BBM Naik Hanya Pengalihan Bentuk Subsidi?


Oleh : Masrina (Aktivis Dakwah)

Pemerintah berdalih mengalihkan subsidi agar tepat sasaran. Faktanya, jumlah dana yg diperoleh dari keanikan harga BBM jauh lebih besar dari bansos yg direncanakan akan dibagi. Karena kenaikan harga BBM akan menghasilkan tambahan dana yg seandainya  dibagi ke rakyat miskin akan mendapatkan 1.5 juta rupiah/bulan/orang.

Kenaikan BBM jelas sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Bukan hanya angkutan transportasi, tetapi seluruh lini ikut terkena imbas akibat dari kenaikan ini. Baru-baru beredar video seorang ibu yang mendampingi suami bekerja sebagai supir angkot yang tampak marah-marah kepada penumpang yang tidak lain adalah seorang  anak sekolah karena hanya membawa uang ongkos dengan jumlah yang sama saat BBM belum naik, hal ini cukup menarik perhatian publik dan tidak ada yang bisa disalahkan atas kejadian tersebut. Keduanya sama-sama dalam posisi kesulitan.

Jika dalih kenaikan BBM ini diniatkan agar BLT disalurkan tepat sasaran, maka jelas pemerintah melakukan kekeliruan besar, justru dengan kenaikan semakin mempersulit ekonomi masyarakat kelas menengah hingga bawah. Bantuan yang diterima rakyat tidak sesuai dengan kebutuhannya, selain banyak yang tidak tepat sasaran, efek merugikan justru lebih banyak ditimbulkan dari kenaikan BBM tersebut.

Pemerintah tampak terbebani dengan adanya subsidi BBM untuk rakyat,  namun pemerintah tidak pernah merasa terbebani dengan biaya  proyek pembangunan IKN dan kereta cepat yang biayanya terus membengkak. Apakah  pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan proyek yang sama sekali tidak urgen dan tidak mendesak dengan biaya fantastis, namun sebaliknya menyubsidi kebutuhan pokok rakyat justru dianggap sebagai beban?

Sebenarnya peristiwa ini adalah hal yang wajar terjadi di dalam sistem kapitalis sekuler, karena berasaskan manfaat semata. Tidak peduli banyaknya penolakan dari masyarakat, ketika yang berlaku adalah sistem kapitalis maka suara mayoritas masyarakat akan kalah dari suara segelintir kapital yang sibuk meraup keuntungan dari aturan yang menjadi pesanan mereka.

Inilah fakta yang terjadi ketika Islam hanya dijadikan sebagai agama spritual semata, bukan untuk aturan hidup dan bernegara. 

Jika dilihat dari perspektif Islam, BBM merupakan kepemilikan umum yang sudah seharusnya kewajiban pemerintah untuk memberikannya kepada pemiliknya yakni rakyat dengan harga yang murah sesuai ongkos produksi atau  bila perlu gratis, karena merupakan milik masyarakat secara umum. Hal ini tidak bisa diraih karena dalam hal pengelolaan migas pemerintah telah lepas tanggung jawab dan dialihkan kepada pengusaha. BBM bukan lagi dikelola sebagai suatu hal yang bersifat kepemilikan umum, melain telah dijadikan menjadi bahan bisnis. Masyarakat semakin hari kian tercekik dengan aturan yang tidak berpihak kepada masyarakat.

Dari ‘Aisyah berkata, Rasulullah ï·º bersabda, “Ya Allah, Barang siapa  yang mengurusi urusan umatku, lantas dia membuat susah mereka, maka susahkanlah dia. Dan barang siapa yang mengurusi urusan umatku, lantas dia mengasihi mereka, maka kasihilah dia.”

Ma'qil mengatakan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan surga atasnya." (HR Muslim).

"Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin." (Riwayat Muslim)

Seorang pemimpin sistem Islam jelas paham kedudukannya hanyalah sebagai pelayan dan periisai untuk rakyatnya, yang menjalankan seluruh segi kehidupan sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan. Karena menyadari bahwa kepemimpinannya adalah amanah yang sudah Allah berikan dan kelak akan Allah mintai pertanggungjawaban atasnya. Islam adalah agama yang paripurna yang memiliki konsep lengkap terkait kehidupan sesuai dengan apa yang Allah syariakan. Keberadaan seorang pemimpin bukan untuk membuat aturan dan hukum, melainkan keberadaannya adalah sebagai wasilah dalam penerapan syariat Islam. Wallahu a'lam.



Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar