Cetakan Sistem Kapitalisme-Liberalisme


Oleh: Oktavia 

BBM semakin hari semakin naik, berita ini sudah sampai ke masyarakat umum. Per tanggal 3 september 2020 BBM mengalami kenaikan yang tidak sedikit, Pertalite naik dari harga Rp. 7.650 menjadi Rp. 10.000, lalu solar naik dari harga RP. 5.150 menjadi Rp. 6.800 per liternya, dan Pertamax mengalami kenaikan dari harga Rp. 12.500 menjadi Rp. 14.500 per liternya. Kenaikan ini sudah berlaku merata di seluruh Indonesia.

Presiden Jokowi menyampaikan  keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi adalah keputusan yang berat. “Pemerinah telah berupaya sekuat tenaga untuk melindungi rakyat dari gejolak harga minyak dunia. Saya sebetulnya ingin harga BBM di dalam negeri tetap terjangkau dari subsidi APBN,” ungkapnya dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Sabtu (3/9).

BBM naik bukan tidak meninggalkan masalah. Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan,kenaikan haga BBM pasti akan memiliki dampak yang cukup luas, baik dari sisi inflasi maupun dari sisi naiknya jumlah kemiskinan di Indonesia. Pemerintah sadar akan dampak yang timbul karena kenaikan BBM, sehingga pemerintah melakukan beberapa upaya agar masyarakat tidak terlalu banyak yang terdampak akibat kenaikan BBM ini, salah satunya dengan menaikkan Bansos, Suara.com, (05/09).


Rakyat Menolak Kenaikan BBM

Jauh sebelum harga BBM mengalami kenaikan yang fantastis, rakyat Indonesia sulit mendapatkan kehidupan yang layak, terlebih saat BBM naik maka sudah dapat dipastikan kehidupan rakyat semakin sengsara. 

Efek domino dari kenaikan harga BBM sudah dirasakan sejumlah rakyat Indonesia, ada dua dampak nyata akibat kenaikan harga BBM selain yang disebutkan diatas. Susahnya masyarakat mendapatkan BBM dan juga mulai naiknya harga-harga dipasar, mulai dari ongkos transportasi, barang dan jasa. 

Naufal adalah salah satu korban akibat  naikan harga BBM, ia menyampaikan semakin susah mendapatkan BBM jenis solar, ia harus mengantre setidaknya 30 menit untuk bisa mendapatkan solar yang diinginkan. Menurutnya, meskipun pemerintah berdalih akan menyalurkan bantuan kepada kelompok masyarakat terdampak namun ia ingat betul aliran dana tersebut cenderung tidak konsisten, detik.com (8/9).

Selain dari Naufal yang bekerja sebagai penyedia jasa angkutan yang merasa keberatan akan kenaikan harga BBM, masih banyak lagi kalangan rakyat yang merasakan hal serupa. Hampir semua lapisan masyarakat menolak kenaikan harga BBM. Unjuk rasa terjadi dimana-mana, terlebih berpusat di Jakarta. Semua itu dilakukan rakyat dalam rangka menyampaikan aspirasi.

Tembok penguasa nampaknya terlalu tebal sehingga menulikan telinga orang yang ada didalamnya, bagaimana tidak, berhari-hari demontran menyampaikan aspirasi namun tak didengar bahkan pada saat yang sama diluar gedung demontran melakukan demo didalam gedung sedang asyik merayakan ualang tahun.


Didikan Ideologi Kapitalisme

Rakyat lagi-lagi kena tipu, sebelum para elit pejabat menduduki kursi kekuasaan mereka sangat bijak bahkan seperti benar-benar ada untuk rakyat, saat ada kenaikan BBM mereka demo, aktif menyuarakan pendapat rakyat, giliran sudah mendapatkan apa yang diinginkan mereka lupa akan yang ia perjuangkan pada saat itu.

Sejatinya mereka bukan memperjuangkan suara rakyat, namun hanya mengambil simpati rakyat untuk dipilih menjadi penguasa. Itulah didikan ideologi kapitalisme, empati, simpati kepada rakyat sangatlah tipis bahkan mungkin tidak ada.

Ideologi kapitalisme merupakan ideologi yang tidak memanusiakan manusia, miskin empati juga simpati terhadap sesama manusia. Kemaslahatan individu yang diutamakan dan mengesampingkan kemaslahatan umum. Padahal menjadi seorang pemimpin seharusnya mempunyai rasa empati yang lebih pada umumnya, peka terhadap problematika umat dan menjadi yang terdepan ketika rakyat yang dipimpin sedang membutuhkan uluran tangannya.


Islam Memandang Amanah dan Empati

Permasalahan yang timbul dari hari kehari semakin rumit, hal ini disebabkan karena umat islam sudah mulai tidak menghiraukan ajaran islam, sekalipun ia muslim namun hidup dalam lingkaran kekuasaan kapitalisme maka ia akan mudah meninggalkan ajaran islam. Terutama masalah menjalankan amanah.

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya paham bahwa memimpin adalah suatu amanah, yang didalamnya akan ada pertanggungjawaban. Dan didalam islam posisi pemimpin bukan yang dilayani oleh masyarakat, namun sebaliknya ia melayani masyarakat.

Mula al-Qari di dalam Mirqâtu al-Mafâtîh Syarhu Shahîh al-Bukhârî menyatakan bahwa Ibnu Majah telah meriwayatkan dari Abu Qatadah dan al-Khathib, dari Ibnu Abbas ra.:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibnu Majah).

Islam telah menggariskan bahwa penguasa wajib mengurusi segala urusan dan kemaslahatan rakyat. Ia akan dimintai pertanggungjawaban atas hal itu. Rasul Saw. bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Pemimpin adalah pihak yang berkewajiban memelihara urusan rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR Muslim).

Maka tidak benar penguasa menaikan BBM sekehendanya, mencabut subsidi, memberlakukan hukum tidak adil dls. Rasulullah Saw. mencela penguasa yang seperti ini. Beliau Rasululloh Saw. bersabda:
إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْحُطَمَةُ
Sungguh seburuk-buruk pemimpin adalah al-Huthamah (yang menzalimi rakyatnya dan tidak menyayangi mereka) (HR Muslim).

Bentuk menyangi rakyat salah satunya dengan wujud empati terhadap yang dirasakan rakyat, dengan ia berempati maka ia akan susah untuk menzalimi rakyat. Islam sendiri sebagai agama yang sempurna dan paripurna mengajarkan betapa penting mempunyai rasa empati sesama manusia maupun sesama muslim. Allah SWT. berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang artinya: “…dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksanya.” (QS. Al-Maidah: 2). 

Dalam hadist juga dijelaskan mengenai rasa empati yang harus dimiliki,yang bunyinya: “perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan sakit dan tidak bisa tidur dan demam” (Hr. Bukhari dan Muslim).

Rasa empati sangatlah dijunjung tinggi dalam islam, bagaimana seorang pemimpin dituntut memiliki rasa empati kepada rakyatnya, karena ia dan rakyat bagaikan satu tubuh yang saling berkaitan satu sama lainnya.

Dengan gambaran begitu jelas diatas, masihkan kita ingin hidup disitem kapitalisme-liberalisme?. Sudah saatnya kita kembali kepada sistem islam kaffah, dengannya kita akan hidup bahagia. Manusia-manusia cetakan sistem islam adalah pribadi yang unggul dari segala aspek. Sistem ini juga akan mencetak pemimpin-pemimpin yang unggul  dari segala sisi, aturan yang lahir darinyapun adalah aturan yang tidak asal dibuat namun berdasarkan iman dan ketakwaan yang agung, pasti tidak akan menzalimi rakyat.

WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar