Oleh : Sri Setowati (Aliansi Penulis Rindu Islam)
Dunia Maya kembali dihebohkan oleh kehadiran pasangan gay RM dan J yang sudah menikah di Jerman. Mereka diundang DC dalam podcast-nya yang berjudul "Tutorial menjadi gay di Indonesia", dimana judul tersebut seolah-olah mengajak masyarakat untuk menjadi penyuka sesama jenis. Na'udzubilah.
Podcast tersebut banyak menuai kecaman dari berbagai pihak, namun mereka tenang-tenang saja. Dengan diundangnya menjadi tamu DC, seolah mereka disanjung, diberi tempat untuk membuka kemaksiatan mereka karena mereka beranggapan ada jaminan kebebasan berpendapat. Dan merekapun merasa, selama tidak mengganggu kehidupan orang lain, ya tidak ada masalah.
Perilaku seks menyimpang dan segala bentuk propaganda untuk mendukungnya, jelas merupakan bentuk kemaksiatan.
Nabi SAW bersabda, "Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth. Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth" (HR Ahmad).
Bagaimana bisa, kemaksiatan malah dipertontonkan secara terang-terangan, bahkan diberi ruang, seolah-olah tindakan tersebut dibenarkan bahkan difasilitasi supaya lebih eksis, yang salah satu medianya adalah ditampilkannya dalam podcast-nya DC.
Itulah potret kehidupan dalam sistem sekuler, dimana agama dipisahkan dari kehidupan. Agama hanya sebatas ritual yang tempatnya di rumah ibadah saja, sedangkan dalam kehidupan sehari-hari, aturan agama dicamppakkan. Atas nama HAM pula mereka bebas berbuat sesuka hatinya dengan membuat konten-konten melalui berbagai media sosial seperti Instagram, Twitter dan Tik Tok untuk menunjukkan eksistensinya.
Kebebasan mereka tentu tidak terlepas dari peran negara yang tidak menetapkan aturan dan hukum yang tegas bagi para pelaku menyimpang tersebut.
Bahkan secara tersirat, dalam UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) misalnya, ada perlindungan terhadap kaum LGBT. Dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan: “Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan /atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang…”
Dalam Islam, untuk mencegah perilaku yang menyimpang dilakukan tindakan pencegahan dan sanksi. Untuk mencegah terjadinya perilaku yang menyimpang adalah dengan melakukan pola pengasuhan yang sesuai dengan fitrahnya. Anak laki-laki dididik sebagai pemimpin rumah tangga. Sedangkan anak perempuan dididik untuk menjadi ibu pengatur rumah tangga. Interaksi anak perempuan dan laki-laki maupun interaksi sesama jenis juga diatur dalam Islam.
Batasan aurat laki-laki dan perempuan atau sesama jenis juga diatur dalam Islam. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh bagi seorang laki-laki melihat aurat laki-laki dan wanita melihat aurat wanita. Dan tidak boleh seorang laki-laki dengan laki-laki dalam satu selimut." (HR. Muslim)
Islam menetapkan bahwa hukuman bagi pelaku gay adalah hukuman mati. Rasulullah SAW bersabda, "Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth as, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Abu Daud, Turmudzi, Ibnu Majah)
Demikian juga pelaku lesbi dan perilaku menyimpang seksual lainnya, jenis sanksinya diserahkan pada Khalifah.
Sanksi tersebut wajib dillaksanakan sebagai langkah pencegahan untuk melindungi fitrah generasi, disamping itu juga akan memberi efek jera agar tidak ada lagi yang melakukan perbuatan yang menyimpang.
Umat Islam harus sadar dan bergerak. Jika diam tentu akan berdosa dan mengancam generasi penerus. Karena itu umat Islam harus berjuang untuk menegakkan institusi politik Islam yang akan menegakkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bi ash- showab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar