Butuh Sinergi Melindungi Generasi


Oleh : Ismawati

Dalam postingan akun Instagram @palembanginside terdapat video siswa tawuran dekat sekolah di Palembang. Lokasi kejadian yakni di Jalan Panca Usaha pada Kamis (21/7/22). Video tersebut menunjukkan puluhan siswa dari sekolah SMKN 8 Palembang, masih memakai pakaian seragam terlibat perkelahian. Beberapa diantaranya melakukan aksi saling pukul di sebuah parkiran sepeda motor.Waka Kesiswaan SMKN 8 Syamsul Bahri membenarkan peristiwa yang terjadi dan sempat beredar di media sosial adalah siswa dari sekolah tersebut (Tribun Sumsel, 22/7/22).

Di tempat lain, tawuran pelajar juga terjadi di Jalan Letjen Suprapto, Kelurahan Bungur, Jakarta Pusat. NR (17) seorang pelajar menjadi korban. NR mengalami luka bacok, bahkan tangannya nyaris putus akibat sabetan senjata tajam (medcom.id, 30/7/22).

Memprihatinkan. Kondisi generasi muda sangat jauh dari harapan. Pemuda yang seharusnya berdaya, berkarya, dan berkualitas untuk peradaban. Kini, menjadi pelaku kriminal dan objek kriminalitas. Seragam sekolah mereka tak dapat menjadi 'alarm' bahwa mereka adalah pelajar, bukan pelaku kriminal. 

Namun, terkadang karena masalah sepele bisa saling serang dan adu kehebatan dengan tawuran. Tanpa basa -basi, dengan kompor sana-sini mereka melancarkan aksi. Tanpa pikir panjang, langsung berhadapan dengan lawan. Padahal, yang rugi adalah diri mereka sendiri jika sampai memakan korban. 

Remaja tawuran sejatinya merupakan potret buruk generasi saat ini. Ada banyak faktor yang menyebabkan kerusakan generasi, di antaranya :

Pertama, minimnya pengetahuan agama dalam diri mereka. Agama hanya dianggap sebagai ibadah ritual saja, bukan sebagai aturan hidup bagi manusia. Lebih dari itu, banyak remaja kita yang menganggap 'enteng' dosa. Berani mengabaikan sholat, menutup aurat dan kewajiban lainnya. 

Alhasil, mereka kehilangan kontrol dalam diri. Menjadi pribadi yang bebas tapi kebablas. Mereka terjebak gaya hidup miskin manfaat, merusak masa depan, dan melanggar fitrahnya sebagai seorang pemuda. Ironisnya tapi, saat ini siapapun yang berislam secara kafah (sempurna) justru dilabeli dengan cap radikalisme intoleran. Naudzubillah!

Kedua, kurangnya kontrol keluarga dan masyarakat. Keluarga sejatinya sebagai tempat pertama dan utama pembentukan generasi. Namun, saat ini keluarga kurang membentengi iman dan agama anak-anaknya. Peran dan fungsi ayah atau ibu tergantikan dengan hanya mencari nafkah. Kurang mendidik anak secara Islam. 

Masyarakat pun abai terhadap kontrol bagi para remaja. Masyarakat cenderung cuek, 'yang penting bukan anak saya yang rusak'. Mereka dibiarkan tanpa ada amar ma'ruf nahi munkar lagi. Padahal, mereka butuh kontrol dari masyarakat dengan cara mengingatkan mereka pada kebaikan. 

Ketiga, Negara. Faktor terbesar adalah negara yang abai terhadap pembinaan generasi. Tidak ada perlindungan negara secara nyata. Negara fokus menyelesaikan masalah yang muncul, daripada menyelesaikan faktor penyebabnya. Alhasil, masalah tersebut terus ada meskipun sudah mendapat penyelesaian. 

Mereka dibiarkan hidup dalam sistem sekuler liberal. Gaya hidup bebas terus dipertontonkan lewat media massa dan pengaruh budaya Barat. Tanpa sadar, mereka cenderung meniru apa yang dilihatnya di media sosial. 

Oleh karena itu, dibutuhkan peran besar dari negara untuk memfilter konten-konten buruk. Mengembalikan generasi sesuai jati dirinya sebagai penerus peradaban. Negara adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya seorang imam (kepala negara) laksana perisai, rakyat di belakangnya dan dia menjadi pelindung bagi rakyatnya" (HR Bukhari dan Muslim).

Negara harus menerapkan sistem Islam sebagai asas hukumnya. Sehingga, kebijakan yang lahir sesuai dengan hukum syari'at Islam. Sebab, Islam adalah agama yang sempurna dari Allah Swt. untuk mengatur hidup manusia. 

Peran keluarga dalam Islam akan dikembalikan sebagaimana mestinya. Pendidikan utama lahir dari rumah. Generasi akan dibekali hukum syari'at sejak dini. Sehingga, mereka punya filter sebelum melakukan perbuatan. 

Penerapan sistem Islam juga akan menghasilkan masyarakat islami. Masyarakat yang satu pemikiran, perasaan, dan satu aturan. Masyarakat Islam akan hadir terdepan melakukan kontrol sosial dalam kehidupan. 

Lebih dari itu, melalui mekanisme sistem pendidikan Islam, generasi akan dididik dengan bekal iman dan takwa. Kurikulum pendidikan disusun dalam rangka membentuk kepribadian dalam generasi. Generasi akan memiliki tsaqafah dan ketrampilan yang unggul dan penanaman akidah yang kuat. 

Melalui tiga sinergi ini kita bisa menyelamatkan generasi dari kerusakan. Sudah saatnya kembali kepada sistem Islam, sebagai satu-satunya sistem yang terbaik dari Sang Pencipta untuk hidup manusia. 

Wallahua'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar