Cut Nyak Dien, Pejuang Islam yang Tersamarkan


Oleh: Ekha Putri Minangsih Subara

Penelusuran  sejarah pahlawan nasional kemerdekaan, disaat riuh rendah suasana peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia adalah upaya menolak lupa atas sejarah. Tersebutlah kisah "Harimau Betina" dari Aceh yaitu Cut Nyak Dien.

Pernikahan pertamanya dengan Ibrahim Lamnga yang dikaruniai 1 putri (Cut Gambang), didasari pemahaman agama Islam yang kuat. Pernikahan yang didedikasikan untuk ketaatan kepada Allah. Ketika terjadi serangan Belanda tahun 1874-1880, Cut Nyak Dien dan bayinya mengungsi bersama ibu-ibu serta rombongan lain tepatnya pada 24 Desember 1875. Suami pertama Cut Nyak Dien berjuang mengusir Belanda ketika wilayah VI Mukim diserang. Namun sangat disayangkan, suami dari Cut Nyak Dien tersebut harus gugur dengan terhormat di medan perang, tepatnya pada tanggal 29 Juni 1878.

Gugurnya suami pertama Cut Nyak Dien menambah semangat Cut Nyak Dien untuk berjuang bersama rakyat Aceh demi mengusir penjajah Belanda.

Dalam perjalanan perjuangannya, Cut Nyak Dien dilamar oleh Teuku Umar, yang merupakan tokoh pejuang Aceh. Awalnya Cut Nyak Dien menolak, akan tetapi karena Teuku Umar memperbolehkan Cut Nyak Dien untuk bertempur, akhirnya Cut Nyak Dien menerima pinangan Teuku Umar dan mereka menikah pada tahun 1880.

Sinergi 2 insan dalam mitsaqan ghalidzan yang didedikasikan untuk menuntaskan misi perjuangan melawan Belanda inilah yang menggentarkan Belanda. Berbagai upaya penumpasan dilakukan Belanda, namun sangat sulit dilakukan. Suami istri ini melakukan strategi perang gerilya dengan masuk keluar hutan dan siasat politik lainnya yang membuat Belanda gusar. Namun akhirnya Belanda mengirim unit “Maréchaussée”. Unit ini didominasi orang Tionghoa-Ambon yang dikenal susah ditaklukkan oleh orang Aceh. Pada tanggal 11 Februari 1899 akhirnya Teuku Umar gugur karena tertembak peluru.

Perjuangan mereka penuh dengan dinamika dan intrik. Dilalui dengan penderitaan dan kesabaran yang luar biasa demi mengharap ridho Allah.

Sampai Cut Nyak Dhien ditangkap dan dibuang ke Sumedang. Di tempat pembuangan ia tak berhenti berjuang, semampu yang bisa dia lakukan untuk memperjuangkan agamanya.

Di Sumedang, beliau mengajarkan bacaan Al Qur'an dan pemahaman agama sampai dia wafat. 

Perjuangan keluarga ini bukan hanya dilakukan orang tua, anak Cut Nyak Dhien dan Ibrahim Lamnga ini yaitu Cut Gambang, bersma suaminya terus berjuang sampai Cut Gambang gugur di tahun 1909. Hal ini menggambarkan betapa keluarga Cut Nyak Dhien paham apa Visi dan misi yang harus diselesaikan dalam hidup ini. Apalagi kondisi kehidupan saat itu aceh sedang dijajah Belanda, Motivasi yang kuat dari seruan jihad Allah untuk mempertahankan tanah air menjadi lecutan luar biasa bagi perjuangan mereka dalam perlawanan kepada penjajah Belanda saat itu.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar