sudah sangat paham bahwa menjadi pemimpin bukan untuk mendapatkan kekuasaan, tapi karena ibadah kepada Allah SWT.  Dengan dilandasi aqidah yang kuat dan kokoh, bahwa amanah memimpin adalah untuk beribadah dan sudah seharusnya menjamin rakyat sejahtera. Tidak ada sedikitpun niat yang lain. Tidak akan terjadi penyelewengan tanggungjawab dan wewenang, seperti korupsi. 

Selain itu di dalam negara Islam terdapat sistem penggajian yang layak, individu-individunya di didik dengan agama yang dalam sehingga jauh dari sifat rakus, tamak, dan konsumtif. Dengan lingkungan yang kondusif, membentuk individu dengan menjungjung tinggi nilai agama dan moral yang baik. Rasulullah SAW bersabda, “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap.” (HR. Abu Dawud). 

Terdapat hukuman yang setimpal pada setiap pelaku. Yang berlaku sebagai pencegahan dan juga efek jera. Selain itu, pengawasan dari rakyat juga amat penting, agar memastikan bahwa pemimpinnya tetap berada di jalan yang Allah ridhoi. Khalifah Umar bin Khattab di awal pemerintahannya menyatakan, “Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang”. Wallahua'lam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar