Oleh : Iis Kurniawati, S. Pd
Siapa yang tidak suka dengan makanan yang satu ini, rasanya yang khas dan lezat membuat banyak orang menyukai makanan itu. Tak hanya lezat penyajiannya yang praktis dan harga yang ekonomis membuat mie instan banyak digemari. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara pengkonsumsi mie instan yang cukup tinggi. Mie instan juga menjadi sumbangan bahan pokok ke lima paling besar terhadap penduduk menengah ke bawah. Namum belakangan masyarakat mulai resah terutama masyarakat menengah ke bawah karena mie instan wacananya akan mengalami kenaikan harga.
Walaupun baru wacana dan sempat dibantah oleh pihak Indomie, namun kenaikan mie instan nyatanya sudah terjadi di beberapa daerah. Salah satunya di Kabupaten Tasikmalaya. Harga mie yang sebelumnya dijual 2.500 per bungkus, menjadi 3.500. Kondisi ini tentunya membuat para pedagang mengeluh karena dengan naiknya mi instan omset penjualan mereka menurun. Ketua himpunan Pedagang Pasar Singaparna Piet, mengatakan, sebelumnya para pedagang sudah mendengar soal adanya kenaikan harga mie Instan, seiring dengan mahalnya bahan baku. “Harga mi instan sudah naik. Rata-rata setiap bungkusnya dijual Rp2900, walau harganya berbeda-beda tergantung merk mi, awalnya memang Rp2500,”. (pikiranrakyat.com)
Kenaikan harga mie instan merupakan dampak dari krisis geopolitik antara Ukraina dan Rusia, dimana hal tersebut menyebabkan kenaikan harga gandum yang merupaan bahan baku utama mie instan. Negara Indonesia sendiri merupakan negara yang masih begantung pada import untuk bahan baku gandum. Dengan kenaikan mie instan ini Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menghimbau agar masyarakat beralih untuk mengkonsumsi singkong hingga sagu ketimbang harus import sagu karena harganya mahal. (cnnindonesia.com)
Sebagai negara agraris tentunya ironis, dimana negara ini masih harus mengandalkan pemenuhan kebutuhan akan gandum mengandalkan proses impor. Seharusnya dengan kondisi alam yang subur Indonesia mampu memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri secara utuh dan tidak tergantung dengan negara lain. Pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menghasilkan swasembada yang hakiki dengan variasi bahan makanan pokok yang dibutuhkan. Kelangkaan pangan ini diakibatkan karena tidak mencukupinya ketersediaan bahan pangan dipasaran, sehingga stok pangan tersebut akan menipis dan hal tersebut menyebabkan harga melonjak naik. Dan untuk mengatasi hal tersebut biasanya pemerintah akan mengambil kebijakan import dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Muncul pertanyaan yang menggelitik, mengapa Indonesia yang notabene merupakan negara yang sangat subur dan merupakan negara agraris tidak berhasil swasembada pangan bahan tertentu seperti misalnya gandum?. Hal ini tiada lain karena buah dari penerapan sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini. Dimana negara kita yang kaya akan sumber daya alam dan tanah yang subur tidak mampu menjadi negara yang mandiri. Cengkraman kapitalisme telah berhasil menjerat negara kita dalam perjanjian internasioan seperti WTO oleh karenanya kebutuhan pangan selalu bergantung pada pasokan pangan luar negeri.
Hal ini tentunya sangat berbeda dengan apa yang ada dalam sistem islam dimana negara menjamin kesejahteraan dan kebutuhan pangan rakyatnya. Negara dalam naungan islam tidak bergantung pada pasokan negara lain. Negara memberikan subsidi yang besar bagi para petani, sehingga para petani dapat memproduksi hasil pertanian mereka dengan biaya produksi yang murah dan mudah. Politik pertanian dalam sistem islam berorientasi pada peningkatan produksi pertanian dan distribusi yang adil. Negara tidak akan membiarkan lahan pertanian dialihfungsikan semuanya habis untuk sektor industri. Negara akan meningkatkan produktivitas lahan yang sudah tersedia, negara juga akan meningkatkan penyebarluasan teknologi terbaik dan terbaru, sarana pertanian terbaik, bibit unggul dan pupuk terbaik. Negara juga tidak melakukan ekspor ke negara lain sebelum kebutuhan pangan dalam negeri tercukupi seluruhnya. Negara juga memberikn modal bagi petani untuk mengolah lahan-lahan pertanian.
Dalam hal penditribusian negara menerapkan kebijakan distribusi pangan yang adil dan merata. Islam melarang permainan harga dipasar, penimbunan barang, sehingga stabilitas harga di pasaran terjaga. Dengan menerapkan kebijakan pangan selayaknya dalam sistem islam maka kemandirian dan ketahanan pangan dalam negeri dapat terwujud. Demikianlah islam menjadi solusi dan pemecah setiap problematika kehidupan. Oleh karena itu mari kitu bersama merapatkan barisan menjadi garda terdepan dalam penegakkan syariat islam dalam kehidupan.
Wallahu A`lam Bisha-Whab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar