Oleh: Puji Ariyanta (Pegiat Literasi Untuk Peradaban)
Menurut Joko Widodo, Presiden Indonesia, pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) subsidi BBM ada yang tidak tepat sasaran. Jumlah BLT yang dibagikan 20,65 juta warga Indonesia belum tentu 100 persen benar. Meredeka.com (3/6/22). Pemerintah berdalih mengalihkan subsidi agar tepat sasaran. Benarkah demikian? Seharusnya kita menjadi kaum berfikir. Coba saja, apakah setara memberi BLT pada rakyat dengan dampak yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM?
Bahkan Sri Mulyani Menteri Keuangan berujar: bansos tambahan yang dianggarkan Rp 24,17 triliun itu merupakan bentuk kesadaran pemerintah bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi, jenis pertalite dan solar pasti akan memiliki dampak yang cukup luas, baik dari sisi inflasi juga dari sisi kenaikan jumlah kemiskinan. Tempo.co (5/9/22).
BBM adalah sektor vital dari sebuah produksi dan transportasi. Sehingga dalam waktu bersamaan menyebabkan inflasi. Jika sudah demikian komponen yang paling berpengaruh adalah kenaikan harga barang termasuk bahan pangan. Bisa dipastikan rakyat lah yang jadi korban. Apakah subsidi 600 ribu per bulan mampu menutupi melonjaknya harga-harga? Tentu ini tidak setara dengan uang yang mereka peroleh, jika mereka harus membeli BBM dengan harga mahal.
Hal ini jelas mempengaruhi daya beli masyarakat terutama rakyat kecil yang tidak memiliki dana untuk membeli kebutuhan pokok dan lain-lain. Padahal, jumlah dana yang diperoleh dari keanikan harga BBM jauh lebih besar dari bansos yang direncanakan akan dibagi. Karena kenaikan harga BBM akan menghasilkan tambahan dana yang seandainya dibagi ke rakyat miskin akan mendapatkan 1.5 juta rupiah per bulan per orang.
Sejatinya kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga BBM amatlah zalim. Jelas berdampak pada ekonomi masyarakat yang masih terpuruk akibat pandemi Covid-19 hampir dua tahun melanda. Utamanya para pengguna kendaraan bermotor roda dua, termasuk ojol, juga kendaraan umum seperti angkot dan angkutan lainnya.
Jika harga BBM berhubungan erat dengan minyak dunia justru harga BBM di luar negeri sedang anjlok. Banyak negara menurunkan harga BBM untuk rakyatnya. Hal ini kebijakan ganjil, pada saat negara lain menurunkan harga BBM justru Indonesia semangat sekali mengorbankan rakyatnya demi kepentingan kapitalis.
Kebijakan Migas dalam Islam
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Islam melarang tegas, negara ataupun individu untuk melakukan swastanisasi harta milik umum (rakyat) tersebut, apalagi hingga dikelola oleh swasta/individu. Harta milik umum antara lain: BBM, listrik, gas dan sebagainya.
Negara hanya berwenang mengelola harta milik rakyat tersebut. Dan hasilnya dikembalikan demi kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan rakyat benar-benar terpenuhi secara merata tanpa ada yang kekurangan sedikitpun. Pendek kata Negara bukan pengusaha yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan rakyatnya.
Dalam Islam semua warga muslim atau non-muslim, miskin atau kaya, berhak mendapatkan pelayanan dan jaminan hidup seperti pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, BBM secara cuma-cuma atau dengan harga ekonomis. Bukan dengan memberi subsidi/BLT namun harga BBM tetap terus melambung. Hal ini lah yang dinamakan liberalisasi sempurna tehadap sektor migas. Tipu-tipu rezim kapitalis yang mengalihkan tanggung jawab kesejahteraan rakyat.
Jika demikian PR besar bagi kita semua, kenali Islam secara menyeluruh. Yakni: sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain-lain. Hingga kita meyakini hanya Islam satu-satunya sistem yang mampu mengeluarkan manusia dari segala kesulitan dan kekeliruan sistem saat ini. []
Wallahu'alam Bissawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar