DEMOKRASI SISTEM RAMAH KORUPTOR


Oleh : Rismawari (IRT) 

Publik kini tengah menyoroti soal isu berpeluangnya eks napi kasus korupsi untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif. Terkait isu ini, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menegaskan, eks napi korupsi seharusnya dilarang untuk menduduki jabatan publik apa pun.

“Dalam konteks pemberantasan korupsi mestinya dilarang mantan napi korupsi untuk mencalonkan diri dalam jabatan apapun baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif,” ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (28/8/2022).

Dia menekankan, salah satu syarat penting yang wajib dipenuhi para calon yakni tidak melakukan perbuatan tercela. Dengan demikian, dia menegaskan eks napi korupsi tidak bisa lagi menduduki jabatan publik karena telah melakukan perbuatan tercela.

“Itu semua sebenarnya sudah mewadahi untuk melarang napi korupsi untuk menjadi (anggota) DPR, bupati, wali kota, gubernur, presiden, juga hakim kan gitu harusnya,” kata Boyamin. Pada ketentuan pasal 240 ayat 1 huruf g, hanya mengatur seorang mantan napi yang hendak mendaftarkan diri, wajib mengungkapkan kepublik kalau dirinya pernah dipidana serta telah selesai menjalani hukumannya.

Sementara itu, pasal 454 ayat (2) PKPU nomor 31 Tahun 2018 memberikan penjelasan lebih lanjut soal syarat bagi eks koruptor bila hendak maju sebagai caleg pada pemilu. Syarat tersebut yakni memberikan lampiran keterangan soal statusnya.

Dengan melampirkan surat keterangan dari kepala lembaga pemasyarakatan yang menerangkan bahwa bakal calon yang bersangkutan telah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, tulis pasal tersebut.

Mantan koruptor tersebut turut diwajibkan melampirkan salinan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Tidak hanya itu, mereka diwajibkan malampirkan surat dari pemimpin redaksi media massa tingkat lokal atau nasional yang mengungkap calon tersebut sudah terbuka dan jujur mengumumkan ke publik sebagai eks terpidana.

Benyamin menekankan, para pejabat tersebut sebelumnya sudah dilantik dan berdasarkan sumpahnya, berjanji untuk menjalankan amanat rakyat. Selain itu, Bonyamin berpesan ke masyarakat untuk tidak mau memilih para eks napi kasus korupsi menduduki jabatan politik.

Di dalam Islam pemangku jabatan selayaknya memiliki karakter-karakter mulia seperti : ketakwaan, kesalehan, dan keadilan. Beratnya tugas, amanah dan tanggung jawab tetap harus di laksanakan semata-mata hanya mengharap ridho Allah SWT. Serta mengabdikan seluruh hidupnya untuk urusan negara, stabilitas keamanan, pemerataan kesejahteraan dan penegakan keadilan di seluruh lapisan masyarakat.


Pemimpin Takwa yang Dicintai Rakyat 

Ketika masa tabiin seorang Umar bin Abdul Azis juga seorang ahli fikih dan Mujtahid dan tabiin yang mulia. Beliau rujukan bagi para ulama. Dan telah di baiat kaum muslim untuk menjadi Kholifah.

Sebelum menjadi Kholifah, kehidupannya bergelimangan kenikmatan. Sampai-sampai apabila ia melewati suatu jalan, maka aroma minyak kasturi menyebar. Umar juga sering menyisir rambutnya dan berpenampilan menarik.

Namun, sejak menjabat sebagai Kholifah Umar bin Abdul Azis terkenal benar-benar zuhud dan jauh dari kesenangan dunia. Perasaan akan tanggung jawab sebagai pemimpin umat begitu mendalam hingga memalingkan dari segala  kemewahan dunia.
Jadi latar belakang beliau sangat mulia, bukan seperti sekarang di sistem kapitalisme ini calon legislatif di bolehkan mantan koruptor. Umar bin Abdul Azis juga menolak tinggal di istana dan lebih memih tinggal digunuknya sendiri.

Pengaruh kekholifahan Umar bin Abdul Azis bagi sejarah Islam menjadi bukti konkret bahwa ketika seorang penguasa muslim bertekad benar dan bertanggung jawab terhadap di hadapan Allah  maka ia akan meluruskan segala hal yang bengkok.

Bukan saat sistem kapitalisme kini, yang menjadi calon pemimpin atau pengurus rakyatnya mantan napi dan mantan koruptor. Sudah seharusnya kita ganti sistem kufur ini dengan sistem Islam. Agar akan ada pemimpin yang benar-benar mengurus dan melindungi rakyatnya. Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar