Demokrasi Sekuler Gagal Membangun Karakter Bangsa?


Oleh : Andini

Dunia pendidikan digegerkan oleh penangkapan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK dalam kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru tahun 2022 di Lampung, pada Jumat (19/8/2022).

Selain Karomani, KPK juga menjadikan Wakil Rektor Bidang Akademik Heryandi, dan Ketua Senat Unila M Basri, sebagai tersangka.

“Kejadian ini juga menjadi pembelajaran bagi kami untuk terus menerus melakukan perbaikan tata kelola dan peningkatan pengawasan dengan tetap mendorong otonomi perguruan tinggi yang sehat dan akuntabel,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi (Diktiristek) Nizam. (Kompas.com, 21/08/2022)

Kasus yang menimpa petinggi kampus tersebut tentu sangat disesalkan. Apalagi tersangka aktif mengkampanyekan penguatan karakter bangsa, dan mendukung pencegahan berkembangnya radikalisme di perguruan tinggi.

Sayangnya, penguatan karakter bangsa yang digadang-gadang bisa melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas justru gagal diaplikasikan oleh aktivisnya sendiri. Kenapa petinggi kampus yang ingin lingkungan universitasnya steril dari paham-paham menyesatkan ianya malah terjerembab dalam kubangan korupsi? Ini jelas sesat yang nyata. 

Bukan pertama kalinya, orang-orang yang selalu bersembunyi dibalik isu anti radikalisme ternyata adalah para pelaku kriminal. Orang-orang yang katanya melindungi bangsa dan negara dengan slogan-slogan cinta tanah air, justru mereka yang juga merusak citranya sendiri.

Ini membuktikan bahwasannya penguatan karakter bangsa yang berkualitas telah gagal diwujudkan sistem demokrasi sekuler yang diemban oleh negeri ini. Dari sistem inilah, lahir sumber daya manusia yang cinta dunia dan senang mengejar kepuasan jasadiyah.

Bagaimana tidak? Demokrasi dengan prinsip kebebasan berperilaku dan sekulerisme yang berakidahkan pemisahan agama dari kehidupan, akan menyeret para pengembannya dalam jurang hawa nafsu. Generasi-generasi yang terbiasa jauh dari agama menjadi pribadi-pribadi korup yang selalu haus akan nikmat yang fana.

Tentu ini harusnya menyadarkan kita, akar dari rusaknya generasi muda hingga petinggi kampus atau bahkan pejabat negara bukan karena isu radikal yg seringkali dimonsterisasi. Tetapi karena sistem yang negeri kita anut adalah sistem demokrasi sekuler yang rusak dan cacat.

Maka jika kita sudah jengah dengan kerusakan ini, dan menginginkan sumber daya manusia berkualitas, kita harus menyingkirkan sistem rusak tadi. Dan menggantinya dengan sistem yang tidak hanya akan melahirkan sumber daya manusia berkualitas, lebih dari itu, akan lahir pribadi-pribadi baik yang bertakwa.

Itulah syariat Islam yang diterapkan secara menyeluruh dalam bernegara. Syariat Islam akan menanamkan nilai-nilai Islam sejak dalam lingkup keluarga, hingga keluarga menjadi tempat pertama terbentuknya individu-individu shalih dan shalihah.

Kemudian syariah Islam akan memastikan bahwa masyarakat ikut beramar ma'ruf dan nahi munkar. Mereka akan resah bila ada kemaksiatan di sekitarnya. Mereka adalah kontrol sosial yang efektif ketika melihat adanya kecurangan atau penyimpangan yang dilakukan aparat ataupun petinggi di tempat mereka berada.

Dan yang terpenting, negara memberlakukan pengawasan ketat, terutama pada pegawai, pejabat, dan penguasa. Jika terjadi kecurangan, negara dengan tegas menegakkan sistem sanksi Islam yang adil dan juga memberikan efek jera bagi pelakunya.

Maka sudah saatnya kita kembali pada syariat Islam, agar tercipta karakter bangsa yang bertakwa, dan terwujud negara yang berdaya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar