Oleh : Ade Rosanah
Indonesia adalah negeri mayoritas muslim terbanyak di dunia. Namun, agama mayoritas di negeri ini acap kali mendapat berbagai penistaan. Mulai dari ajarannya, simbolnya bahkan menista penciptanya, Allah swt. dan nabinya, Rasulullah saw..
Baru-baru ini, penistaan terhadap nabi terulang kembali. Kali ini nabi Muhammad saw.. dijadikan bahan promosi minuman beralkohol oleh perusahaan yang bergerak di bidang food and beverages "Holywings". Tak hanya mencantumkan nama Muhammad saja, tetapi nama Maria pun turut ikut dicatutkan dalam promosi minuman alkohol Holywings.
Dikutip dari KOMPAS.com, 26/6/2022, Holywings mengadakan promo minuman beralkohol gratis bagi pelanggan yang bernama Muhammad dan Maria di akun instragram official Holywings. Promosi tersebut pun membuat masyarakat meradang sekaligus mengecam Holywings. Hingga akhirnya promo miras yang dilakukan Holywings dilaporkan ke Polda Metro Jaya.
Menanggapi kecaman dan pelaporan masyarakat mengenai promosi minol Holywings ke pihak kepolisian, akhirnya pada Minggu (26/6/2022) di akun Instagram resminya, pihak Holywings Indonesia meminta maaf. Secara terbuka pihaknya meminta maaf serta meminta do'a dan dukungan agar kasus tersebut segera diselesaikan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Sebab Holywings sendiri mencemaskan kelangsungan nasib dari 3.000 lebih karyawan beserta keluarganya yang bergantung pada Holywings.
Terkait promosi yang dilakukan, ada 6 staf pekerja yang bertanggung jawab atasnya. Pasalnya, 6 orang tersebut saat ini sudah ditahan oleh pihak kepolisian dan tengah menjalani proses hukum. Holywings pun memastikan pihaknya bertindak tegas dan tidak akan berpangku tangan serta akan terus memantau kasusnya. Pihaknya pun berjanji akan menjadi lebih baik lagi pasca kejadian ini (detikNews, 26/6/2022).
Miris, di negeri yang kaya toleransi penistaan-penistaan Islam terus terjadi. Padahal Indonesia sendiri memiliki Undang-undang terkait pasal penistaan atau penodaan agama, tertuang dalam pasal 156 a KUHP. Sayangnya, UU penodaan agama tersebut tidaklah menyurutkan angka kasus penistaan agama. Seharusnya Undang-undang yang dibuat negara menghasilkan bentuk preventif negara agar kasus-kasus serupa atau kasus lainnya tidak terjadi lagi.
Namun sebaliknya, fakta tidak demikian kala di aturan dan sistem saat ini, yakni aturan yang lahir dari demokrasi. Penistaan agama justru menjamur bak di musim hujan. Para pelaku sudah tidak takut lagi dengan sanksi yang diberikan. Jangankan takut terhadap sanksi di dunia, hukuman yang menanti di akhirat pun luput dari ingatan mereka, para pelaku penista agama. Padahal manusia ialah mahluk yang tidak akan kekal keberadaannya di dunia.
Manusia akan meninggalkan dunia yang fana ini. Semua aktivitasnya selama di dunia akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Lalu mengapa penistaan demi penistaan terhadap agama terus terulang? Kemungkinan besar yang membuat manusia berbuat demikian ialah karena sistem demokrasi yang tak memberi efek jera pada pelaku penista agama.
Sementara, demokrasi sendirilah yang memberi peluang kebebasan berpendapat dan berekspresi kepada seseorang. Atas nama HAM, seseorang bebas menyampaikan pendapatnya, meskipun pendapat yang diutarakan mengundang kontroversi dan mengarah ke ranah akidah Islam. Islam beserta ajaran dan simbolnnya sering kali dijadikan bahan olok-olokan para pembenci Islam. Mirisnya, baik pembenci dari kalangan orang kafir ataupun pembenci dari tubuh umat Islam sendiri.
Salah satunya yang dilakukan Holywing saat ini telah menista nabi Muhammad saw. melalui promo minuman keras. Sungguh hal ini sikap yang lancang dan keterlaluan. Junjunan Islam dihina hingga umat Islam sendiri sakit hati.
Umat Islam jelas tidak akan terima dengan aksi promo Holywings. Sebab, nama yang khas serta akrab di telinga umat muslim dan merupakan nama baginda yang mulia Nabi Muhammad saw. dicatut dalam promo barang haram (khamar). Namun perlu dicermati juga pesoalan lain dari kasus tersebut bukan hanya persoalan sekadar penistaan terhadap Rasulullah saw. saja. Tetapi persoalan status keberadaan miras di negara yang bermayoritas Islam.
Faktanya, di negeri ini minuman keras memiliki regulasi dalam pengadaan, peredaran dan penjualan. Meskipun aturannya sangat ketat, namun tetap saja keberadaan miras dipertahankan oleh negara ini. Pemerintah dan para pengusaha melakukan kerja sama demi tujuan yang ingin dicapai. Para pengusaha menginginkan profit dari produk yang dijualnya. Sedangkan penguasa mengharapkan ada suntikan dana dari bisnis para pengusaha yang masuk ke kas negara. Meski, dari bisnis yang menyalahi syariat seperti bisnis khamar. Padahal dalam kacamata Islam minuman keras (khamar) adalah induknya kejahatan.
Itulah kehidupan yang berada dalam sistem kapitalis. Bukan kemaslahatan umat yang diutamakan, melainkan kemaslahatan bagi golongan tertentu saja diprioritaskan. Keuntungan dan kebahagiaan materi menjadi tujuan utamanya, sementara meraih rido Allah swt. tidak ada dalam kamus sistem kapitalis. Sebab rumus dalam kapitalis adalah kehidupan terpisah dari aturan agama itu (sekularisme). Standar halal dan haram menjadi urusan nanti.
Dengan artian, manusia membuat aturannya sendiri guna mengatur kehidupannya. Sistem tersebut lahir dari akal manusia. Maka suatu hal yang wajar jika terjadi kekacauan dan kerusakan dalam memeraktikan aturan yang terlahir dari akal manusia. Sebab yang mengetahui hakikatnya manusia adalah penciptanya, yang tak lain ialah Allah swt.. Menciptakan aturan bagi manusia adalah haknya Allah swt., sebagai Sang penyeru hukum.
Maka dengan adanya kedua persoalan tersebut, penghinaan terhadap Rasulullah saw. dan keberadaan minuman keras, umat Islam tidak boleh bersikap toleransi, acuh serta diam. Sebab ada sebuah ungkapan dari Imam asy-Syafii untuk orang yang diam ketika agamanya dihina: “Siapa yang dibuat marah, namun tidak marah, maka ia adalah keledai.” (HR al-Baihaqi).
Maka umat Islam mesti marah dan membenci penistaan terhadap Nabi Muhammad saw.. Seorang muslim diwajibkan mencintai dan memuliakan Rasulullah saw.. Ada keutamaan bagi siapa saja yang mencintai Rasulullah saw. yakni akan mendapatkan syafa'atnya dan akan dapat berkumpul bersama Rasulullah saw. di akhirat kelak. Sebagaimana dalam Hadis Riwayat al-Bukhari "Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai".
Adapun peringatan bagi penista agama, maka berhati-hatilah dengan sanksi berat yang sedang menanti. Sanksinya itu berupa ancaman hukuman mati (Lihat: Al-Qadhi Iyadh, Asy-Syifâ bi Ta’rîf Huqûq al-Musthafâ, hlm. 428).
Sayangnya, sanksi ini tidak dapat diimplementasikan sebab bertentangan dengan hak asasi dalam demokrasi. Maka, sudah bisa kita simpulkan bahwa mandulnya sistem sanksi demokrasi dalam mengatasi kasus penistaan agama, sebagaimana yang terjadi saat ini. Sanksi hukuman mati bagi penista agama hanya dapat terealisasi jika sistem pemerintahan Islam diaplikasikan. Begitupun sanksi bagi pelaku yang berkaitan dengan khamar.
Sanksi yang diberlakukan pun bukan hanya untuk yang mengonsumsi khamar saja, tetapi berlaku pula untuk produsen, distributor, promotor dan penjual. Maka ketika ada perusahaan yang memproduksi dan menjual barang terlarang, negara akan menjatuhkan hukuman pada perusahaan tersebut.
Negara yang berasaskan Islam tidak akan mengizinkan pengusaha membuka jenis usaha yang di dalamnya mengandung keharaman. Sebab halal dan haram dalam Islam sangatlah jelas. Dalam Islam yang haram tidak dapat dikompromikan sekalipun ada manfaat dibaliknya. Inilah sanksi bagi peminum khamar dalam Islam. "Orang yang minum khamar maka cambuklah" (HR. Muttafaqun 'alaih).
Wallahu'alam...
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar