Oleh: Astuti Setyaningati (Jembrana-Bali)
Sudah sebulan kasus pembunuhan Brigadir J terungkap. Penetapan Irjen FS sebagai tersangka pun sudah dipublikasikan. Meskipun Irjen FS adalah dalang dari pembunuhan Brigadir J pada peristiwa mengenaskan tanggal 8 Juli 2022 lalu dan pada tanggal 9 Agustus 2022 FS ditetapkan sebagai tersangka, namun nyatanya persidangannya pun belum selesai hingga kini.
Seiring berjalannya waktu, justru makin terungkap pula kebohongan-kebohongan yang menutupi kebohongan lain pada kasus ini. Hingga terkuak pula bahwa FS pun terlibat dalam judi online skala besar yang tidak menutup kemungkinan termasuk di dalamnya oknum-oknum aparat lain. Sejak terbukanya kasus ini pula, muncul dugaan jika ada rekayasa di balik kasus yang dihentikan sepihak oleh kepolisian seperti kasus gugurnya 6 orang syuhada laskar FPI secara tidak adil di KM50.
Memang benar adanya jika kebohongan itu akan menciptakan kebohongan lagi. Bahkan membuat hati si pembohong gelisah sebab melawan fitrah kebenaran. Akan tetapi, kebohongan akan dianggap biasa ketika memang terbiasa melakukannya. Inilah yang banyak menjangkiti masyarakat dikala mereka tak mampu membenarkan fitrahnya sebagai orang beragama. Akal sehat pun tak lagi dipakai untuk menilai perilaku yang dibolehkan dan perilaku yang seharusnya ditinggalkan.
Mungkin bagi orang awam, sikap bohong ini sah-sah saja demi menutupi keburukannya. Akan tetapi bagi seorang muslim dengan segala perintah dan laranganNya akan menganggap bahwa berbohong adalah perbuatan tercela dan berakibat menzalimi orang lain. Bahkan jika sikap bohong ini diambil oleh para penguasa, tentu levelnya sudah parah. Sebab yang dibohongi adalah jutaan rakyat yang ada di bawah kepemimpinannya.
Seharusnya, seseorang yang berakal sehat sadar betul bahwa sikap bohong itu tidak boleh diambil. Entah siapapun dia, baik individu, masyarakat, atau bahkan aparat, ketika dia diberikan amanah atau tugas khusus, maka sejatinya mereka sedang diikat oleh tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan hingga akhirat. Dengan demikian, tak ada lagi sikap bohong yang akan diambil, apalagi demi mengelabui orang lain.
Menyedihkannya, ternyata di negara ini selain kebohongan yang tumbuh subur, ada pula pencitraan yang dijadikan sebagai pendekatan pada rakyat dengan tujuan menarik simpati belaka. Sebenarnya, pencitraan ini boleh dilakukan sebagai personal branding dengan tujuan tertentu,seperti bagi negara Islam digunakan untuk menakut-nakuti musuh. Bukan untuk sekedar exposure yang sifatnya temporal seperti ajang menarik simpatisan. Pencitraan yang tidak dibolehkan pastinya yang mengandung unsur kebohongan dan kamuflase.
Inilah fakta bahwa hidup di bawah naungan sistem kapitalisme pasti akan ada banyak kebobrokan, sebab mereka berasas mencari keuntungan sebanyak-banyaknya meskipun harus mengorbankan kesejahteraan orang lain dan menebar pesona demi mencari perhatian.
Oleh karena itu, segala permasalahan umat sejatinya hanya akan bisa ditangani oleh sistem yang independen dan memiliki standar tertinggi yakni berasaskan syariat Allah al Mudabbir. Sistem itu tentunya hanyalah sistem Islam yang harus segera ditegakkan kembali. Sekalipun tidak mudah, tetapi hal ini dapat diusahakan mulai saat ini dengan menyadarkan setiap individu tentang keagungan Islam beserta segala pengaturannya. Mengajak pada persepsi yang membawa pada pemikiran yang sama hingga nantinya umat yang akan meminta digantinya sistem ini dengan sistem Islam. Sistem yang rahmatan lil 'alamin bersifat menyeluruh menaungi seluruh alam bukan hanya pemeluk Islam saja.
Wallahu a'lam bi showab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar